Jakarta, 19 Juni 2009. Makin banyak turnamen di Indonesia makin banyak kasus kasus didalam lapangan yang sedikit kontroversial terjadi. Saya sendiri baru tahu setelah terima masukan melalui telpon maupun email dari pelaku pelaku tenis. Karena tidak terjun langsung ke turnamen turnamen tenis nasional. Permasalahan terjadi tentang keabsahan pemain maupun kebijakan yang dilakukan oleh pelaksana turnamen seperti Referee ataupun Wasit.
Saat ini muncul lagi himbauan dari orangtua petenis terhadap keabsahan atlet yang dicurigai memalsukan identititas kelahirannya. Bahkan saya sendiri diberikan informasi tentang keikutan sertaan salah satu juara tunggal putri kelompok umur 12 tahun berasal dari Sumatra Barat yaitu Runi Utami Putri yang lahir tanggal 3 Mei 1997.
Dari kejanggalan kejanggalan yang diberikan kepada saya seperti keikutsertaannya di turnamen nasional kelompok umum dan di sentra sentra pembinaan daerah Sumatra Barat digunakan sebagai bahan informasi tersebut.
Kesulitan muncul bagi saya tentang masalah ini sebenarnya karena di PP Pelti sendiri belum ada dalam file copy akte kelahirannya maupun belum mempunyai Kartu Tanda Anggota (KTA) Pelti. Begitu tahu kalau dia itu sudah ikuti turnamen kelompok umum Semen Padang tentunya ada kesalahan. Karena ketentuan turnamen nasional kelompok umum disebutkan minimal sudah berusia 14 tahun.
Akhirnya sayapun mencari buku laporan Referee turnamen Semen Padang 2009. Memang namanya ada, dan didata waktu sign-in yang bersangkutan sudah mencantumkan kalau tanggal lahirnya 3 Mei 1997. Nah, kalau Runi bisa ikut bertanding berarti yang salah adalah Refereenya. Bukan atletnya.Seharusnya kalau Referee jeli membaca semua sign-in didepannya maka sudah bisa dicegah.
Ada informasi yang katakan datanya yang berbeda sewaktu ikuti turnamen lainnya dan bisa diakses di situsnya indotennis. Kalau ini yang digunakan tentunya tidak bisa dipertanggung jawabkan karena bukan situs resmi Pelti. Kecuali mereka bisa beri bukti akte kelahiran sebenarnya. Situs bukan resmi ini untuk kedua kalinya berikan data atlet yang berbeda dengan diungkapkan, tapi saya tidak bisa ikut campur masalah ini.
Jadi, kira kira bukti apa yang dikehendaki dan bisa digunakan sebagi pembuktiannya. Ada entry form, tetapi bisa saja yang mengisi dalam entry form bukan atletnya. Andaikan yang menulis pelatih tentunya juga tidak bisa dipertanggung jawabkan. Satu satunya adalah Akte Kelahirannya sebagai bahan pembuktiannya. Walaupun banyak pihak sudah mengetahui kalau banyak juga akte kelahirannya dipalsukan, berarti saya juga tidak bisa berbuat apa apa, karena akte kelahiran itu dikeluarkan oleh instansi resmi negara kita.
Selama ini informasi yang diberikan masih samar karena tanpa bukti akte kelahirannya. Banyak orang menyampaikan ada bukti2nya tetapi sampai saat ini belum ada yang membawa bukti bukti tersebut. Jadi hanya didalam omongan saja. Ini tidak menyelesaikan permasalahannya.
Tetapi sebenarnya kalau kita mawas diri dan mau berniat membantu pemberantasan pemalsuan umur, ada cara terbaiknya. Setahu saya 2 tahun lalu sudah berdiri FORKOPI atau Forum Komunikasi Orangtua Petenis Indonesia. Dengan berdirinya FORKOPI ini yang tujuann sebenarnya membantu pertenisan Indonesia, bisa ikut menelusuri kekota kelahirannya atlet tersebut. Saya sendiri, bukannya sombong sudah bisa membuktikan sekitar 30 atlet bermasalah dengan keabsahannya. Tinggal saja maukah FORKOPI menjalankan salah satu pelanggaran yang dilakukan Orangtua Atlet Tenis yang otomatis sebagai anggotanya.
Saya sudah pernah kirimkan kepada FORKOPI melalui email masalah data atlet yang dicurigainya atas permintaan orangtua dari Yogya,dengan nomor Akte Kelahirannya sudah saya sebutkan. Datangi saja kantor catatan sipil dimana dikeluarkan akte kelahiran. Ini salah satu solusi yang pernah saya lakukan sendiri waktu itu 15-20 tahun silam di Kantor Cataran Sipil Surabaya. Tetapi sampai saat ini belum ada respons, maklum saja masih sibuk barangkali ya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar