Selasa, 03 Februari 2009

No Prize Money in any form Should be Paid

Jakarta, 3 Februari 2009. Permasalahan prize money diberikan kepada pemenang petenis dalam turnamen nasional yunior sering menimbulkan berbagai persepsi yang kebanyakan membenarkannya melihat dari sisi kaca mata pembinaan, tetapi tanpa disadari justru merupakan bomerang bagi pembinaan tenis yunior. Kasus turnamen nasional yang masuk dalam kategori Turnamen Diakui Pelti (TDP) yang secara diam diam melakukannya akan menjadi polemic dikalangan pertenisan terutama bagi petinggi Pelti sendiri.

Tahun 2008, Pelti mulai menertibkan segala aturan tenis baik yang dikeluarkan oleh International Tennis Federation (ITF) dan Pelti sendiri, telah memakan korban. Baik turnamennya maupun karyawannya yang dipercayakan menangani pertandingan tersebut.

Selama ini banyak kekeliruan yang telah dilakukan oleh Pelti terutama ditingkat Daerah maupun kota ataupun kabupaten didalam melaksanakan turnamen tennis yunior khususnya turnamen yang bersifat local bukannya nasional. Selama ini August Ferry Raturandang sendiri mengikutinya sejak sebagai orangtua dimana putra dan putrinya ketika keluar sebagai pemenang turnamen Piala Walikota Jakarta Timur menerima hadiah selain Piala dan Piagam juga menerima hadiah uang dalam bentuk Tabanas (Tabungan Nasional) . Saat itu belum menyadari sekali karena belum terjun langsung dipertenisan nasional . Begitu pula rekan rekan di kepengurusan tenis banyak yang tidak tahu dan tidak mengerti akan adanya aturan. Karena hanya menerima tradisi yang dilakukan oleh rekan rekan sebelumnya.

Mencermati peraturan yang dikeluarkan oleh International Tennis Federation (ITF) pasal 64 Prize Money disebutkan. “ No prize money in any form shall be paid at any junior tournament, either to the players or to their National Association. Wild Cards into professional level events are not considered as Prize Money.” Kemudian Pasal 65. Gifts . “ The value of a gift to the winner of a tournament may not exeed the value of US $ 500.00.

Pengertian aturan tersebut adalah tidak diperkenankan berikan prize money yang menjadi pertentangan dikalangan masyarakat tennis selama ini, sudah jelas dari sisi pengertian aturannya. Dalam bentuk apapun , seperti uang transport, uang pembinaan adalah sangat tidak tepat atau dilarang. Yang diperkenankan adalah hadiah dalam bentuk barang seperti gift/sovenir.

Jikalau ada keinginan membantu petenis, bisa dilakukan dalam bentuk lain yang tidak bertentangan dengan aturan yang sudah tidak bisa ditawar tawar lagi.
Misalnya, penyelenggara berikan fasilitas free akomodasi untuk seluruh peserta atau yang lazim adalah kepada peserta yang masuk babak utama (32 atau 64).

Dengan jalankan aturan ini sebenarnya kalau disadari sekali akan membantu pelaksana turnamen , ada penghematan pendanaan. Tidak perlu malu mengakui kesalahan yang selama ini disebabkan kurang mengertinya aturan aturan yang baku dengan merintis dan mengikuti semua aturan aturan ini dan juga ikut membantu pelaku pelaku tenis di masyarakat Indonesia yang sangat kompleks.
Sekarang kembali kepada pelaksana turnamen nasional, mau jalankan turnamen yang merupakan kebutuhan atlet didalam program pembinaannya atau mau merusak mental atlet dengan cara cara yang selama ini sudah salah dijalankan dengan akibat motivasi atlet ikuti turnamen menjadi kejar hadiah (UANG). Ini sah sah saja jika memasuki kelas senior atau kelompok umum atau professional. Karena masih kategori yunior maka hal hal ini harus dihilangkan . Ini yang perlu mendapatkan perhatian masyarakat tenis Indonesia.

Tidak ada komentar: