Jakarta, 9 Juni 2009. Hanya Wailan Walalangi yang mengatakan bukan salah pelatih didalam diskusi terbatas Kompas Sportama hari ini di Jakarta. Sedangkan pelatih DedDy Prasetyo justru sependapat dengan saya kalau pelatih kita masih menggunakan pola latihan cara lama. Dikatakan pula oleh Wailan kalau selama ini petenis Yayuk Basuki, Angelique Widjaja merupakan binaan pelatih lokal bukan pelatih asing. Berati pelatih kita berkualitas. Artinay nasionalism Wailan cukup tinggi.
Menarik juga acara ini dimana saya sebagai wakil dari pembicara PP Pelti harus siap akan diserang dengan berbagai pertanyaan dari peserta. Tetapi saya melihat banyak kursi yang kosong yang tersedia. Yang hadir ada public figure seperti Wimar Witoelar, Wailan Walalangi, Deddy Tedjamukti, Sebagai pembicara selain saya ada Angelique Widjaja, Glen Sugita, Pudjianto (Alfamart) dan Deddy Prasetyo. Tetapi serangan yang ditunggu tidak muncul sehingga rekan rekan pengurus lainnya tidak banyak berbicara.
Acara ini diawali dengan presentasi saya tentang program kerja PP Pelti periode 2007-2012 supaya semua mengetahui apa saja yang sudah dilakukan PP Pelti selama ini.
Terungkap pula kurang greget publikasi tenis di Tanah Air sebagai penyebab seolah olah tenis itu mati suri. Memang saat ini tidak banyak kesempatan yang bisa membuat polemik tenis Indonesia yang diangkat ke media massa sehingga beritanya tidak seperti 10 tahun silam dimana polemik muncul datangnya dari dalam PB Pelti saat itu. Kuncinya sekarang kekompakan pengurus cukup besar sehingga segala pertentangan ataupun adu domba yang dilakukan pihak luar semuanya bisa diatasi dengan baik.
Sewaktu ketemu redaktur olahraga Kompas M.Bakir menyampaikan kepada saya idea munculnya diskusi ini karena seringnya menerima email dari saya mengenai kegiatan turnamen tenis baik itu tenis nasional maupun Persami menunjukkan tenis di Indonesia masih tetap rutin aktivitasnya.
Ada yang menarik dan saya sendiri secara pribadi melihat sebab dan akibatnya meningkatnya jumlah turnamen nasional atau dikenal dengan nama TDP. Wailan mengusulkan agar turnamen nasional kelompok umum itu dikurangi dan diganti dengan turnamen internasional. Awalnya tujuan memberikan lahan kepada petenis kelompok umum dalam bentuk turnamen dengan hadiah uang agar mereka bisa menikmatinya untuk masa depan mereka. Tetapi akibat dari komitmen petenis yang berorientasi kepada UANG sehingga bukannya kepada PRESTASI maka hal hal seperti ini yang terjadi. Saya sendiri sudah melihatnya tetapi kurang etis kalau selaku petinggi indukorganisasi menyampaikan secara terbuka. Tetapi untungnya sudah diungkapkan oleh Wailan Walalangi. Glen Sugita, yang juga mantan petenis mempunyai gagasan selenggarakan Sportama yang berseri dengan puncak hadiah di Master sebesar Rp 500 juta. Karena melihat prestasi petenis Indonesia butuh turnamen maka Glen dan kawan kawan mencetus pelaksanaan TDP nasional.
Atlet tenis khususnya PUTRA, lebih aktip mencari lahan turnamen TARKAM (istilah antar kampung), sering terlihat bertanding keluar daerah bahkan sampai ke Papua karena menyediakan hadiah berpupuh pukuh juta. Mudah didapat sehingga tidak ada keinginan ikuti turnamen internasional Men's Futures. Penah terjadi Men's Futures ($ 10,000) berlangsung di Manado, kemudian berselang beberapa minggu ada turnamen Sportama (Rp. 150 jt). Yang ikuti Men's Futurs hanya Elbert Sie dan Christopher Rungkat. Karena atlet nasional sudah mengkalkulasi beaya beaya pesawat dan akomodasi ke Manado lebih besar karena belum tentu mereka bisa masuk babak utama. Kalau hanya dikualifikasi tidak menghasilkan uang tetaoi kalau kalah dibabau tama 1st round maka hanya kantongi $ 100.00 saja. Inilah ironisnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar