Keluar dari PB Pelti sebagai Administrator Promosi dan Pemasaran bukannya kehilangan akal dalam berkarya di pertenisan Indonesia. Dengan modal niat dan tekad maka semua bisa dilakukan asalkan semua itu direstui Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini prinsip AFR.
Oleh Martina Widjaja diminta membantu beliau sebagai Ketua Bidang Promosi dan Pemasaran PB Pelti karena masalah tenis perlu bantuan. Diberilah meja untuk bekerja membantu Martina Widjaja di kantornya di jalan S.Parman Kav 78. Saat itu ada Super Market HERO digedungnya.
Oleh Martina Widjaja diminta membantu beliau sebagai Ketua Bidang Promosi dan Pemasaran PB Pelti karena masalah tenis perlu bantuan. Diberilah meja untuk bekerja membantu Martina Widjaja di kantornya di jalan S.Parman Kav 78. Saat itu ada Super Market HERO digedungnya.
Awal tahun 1992, AFR hubungi langsung Geoffry Rowe di Bangkok salah seorang Direktur VOLVO Thailand, menawarkan kerjasama membuat turnamen VOLVO Women’s Challenger ( $ 25,000) di Jakarta Indonesia. Saat itu Geoffry Rowe sudah mempunyai Volvo Women’s Open ($ 25,000) di Pattaya Thailand. Kontak terjadi dan Volvo mau sebagai sponsor. Karena masih ada perseteruan dengan dr. Eddy Katimansah yang juga Sekjen PB Pelti (1990-1994) saat itu, maka akalpun dicari. Karena setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh AFR maka tentunya akan ditentangnya dengan tameng PB Pelti. Ya sulit menghadapinya. Tapi modal niat dan tekad membuat tidak pantang mundur.
Disusunlah Organizing Committee yang dilaporkan ke PB Pelti dengan Direktur Turnamen Geoffrey Rowe sedangkan AFR sebagai Wakil Direktur Turnamen, maka aman sudah.
Kelihatannya aman, karena begitu tahu ada peranan AFR maka dibuat sulit.Waktu pelaksanaan bersamaan dengan Davis Cup bulan April sehingga akan kesulitan mendapatkan wasit. Karena saat itu PB Pelti buat program refreshing wasit sehingga tidak ada wasit yang bisa tugas di Volvo Women’s Open. Memang rejeki masih ada, saat itu tahu kalau ITF Referee yang datang Mr Mukai asal Jepang tapi telah bermukim di Taipei adalah teman lama AFR, langsung ceritakan masalahnya. Oleh Referee tentunya keinginan AFR disambut baik. Diaturlah jadwal refreshing wasit dilaksanakan pada malam hari. Plong sudah tidak ada hambatan
Kelihatannya aman, karena begitu tahu ada peranan AFR maka dibuat sulit.Waktu pelaksanaan bersamaan dengan Davis Cup bulan April sehingga akan kesulitan mendapatkan wasit. Karena saat itu PB Pelti buat program refreshing wasit sehingga tidak ada wasit yang bisa tugas di Volvo Women’s Open. Memang rejeki masih ada, saat itu tahu kalau ITF Referee yang datang Mr Mukai asal Jepang tapi telah bermukim di Taipei adalah teman lama AFR, langsung ceritakan masalahnya. Oleh Referee tentunya keinginan AFR disambut baik. Diaturlah jadwal refreshing wasit dilaksanakan pada malam hari. Plong sudah tidak ada hambatan
Segalan aturan yang ketat dari ITF tentang Davis Cup diikuti seperti tidak boleh venuenya bersamaan tempat. Davis Cup dibuat di Senayan, Volvo Women’s Open di Senayan juga. Tapi dibuatlah pembatas sehingga terlihat ada 2 venue bukan satu venue.Dan pintu gerbag dibuat seolah lah 2 pintu. Ditariklah terpal membatasi lapangan yang digunakan untuk Volvo Women’s Open. Dan untuk players room, digunakan tenda ber pendingin udara dan ada TV , karoke sehingga pemain bisa betah didalam. Turnamen berjalan lancar dan sukses.
Penasaran akan hasil AFR, suatu saat sedang berjalan di Senayan mau ke took sport disamping kantor PB Pelti, AFR dipanggil masuk kedalam , ternyata sudah ditunggui dalam ruangan adalah dr. Eddy Katimansah( Sekjen PB Pelti ) , anggota komite Pertandingan Zainal Abidin (alm), dan rekan Mansyur Djabir. Suasana seperti mau disidang. Waduh sudah terlanjur masuk sudah tidak bisa keluar lagi. Saat itu AFR diminta untuk tidak ikut campur soal pertenisan. Diberi contoh seperti ajudan Cosmas Batubara (Ketua Umum PB Pelti 1990-1994) selama ini mendampingi Cosmas Batubara tapi tidak ikut campur masalkah tenis. Hal ini diminta juga kepada AFR dianggap ajudan dari Martina Widjaja (Ketua Bidang Promosi dan Pemasaran PB Pelti saat itu). AFR menolak masalah ini karena tidak merasa sebagai ajudan Martina Widjaja. Karena selama ini diminta pendapat dan solusi masalah pertenisan yang masuk kebidangnya. Kemudian dituding seolah olah suka mengadu domba sesama pengurus. Saat itu AFR minta contoh dimana AFR telah mengadu domba sesama pengurus Pelti. Diberilah contoh soal TDP Kelompok Umum BINTARO JAYA yang diselenggarakan Maesa yang saat itu Direktur Turnamen AFR. Kemudian AFR membantah kalau TDP tersebut menyalahi aturan yang dibuat oleh PB Pelti. Bahkan meminta tunjukkan kesalahannya. Masalah TDP Bintaro Jaya seaktu itu AFR sebagai penggagas sudah melihat ada kemungkinan disabot oleh petinggi Pelti, tidak hilang akal. Karena menganggap ini ulah oknum pribadi bukanlah organisasi Pelti. Kemudian agar berhasil sesuai dengan peraturan TDP yang dibuat PB Pelti (peraturan ini juga dibidani oleh AFR tahun 1989). Melalui klub tenis Sparta Maesa (Ketua dr. Nico Lumenta) didaftarkan ke Pengda PeltiDKI Jakarta dan disetujui. Waktu mengajukan permohonan ke PB Pelti, sengaja ditulis oleh dr. Nico Lumenta sebagai Ketua Panpel sedangkan AFR hanya sebagai Direktur Turnamen. Memang ada keragu raguan dr. Nico Luemnta waktu diminta sebagai Ketua Panpel. Keraguan karena kuatir masalah dana. Tapi AFR sudah mendapatkan sponsor dari Bintaro Jaya.
Ternyata yang dimaksud mengadu domba karena dr. Nico Lumenta saat itu duduk di Komite Pembinaan PB Pelti , AFR dianggap tidak minta ijin ke PB Pelti untuk mendudukkan nama dr. Nico Lumenta sebagai Ketua Panpel. Waduh ini sangat aneh, tidak ada aturannya. AFR katakan kalau dr. Nico Lumenta adalah teman dalam klub tenis Sparta Maesa di Jakarta Timur. Soal dr.Nico Lumenta tidak minta ijin Sekjen PB Pelti bukan urusan AFR. Memang perdebatan cukup sengit karena Sekjen PB Pelti (dr. Eddy Katimansah) ngotot dan AFR tidak bisa menerima tudingan tersebut. Sampai muncul perkataan dari dr. Eddy Ki kalau AFR memanfaatkan peluang kekurangan dari ketentuan TDP yang dibuat PB Pelti. Hal ini langsung ditanggapi AFR kalau sekarang sebagai orang luar menganggap ketentuan TDP yang dibuat PB Pelti masih berlaku.terlepas dari kekurangannya. Jadi jangan diover rule begitu saja, semua harus dalam Surat Keputusan Ketua Umum PB Pelti. Karena dituding memanfaatkan kelemahan aturan TDP, maka tidak kalah juga AFR mengatakan ke dr. Eddy Katimansah (Sekjen PB Pelti), kalau dia itu tahu aturan tapi sering melanggar aturan. Saat itu juga rekan Zainal Abidin (alm) dari komite pertandingan PB Pelti yang saya kenal sebagai mantan Ketua Dewan Mahasiswa ITS (Surabaya) saat saya sebagai mahasiswa FK Universitas Airlangga, langsung menenangkan suasana dengan menghimbau kepada AFR agar tidak terbawa emosi. Dipujinya dulu AFR kemudian diberi nasehat. Cukup bijak. Memang capek juga kalau berurusan dengan petinggi olahraga yang betindak sebagai penguasa saja. Seharusnya melayani masyarakat tenis sebagai tugas utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar