Jakarta, 2 Mei 2013. Ketika baca berita di media massa soal dipindahkannya Islamic Solidarity (ISG) 2013 dari Pekanbaru ke Jakarta, saya sudah tidak heran lagi. Kenapa demikian. Sebenarnya sewaktu Pekan Olahraga Nasional (PON) 2012 di Pekanbaru saya dengan beberapa teman selaku Technical Delegate sudah wanti wanti sampaikan kepada Djoko Pramono salah satu Deputy Charman Panpel. Menjelang PON, saya sering ke Pekanbaru dalam rangka persiapan PON. Saya tidaklupa waktu itu bersama sama dengan Mimi dari
Bulutangkis sudah beritahu ke Djoko Pramono agar berpikir ulang untuk ISG 2013 di Pekanbaru karena melihat persiapan mereka untuk PON saja sudah amburadul, gimana lagi untuk Internasional. Tetapi oleh rekan dari Panpel saat itu hanya berpikiran masalah akomodasi saja sebagai kendala, sehingga kami diberi argumen kalau pesertanya lebih sedikit dibandingkan SEA Games.
Bulutangkis sudah beritahu ke Djoko Pramono agar berpikir ulang untuk ISG 2013 di Pekanbaru karena melihat persiapan mereka untuk PON saja sudah amburadul, gimana lagi untuk Internasional. Tetapi oleh rekan dari Panpel saat itu hanya berpikiran masalah akomodasi saja sebagai kendala, sehingga kami diberi argumen kalau pesertanya lebih sedikit dibandingkan SEA Games.
Tetapi saya sendiri pernah kemukakan kepada salah satu petinggi PON di Pekanbaru, kalau niat baik Gubernur Riau itu dalam pelaksanaan PON sebenarnya tidak didukung sepenuhnya oleh rekan rekan Panpel lainnya asal Riau. Bisa dibayangkan waktu itu saya sempat diingatkan rekan di Riau kalau Panpel PON di Riau itu masih terkait kekeluargaan dengan petinggi sehingga bisa terjadi pungli didalamnya dilakukan secara terang terangan oleh salah satu anggota Panpel yang masih muda dan termasuk pegawai Pemda setemat. Kenapa demikian, saya kemukakan yang menjadi penyebab adalah masalah politis belaka. Rekan petinggi PB PON saat itu tertawa sabagai tanda mengiyakan statement saya itu. Minim pengalaman event internasional ditambah dengan masalah politis sehingga menurut saya sendiri tidak merekomen jika ISG digelar di Pekanbaru. Dalam himbauan dari Panpelnya minta agar meminimalkan tenaga dari luar Pekanbaru. Padahal mereka SDMnya belum memenuhi standar internasional. Jika dipakai patokan pengalaman PON, bukan bisa sebagai ukurannya. Menurut saya sewaktu PON saja amburadul, dimana masih untung banyak tenaga pelaksana datang dari Jakarta..Belum lagi waktu itu Ketua Panpel Tenis berani beraninya memecat Technical Delegate sebagai bentuk ketidak tahuannya terhadap organisasi olahraga khususnya tenis. Dan tindakan ini disayangkan sekali oleh salah satu wakil ketua umum PON yang langsung menegur yang bersangkutan. Nah, apa yang dilakukan oleh Menpora itu sudah benar karena lebih mementingkan nama baik Indonesia bukan Riau yang jadi sasarannya, walaupu sudah diberi kesempatan tetapi tidak ada perubahan. Maklum nuansa politik lebih dominan sebagai penyebab gagalnya sebagai tuan rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar