Jakarta, 27 Juni 2009. Godaan atas kebijakan yang selama ini diterapkan dan ditertibkan muncul disaat pembukaan Pekan Olahraga Nasional (PON) Tenis 2009. Datangnya dari pelatih tenis Bunge Nahor kepada saya yang di PON Tenis sebagai wakil koordinator pertandingan Panpel. Masalahnya sebelum PON , saya sibuk dengan membuat aturan aturan yang akan digunakan di PON Tenis ini. Kali ini hanya karena tim PON Tenis Sulawesi Utara kekurangan petenis Veterannya maka saya diundang untuk mengisis kekurangannya.
Saat itu sedang ada rekan Sekretaris Umum KONI Provinsi Kepulauan Riau bersama Albert Wuysang Sekretaris Pengprov Pelti Sulawsi Utara dan Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti Johannes Susanto, Bunge Nahor menawarkan agar saya bisa ikut karena dalam tim Veteran Sulut semuanya berusia dibawah 60 tahun ,sehingga tidak bisa ikut kompetisi dalam PON Tenis 2009.
Melihat tawaran ini, sayapun dengan bergurau menyampaikan mau ikut tetapi menanyakan berapa berani bayar saya. " Kitakan harus profesional, berapa berani bayar ?" ujar saya sehingga yang lainnya ikut tertawa. Langsung Johannes Susanto dengan kencang sampaikan kalau rekan rekan yang direkruit tim Sulut itu berasal dari Jakarta. " Kalau Togap tidak boleh ikut. Tapi kalau Opa Ferry boleh saja." ujar Johannes menambah keruhnya masalahnya. Karena saya tahu kalau ini hanya guyonan maka ikut juga tertawa.
Andaikan saya diminta ikut, tentunya tidak memenuhi persyaratannya. Yaitu harus mempunyai Kartu Tanda Anggota Pelti dengan domisili di Manado. Sedangkan saya sudah punya KTA Pelti dengan domisili di Jakarta. Harus dibuat lagi perpindahan KTA Pelti sesuai dengan aturan PON Tenis 2009. Ada aturan mutasi.
Jika saya ikut, tentunya saya sudah melanggar aturan yang saya ikut buat. Disinilah masalahnya, dan dalam hatipun saya tahu kalau saya tidak boleh ikut. Hanya karena ingin bercanda kepada rekan Bunge Nahor maka sayaopun memberikan harapan kepadanya.
Memang di PON Tenis 2009, banyak masalah muncul dimana sayapun diminta bantuan untuk memecahkan permasalahnnya termasuk masalah KTA Pelti sebagai salah satu persyaratan keikut sertaannya. Berbagai macam persoalan disuatu turnamen selalu timbul permasalahan yang disebabkan karena berbagai cara dan macam pandang membaca peraturan peraturan yang sudah dibuat rapi tetapi karena masing masing pihak memiliki conflict of interest maka memicu permasalahannya. Begitulah yang sering saya alami melihat prilaku teman teman di tenis Indonesia. Dimana masing masing menggunakan dalih demi pembinaan sehingga berbagai carapun dilakukan walaupun jelas jelas melanggar aturan yang sudah dibuat sedemikian rapi. Saya hany melihat dengan gampang saja jika ingin memutuskan sehingga memberikan jawaban akhir. Inilah seninya di pertenisan Indonesia, jika tidak tabah dan tekun maka setiap saat akan dirongrong oleh kepentingan pribadi masing masin pihak.
Saya sendiri selama ini membiarkan masing masing pihak mempertahankan argumennya sehingga tidak bisa memberikan kesimpulan, akibatnya akan larinya kepada saya meminta pendapat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar