Tahun 2007 telah berakhir . Tahun yang penuh dengan aneka peristiwa terutama olahraga khususnya tenis. Banyak peristiwa yang bisa diungkapkan selama tahun 2007. Keberhasilan maupun kegagalan kalau bisa dikatakan demikian atau dengan kata lain yaitu keberhasilan yang tertunda, sehingga bisa memunculkan berbagai tanggapan atau kritik yang kadang kadang nadanya sedikit emosional dan terlalu subjeltip. Tim Davis Cup belum berhasil kembali ke grup 1 dan tetap bertahan di grup 2 setelah kalah dari Kazakstan. Tim Fed Cup tidak bisa bertanding akibat kena hukuman tidak boleh ikut komepetisi karena tahun lalu Indonesia menolak bertanding ke Israel karena larangan Pemerintah. Tim Yunior putri 14 tahun masuk final round bersama sama 15 negara lainnya di Prostejov setelah berhasil lolos dari penyisihan zona Asia Oceania. Tim Junior Fed Cup ( 16 th putri) tidak berhasil ke final round begitu juga tim Junior Davis Cup ( 16 th putra). Petenis putra kelompok umum belum bisa berbicara di turnamen internasional yang berlangsung di Tanah Air baik itu Bakrie Men’s Futures ataupun Salonpas International Men’s Futures. Semua 6 turnamen internasional putra, tidak ada satupun gelar juara tunggal putra jatuh ke petenis tuan rumah, baru satu yang sampai final tapi gagal juara. Presatasi petenis putri masih lebih baik, Sandy Gumulya sebelum mengantongi medali emas tunggal SEA Games XIV Thailand sempat keluar sebagai juara Women’s Circuit ( $ 25,000 ) di India. Gagalnya mencapai target 2 medali emas di SEA Games dengan hasil yang diluar perkiraan tim tenis Indonesia yaitu ditargetkan medali emas datang dari tim putrid yang diperkuat oleh mantan petenis elit Indonesia Angelique Widjaja, Wynne Prakusya,Romana Tedjakusuma, Sandy Gumulya dan Jessy Rompies, dan juga satu medali emas diharapkan dari ganda Angelique Widjaja dan Wynne Prakusya tetapi justru medali datang dari Sandy Gumulya. Bisa dianggap kekeliruan besar tim tenis yang dibentuk hasil kerjasama antara pelatih dan Satgas SEA Games XIV, menghadirkan Angleique Widjaja maupun Wynne Prakusya yang sudah mundur dari pertenisan nasional maupun pronya. Lihat hasil perjuangan Angie/Wynne yang punya beban berat karena sebagai penentu final beregu tapi tak bisa berbuat maksimal sehingga target tersebut gagal.
Peristiwa besar lainnya yang cukup sengit sebagai penentu masadepan tenis Indonesia adalah kegagalan bagi segelintir masyarakat yang kecewa terhadap kepengurusan induk organisasi tenis (PELTI) pusat selama tahun 2002-2007,untuk menggusur kedudukan Martina Widjaja sebagai Ketua umum PB Pelti dengan figur lainnya yang dianggap mampu. Akibat lebih menjurus kepentingan segelintir pelaku yang memotivasi diri menjadi dasar gagasan mereka ternyata menjadi boomerang didepan peserta Musyawarah Nasional Pelti yang notabene pelaku pelaku tenis didaerah yang tidak merasakan hasil program pembinaan senior karena lebih merasakan program2 lainnya yang lebih mendasar yang hasilnya tidak bisa diharapkan dalam 5 tahun, sehingga dianggap perlu penanganan lebih berkesinambungan dengan mempertahankan Martina Widjaja selaku Ketua Umum PB PELTI mendatang. Banyak hasil dari Munas tersebut untuk masa mendatang. Harus pula diingat kembali atas VISI dan MISI Martina Widjaja sewaktu mencalonkan diri selaku Ketua Umum PB Pelti 2002-2007 di Munas Pelti 2002 di Makassar. Untuk misinya ada 3 yaitu peningkatan mutu SDM , peningkatan turnamen dan mengoptimalkan potensi daerah. Sebagai implementasi point 3 ini utusan Munas mengharapkan dimasa mendatang ada keseragaman prestasi di daerah daerah yang sebenarnya sebagai pemasok petenis nasional dengan membentuk sentra sentra pembinaan didaerah daerah dibawah koordinasi Pengurus Pusat (bukan Pengurus Besar lagi). Saat ini kendaraan yang membawa PP Pelti sedang diperbaiki karena kendaraan PB Pelti sudah harus masuk bengkel untuk direparasi. Ada pemikiran apakah bannya dan mesinnya diganti atau penumpangnya yang diganti. Semua terpulang kembali kepada Ketua Umum PP Pelti Martina Widjaja dan Sekjen PP Pelti Soebronto Lras yang telah dipilih di Munas Pelti 2007 di Jambi.
Peristiwa besar lainnya yang cukup sengit sebagai penentu masadepan tenis Indonesia adalah kegagalan bagi segelintir masyarakat yang kecewa terhadap kepengurusan induk organisasi tenis (PELTI) pusat selama tahun 2002-2007,untuk menggusur kedudukan Martina Widjaja sebagai Ketua umum PB Pelti dengan figur lainnya yang dianggap mampu. Akibat lebih menjurus kepentingan segelintir pelaku yang memotivasi diri menjadi dasar gagasan mereka ternyata menjadi boomerang didepan peserta Musyawarah Nasional Pelti yang notabene pelaku pelaku tenis didaerah yang tidak merasakan hasil program pembinaan senior karena lebih merasakan program2 lainnya yang lebih mendasar yang hasilnya tidak bisa diharapkan dalam 5 tahun, sehingga dianggap perlu penanganan lebih berkesinambungan dengan mempertahankan Martina Widjaja selaku Ketua Umum PB PELTI mendatang. Banyak hasil dari Munas tersebut untuk masa mendatang. Harus pula diingat kembali atas VISI dan MISI Martina Widjaja sewaktu mencalonkan diri selaku Ketua Umum PB Pelti 2002-2007 di Munas Pelti 2002 di Makassar. Untuk misinya ada 3 yaitu peningkatan mutu SDM , peningkatan turnamen dan mengoptimalkan potensi daerah. Sebagai implementasi point 3 ini utusan Munas mengharapkan dimasa mendatang ada keseragaman prestasi di daerah daerah yang sebenarnya sebagai pemasok petenis nasional dengan membentuk sentra sentra pembinaan didaerah daerah dibawah koordinasi Pengurus Pusat (bukan Pengurus Besar lagi). Saat ini kendaraan yang membawa PP Pelti sedang diperbaiki karena kendaraan PB Pelti sudah harus masuk bengkel untuk direparasi. Ada pemikiran apakah bannya dan mesinnya diganti atau penumpangnya yang diganti. Semua terpulang kembali kepada Ketua Umum PP Pelti Martina Widjaja dan Sekjen PP Pelti Soebronto Lras yang telah dipilih di Munas Pelti 2007 di Jambi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar