Kamis, 19 Februari 2009
Perjalanan Piala Ferry Raturandang
Jakarta, 19 Februari 2009. Turnamen Piala Ferry Raturandang yang saat ini telah memasuki ke 63 penyelenggaraannya telah mendapatkan sorotan dari masyarakat tenis Indonesia. Baik itu sorotan yang mengangkat namanya tetapi tidak luput juga sorotan yang memojokkan dengan dalih berbagai bahasa yang digunakan untuk menjatuhkannya. Hujatan lebih tepat dibandingkan kata lainnya tidak memudarkan niat dan hasrat saya untuk tetap tegar menjalankannya. Karena menjalankan turnamen seperti ini ibarat mainan yang menyenangkan sekali, sebagai hiburan semata. Tetapi yang sangat menyakitkan dari semua cemohan justru ditahun 2009 yaitu permintaan yang menusuk hati saya ,permintaan Piala Ferry Raturandang dihentikan dengan imbalan yang bagi segelintir orang maupun saya sangat menggiurkan. Yaitu sejumlah dana Rp 50 juta. Apakah ini cukup menggoda hati saya, tentunya uang sebesar itu cukup besar tetapi kebesaran Piala Ferry Raturandang yang telah mencatat sejarah pertenisan Indonesia lebih besar nilainya. Bahkan ada yang menilai Rp. 1,5 miliar (seperti harga jual rumah saya sekarang) adalah harga yang wajar untuk Piala Ferry Raturandang, tetapi saya tetap mengatakan tidak bisa dihitung besar nilainya karena so pasti lebih besar nilainya karena ada nilai historisnya. Saat ini terus terang dimata masyarakat tenis khususnya petenis yunior Persami (pertandingan sabtu minggu) sudah identik dengan Piala Ferry Raturandang. Kalau disimak Piala Ferry Raturandang ataupun nama sebelumnya Persami Jakarta tercatat petenis nasional saat ini sudah pernah menikmatinya disaat berusia 10 tahun atau 12 tahun bahkan saat usia 14 tahun.
Ini fakta yang tidak bisa dipungkiri, tetapi saya tidak pernah meng claim kalau petenis nasional saat ini hasil dari pembinaan Piala Ferry Raturandang atau Persami.Dan tidak mungkin bisa saya katakan demikian karena saya tahu bagaimana proses pembinaan atlet tenis itu berlangsung. "Maklum mantan atlet tenis yunior juga yang aktip ikuti turnamen nasional."
Perlu diketahui lahirnya Persami (pertandingan Sabtu minggu) disaat saya duduk di kepengurusan Pelti DKI Jakarta dikomite Pertandingan dan Komite Marketing. Saat itu salah satu programnya adalah Persami yang bertujuan untuk memberikan sarana pertandingan bagi petenis yunior disaat tidak menggangu jadwal sekolah. Kemudian jalannya tersendat sendat karena masih menggunakan dana sponsor.
Melihat hal seperti ini , saya sangat menyadari kalau turnamen itu adalah kebutuhan petenis, berdasarkan pengalaman sewaktu sebagai petenis yunior di Bali dan Nusa Tenggara Barat. Pengalaman seperti ini tidak boleh berlangsung bagi generasi saat ini.
Muncullah keinginan jalankan terus Persami ini, dan langsung action disaat sebagai Manajer Sport Pusat Tenis Danamon. Karena minimnya dana marketing (Rp. 100 ribu/bulan) di Pusat Tenis Danamon, maka turnamen Persami saya manfaatkan sebagai ajang promosi bagi Pusat tenis Danamon. ampaknya Pusat Tenis Danamon (Pusat tenis Kemayoran) mulai dikenal termasuk Sekolah Tenis Kemayoran mulai kebanjiran peminat belajar tenis. Bahkan tanpa disadari banyak siswa sekolah tenis lainnya pindah ke Sekolah tenis Kemayoran.
Kemudian saya dipilih menjadi salah satu anggota Pengurus di PB Pelti ( mulai 2000) dibidang pengembangan, maka program Persami masuk sebagai program nasional. Ini perjalanan awalnya ada Persami. Tetapi disuatu saat salah satu orangtua petenis peserta Persami yang juga berasal dari Sulawesi Utara Sandra Sondakh sehingga namapun berubah menjadi Piala Ferry Raturandang. Alasannyapun menyadarkan saya. "Kenapa tidak gunakan nama Om Ferry. Toh yang kerja Om Ferry sendiri, buat apa nama Persami." Langsung kaget juga dan sadar kegunaannya. Sebagai pertimbangan apa yang bisa kita berikan kepada tenis sebagai kenangan maka permintaan ini langsung diterima. Waktu yang tepat pergantian nama tersebut sudah lupa tetapi yang pasti di bulan Agustus.
Sindiranpun datang berulang ulang, ada yang katakan tujuan selenggarakan Piala Ferry Raturandang adalah tujuan komersial. Tetapi mereka ini lupa jika selenggarakan TURNAMEN tidak ada untungnya, justru tidak boleh terjadi. Bahkan saya sendiri pernah membuktikan di bulan Juli 2002, ambil kredit Laptop NEC dengan cicilan sebesar Rp. 1,2 juta yang dana tersebut beraal dari hasil Persami, dan berhasil lunas dalam 10 bulan. Ini pembuktian kalau selenggarakan turnamen apapun namanya harus menguntungkan.
Saya sendiri tetap berani mengatakan kalau selenggarakan Piala Ferry Raturandang harus untung (bahasa dagangnya), karena saya sendiri bukanlah sinterklas. Hanya sebagai salah satu sumbangsih terhadap pertenisan Indonesia. Ini yang membanggakan saya sendiri. Bukan dengan gembar gembor kalau buat turnamen itu rugi, sangat disayangkan.
Sekarang dalam menjalankan Piala Ferry Raturandang cukup santai tidak terlalu membutuhkan manajemen yang canggih (sebenarnya bisa saja) karena tidak pernah merasakan turnamen lainnya termasuk Persami adalah COMPETITOR. Semua turnamen dimata saya adalah mitra.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar