Senin, 17 Juni 2013

Bicara masalah Pembinaan

Jakarta ,17 Juni 2013.Berbicara masalah pembinaan tenis, tentunya tidak akan habis habisnya. Dimana letak kelemahannya. Kelemahan tenis Indonesia ada yang mengatakan merupakan kesalahan dari atletnya sendiri dan ada pula yang menyatakan kekurangan kualitas pelatih sebagai penyebab utama.

Pengalaman saya selama ini melihat perkembangan tenis Indonesia mulai dari yunior berkembang ke senior dan seterusnya, tentunya penilaiannya akan sangat berbeda sekali dengan pelaku pelaku tenis lainnya. Hanyalah berbekal pengalaman melatih putra dan putri sendiri beberapa puluh tahun silam ditambah dengan pernah mengikuti workshop kepelatihan dengan pelatih Dennis van der Meer, kemudian membaca pemberitaan tenis baik mela;ui internet, saya mencoba melihat kaca mata AFR sendiri. Maybe right and maybe wrong. Tetapi bisa juga digunakan sebagai referensi bagi pelatih pemula.


Dari berbagai kejadian selama ini saya sebagai pelaksana turnamen, bisa mengamati pola bertanding maupun pola latihannya melalui hasilnya. Begitu juga perkembangan disekitar turamen Piala Ferry Raturandang atau Persami (Pertandingan Sabtu Minggu) yang sejak tahun 1996 saya laksanakan sendiri ( sudah sekitar 200 lebih Persami) , saya mencoba memberikan masukan terhadap pertenisan Indonesia.

Menurut pendapat saya, beberapa hal yang menjadi factor penentu keberhasilan pembinaan tenis. Saya tidak bicara soal dana, bukan berarti dana tidak termasuk factor tersebut.

Mulai dari factor internal, yaitu dari ATLET dan Orangtua. Disini peranan orangtua sangat penting sekali, bagaimana bisa membentuk karakter putra dan putrinya. Tanpa dukungan orangtua maka mustahil anaknya bisa berhasil. Saat ini paling dominan muncul keinginan menjadi JUARA DUNIA, itu datangnya dari ORANGTUA, bukan dari ATLETNYA. Ini berbahaya, karena ambisi ORANGTUA bisa cenderung ke AMBISIUS

Maka habislah prestasi atlet tersebut. Seharusnya ATLET lah yang mempunyai AMBISI Juara Dunia tersebut. Dari pengamatan di turnamen yunior, saya melihat banyak orangtua yang membimbing anaknya justru bukannya menjadi MANDIRI. Berbeda dengan pengamatan saya terhadap petenis yunior asing didalam keikutsertaan mereka sangatlah mandiri. Punya tanggung jawab terhadap tugas yang diembannya.

Setelah itu baru peranan PELATIH, perlu mendapatkan perhatian. Selama ini terlihat banyak kekurangannya sebagai contoh dalam menimba ilmu kepelatihannya yang didapat kesannya kurang ikuti perkembangan kepelatihan modern. Sebenarnya tidak ada alasan tidak bisa ikuti perkembangan kepelatihan tenis. Cukup baca internet yang bisa ditembusa seluruh masyarakat. Ada pelatih melihat cara pelatih lainnya melatih tanpa melihat kemampuan individu setiap atlet tentunya berbeda beda terapinya.

Saya teringat juga beberapa puluh tahun silam, ada dokter yang memberikan terapi sama rata. Karena melayani pasien anak anak cukup banyak, maka sudah punya resep standard. Akhinya kesan saya seperti menembak burung kutilang, burung gereja, elang , rajawali dll dengan senjata bazooka. Ya, terang so pasti mati semua. Tapi akibatnya lihat sendiri, bisa imun pasiennya

Sama dengan tenis, terapi pemain tidak sama, jangan disamakan. Mau tahu akibatnya, yaitu CIDERA

Faktor berikutnya adalah kesempatan ikuti turnamen. Tanpa turnamen sulit rasanya menilai kemajuan pembinaan atletnya


Tidak ada komentar: