Bagaimana saya bisa masuk ke PB Pelti.
Suatu perjalanan panjang bagi saya mulai mengenal organiosasi tenis di Jakarta melalui klub Sparta Maesa di Jakarta Timur yang saat itu dengan Ketua Umum dr. Nico Lumenta.
Rekan dokter Nico Lumenta ini (yang juga anak permandian orangtua saya) yang mengajak saya masuk kedalam kepengurusan PB Pelti dibawah Ketua Umum Moerdiono ( 1986-1990). Saat itu dr. Nico Lumenta sudah duduk di Komite Pembinaan Senior dibawah Bidang Pembinaan (Ketuanya Ponco Sutowo). Kalau tidak salah di tahun 1987 saya diajak duduk bersama dr. Nico Lumenta di Komite Pembinaan Senior. Jadi hanya berdua saja sedangkan di bawah Bidang Pembinaan ada Komite Tim Nasional terdiri dari A. Qoyum, Yunus Yamani. Kemudian di Komite Pembinaan Yunior ada Danny Walla dan Grace Lumenta. Saat itu suatu kebanggaan dudku di bidang Pembinaan karena atas inisiatip dr. Nico Lumenta sehingga bisa lahir Peringkat Nasional Pelti yang dikenal dengan PNP sampai sekarang masih digunakan di pertenisan nasional Indonesia.
Melihat kompaknya Bidang pembinaan PB Pelti sehingga diajaklah oleh Komite Pertandingan dr. Eddy Katimansjah duduk bersama dalam kepanitiaan turnamen nasional dan internasional. Saat itu di PB Pelti sebagai tenaga sukarela. Pengalaman pertama sebagai wakil direktur turnamen internasional yunior Astra Internasional,. Melihat sepak terjang saya di pertandingan, saat itu PB Pelti membutuhkan tenaga professional yang digaji penuh. Oleh Sekretaris Eksekutif PB Pelti Tien Indradjit menawarkan jabatan sebagai Manajer Program Pertandingan PB Pelti dibawah Komite Pertandingan, dengan konsekuensi harus berhenti bekerja sebagai Sales Manager di distributor perusahaan farmasi nasional di Jakarta.
Tawaran ini membuat saya tergetar juga, karena sudah ada posisi yang cukup mapan di perusahaan nasional. Konsultasi langsung ked r. Nico Lumenta yang saya anggap sebagai senior saya. Dia hanya katakan pikir baik baik saja, karena ini menyangkut masa depan karena saya sudah berkeluarga dengan 2 putra/putri. Apa yang harus saya lakukan. Sebelum memutuskan saya menyempatkan diri berdoa sebagai orang yang percaya kepada Tuhan Jesus Kristus.
Akhirnya saya putuskan berhenti dan menerima tawaran PB Pelti. Disini saya melihat ada yang bisa saya lakukan. Dan tidak melenceng dari pengalaman di marjeting.Bertemu dengan banyak orang dan saat itu turnamen tenis belum dibenahi bahkan tournament regulation masih mengacu ke ITF. Nah disini kesempatan saya membuat tournament regulation. Literatur literature dari ITF saya pelajari termasuk dari ATP-Tour dan WTA Tour.
Saat itu ada perubahan posisi Ketua Komite Pertandingan PB Pelti dari dr. Eddy Katimansah ke Martina Widjaja. Sebelumnya Martina sudah duduk di bagian Dana PB Pelti bersama Tanri Abeng . Disinilah awal kerjasama dengan Martina Widjaja.
Mulailah saya bertugas mengatur jadwal turnamen nasional yang saat itu baru ada 24 TDP dan saya programkan menjadi 32 dan meningkat setiap tahunnya. Begitu juga tugas lainnya yang cukup menarik adalah mencari sponsor untuk turnamen turnamen nasional dan internasional.
Tahun 1988, Indonesia sebagai tuan rumah Davis Cup . Pertandingan pertama Indonesia melawan Thailand 4-1 di stadion tenis Gelora Bung Karno (gravel). Kemudian Davis Cup melawan China (saat itu penonton membludak karena pertama kali masyarakat Indonesia melihat tim China di Jakarta. Indonesia menang dan finalnya zone Asia Ozeania Grup 1 melawan Korea di Stadion tenis Gelora Bung Karno. Penontonpun membludak, seluruh tenmpat duduik terisi penuh (lebih dari 5.000 penonton). Oleh Ketua Komite Pertandingan Martina Widjaja mendatangkan petenis juara Grand Slam Frech Open 1988 yaitu Micahel Chang (AS) melawan Slobodan Mecir dibulan Oktober 1988. Begitu selesai acara eksibisi yang ternyata menghasilkan uang masuk sebesar sekitar Rp 200 juta, saya diutus ke Pattaya Thailand ikuti Seminar DAVIS Cup. Hadir cukup banyak teman dari Australia, New Zealand, Singapore, Hongkong, Filipina, Thailand, Sri Langka, India, China, Korea , Jepang, Chinese Taipei. Disini saya mulai mengenal tenis internasional melalui rekan rekan penurus tenis dinegfara tersebut.
Kemudian oleh Tanri Abeng yang juga pengurus meminta saya menggantikan rekan saya Benny Mailili (alm) sebagai Circuit Administrator turnamen internasional Green Sands Satellite Circuit. Ini tahun 1989. Ini pengalaman pertama turut bertanggung jawab pelaksana turnamen internasional kelas satellite circuit. Begitu juga Nugraha Santana Challenger di Hilton Hotel dipercaya sebagai Direktur Turnamen setiap tahunnya.
Tetapi keberadaan saya bersama dengan Martina Widjaja membuat rekan pengurus lainnya timbul kecemburuan, karena aktivitas turnamen makin meningkat. Disinilah mulai muncul popularitas Martina Widjaja karena sebagai Ketua Komite Pertandingan PB Pelti. Sayapun mulai dikenal karena nama mulai muncul dalam pemberitaan di media massa sebagai direktur turnamen. Akibatnya hubungan saya dengan dr. Eddy Katimansyah (Ketua Komite Pengembangan PB Pelti) mulai terasa kurang harmonis. Karena ada keinginannya membuat turnamen Indonesia Open (World series, minimal US$ 100,00)) tidak saya tanggapi karena saat itu saya menganggap petenis Indonesia kelasnya baru dikelas satellite circuit ($ 25,000) dan Challenger ($ 25,000). Bicara kuantitas lebih penting baru setelah tercapai kuantitas maka akan terjadi kualitas.
Akibatnya saat Ketua Umum PB Pelti beralih ke Cosmas Batubara, Eddy Katimansay sebagai Sekretaris Jenderal PB Pelti. Karena keberpihakan saya ke Martina Widjaja yang duduk sebagai Ketua Bidang Promosi dan pemasaran PB Pelti (1990-1994) sehingga saya dianggap membangkang dan kena skors. Sedangkan Tanri Abeng duduk sebagai Ketua Bidang Pertandingan PB Pelti. Waktu itu istilah Manajer (ada 4 manajer full time saat itu ) diubah menjadi administrator dibawah komando Sekjen PB Pelti. Saya sempat ditanya oleh Martina Widjaja didepan Tanri Abeng untuk memilih sebagai Adminstrator Pertandingan atau Administrator Promosi dan Pemasaran. Saat itu saya menjawab memilih Adminstrator Promosi dan Pemasaran dibawah Ketua Bidang Promosi dan Pemasaran PB Pelti Martina Widjaja. Alasan saya , ketertarikan akan promosi dan pemasaran berdasarkan background saya selama 13 tahun berkecimpung di bidang marketing. Tugas saya mencari sponsor untuk kegiatan PB Pelti. Disini saya punya 2 atasan, yaitu dibawah Sekjen dan Ketua Bidang Promosi dan Pemasaran. Sedangkan keduanya mempunya pola pikir yang berbeda. Akhirnya saya memutuskan berhenti sebagai Adminstrator Promosi dan Pemasaran PB Pelti setelah mendapatkan skorsing selama 1-2 minggu. Hal ini tidak banyak yang tahu, karena saya lebih cenderung ikuti perintah Martina Widjaja dibandingkan Sekjen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar