Ternate, 12 Nopember 2008. Kota Ternate punya ciri khas , khususnya tenis Ternate. Ada 3 lapangan dalam satu lokasi dengan nama Lapangan Pengda Pelti Maluku Utara. Yang dua lapangan dikelola PELTI sedangkan yang satu oleh TNI AD. Mau gunakan lapangan tersebut untuk POPWIL V harus mintaijin ke KOREM.
Saat hujan turun dengan deras mewarnai hampir tiap hari membuat jalannya pertandingan tidak mulus seperti rencana. Air bukan hanya tergenang didalam lapangan tetapi mengalir juga ketempat panitia.
Begitu hujan berhenti, rekan rekan petugas baik wasit , ballboys seperti tidak tahu berbuat apa, menunggu perintah agar dikeringkan. Cara mengeringkan lapangan dengan sapu lidi, karena tidak ada alat untuk mengeringkan.
Melihat hal seperti ini, August Ferry Raturandang meminta agar dicarikan busa untuk mengeringkan. Karena belum bergerak, August Ferry Raturandang ambil inisiatip mencari super market yang dekat lapangan yaitu Ternate Mall. Kurang lengkap penjualan alat alat mengeringkan lapangan, terpaksa beli saja yang ada yaitu keset kaki dari kain.
Minimnya pengalaman bagi wasit wasit Ternate, membuat bagi yang sering ikuti turnamen nasional maupun internasional merasa janggal cara ucapan wasit wasit dalam memimpin pertandingan. Contohnya jika bola servis salah maupun keluar lapangan disebutnya outside, begitu juga jika servis kedua salah disebutnya double fault seharusnya cukup sebutkan salah (fault).
Begitu pula jika wasit salah dalam menyebutkan angka, maka keluarlah kata MAAF, seharusnya cukup dengan correction (koreksi) saja.
Disaat pertandingan pelatih Papua memprotes Referee karena saat petenis Papau unggul 6-5 maka sudah dianggap selesai set tersebut, seharusnya berbeda 2 menjadi 7-5.
Minimnya pengetahuan pertenisan sangat terasa didaerah daerah, disamping belum berpengalaman, di POPWIL V sering setiap daerah tidak berkoordinasi dengan Pelti setempat sehingga yang dikirimkan pelatih ke POPWIL V adalah Guru sekolah atau pegawai Dispora Provinsi masing masing yang jelas belum mengenal tennis secara keseluruhan baik aturan dan cara cara bermainnya.
Belum lagi Pengurus Provinsi Pelti Maluku Utara yang sudah habis masa tugasnya tahun 2006, sudah waktunya untuk lakukan Musyawarah Provisni Pelti Maluku Utara. Dengan adanya POPWIL V disayangkan Pelti Malut ikut ikutan mendukung apa yang dilakukan oleh koordinator tennis yang ditunjuk Pengprov Pelti dalam POPWIL V.
“Pelti Malut salah memilih koordinator, seharusnya ikut bertanggung jawab dengan pelaksanaan POPWIL V ini.” Ujar August Ferry Raturandang kepada Sekretaris Pelti Malut (demisioner) Asri di lapangan tenis Pengda Pelti Malut.
Belum lagi di Provinsi Maluku Utara setiap tahun selenggarakan Liga Antar PenKot/Kab Pelti. Bisa dibayangkan setiap Pengkota/Kab membawa atlet nasional seperti Prima Simpatiaji, Sunu Wahyu, Hendri Susilo Pramono dll. Hadiahnya berpuluh puluh juta . Ini ladang empuk bagi petenis nasional yang sering ikut turnamen Tarkam.
Di POPWIL V, hanya satu lapangan yang memiliki lampu, dan bisa digunakan karena lampunya masih baru, khusus adanya POPWIL sehingga dianggarkan oleh Pengprov Malut melalui Dispora. Sudah dua hari bertanding sampai malam, tetapi setiap sampai pukul 21.00, maka lampu mati. Bubarlah pertandingan.
Saat hujan turun dengan deras mewarnai hampir tiap hari membuat jalannya pertandingan tidak mulus seperti rencana. Air bukan hanya tergenang didalam lapangan tetapi mengalir juga ketempat panitia.
Begitu hujan berhenti, rekan rekan petugas baik wasit , ballboys seperti tidak tahu berbuat apa, menunggu perintah agar dikeringkan. Cara mengeringkan lapangan dengan sapu lidi, karena tidak ada alat untuk mengeringkan.
Melihat hal seperti ini, August Ferry Raturandang meminta agar dicarikan busa untuk mengeringkan. Karena belum bergerak, August Ferry Raturandang ambil inisiatip mencari super market yang dekat lapangan yaitu Ternate Mall. Kurang lengkap penjualan alat alat mengeringkan lapangan, terpaksa beli saja yang ada yaitu keset kaki dari kain.
Minimnya pengalaman bagi wasit wasit Ternate, membuat bagi yang sering ikuti turnamen nasional maupun internasional merasa janggal cara ucapan wasit wasit dalam memimpin pertandingan. Contohnya jika bola servis salah maupun keluar lapangan disebutnya outside, begitu juga jika servis kedua salah disebutnya double fault seharusnya cukup sebutkan salah (fault).
Begitu pula jika wasit salah dalam menyebutkan angka, maka keluarlah kata MAAF, seharusnya cukup dengan correction (koreksi) saja.
Disaat pertandingan pelatih Papua memprotes Referee karena saat petenis Papau unggul 6-5 maka sudah dianggap selesai set tersebut, seharusnya berbeda 2 menjadi 7-5.
Minimnya pengetahuan pertenisan sangat terasa didaerah daerah, disamping belum berpengalaman, di POPWIL V sering setiap daerah tidak berkoordinasi dengan Pelti setempat sehingga yang dikirimkan pelatih ke POPWIL V adalah Guru sekolah atau pegawai Dispora Provinsi masing masing yang jelas belum mengenal tennis secara keseluruhan baik aturan dan cara cara bermainnya.
Belum lagi Pengurus Provinsi Pelti Maluku Utara yang sudah habis masa tugasnya tahun 2006, sudah waktunya untuk lakukan Musyawarah Provisni Pelti Maluku Utara. Dengan adanya POPWIL V disayangkan Pelti Malut ikut ikutan mendukung apa yang dilakukan oleh koordinator tennis yang ditunjuk Pengprov Pelti dalam POPWIL V.
“Pelti Malut salah memilih koordinator, seharusnya ikut bertanggung jawab dengan pelaksanaan POPWIL V ini.” Ujar August Ferry Raturandang kepada Sekretaris Pelti Malut (demisioner) Asri di lapangan tenis Pengda Pelti Malut.
Belum lagi di Provinsi Maluku Utara setiap tahun selenggarakan Liga Antar PenKot/Kab Pelti. Bisa dibayangkan setiap Pengkota/Kab membawa atlet nasional seperti Prima Simpatiaji, Sunu Wahyu, Hendri Susilo Pramono dll. Hadiahnya berpuluh puluh juta . Ini ladang empuk bagi petenis nasional yang sering ikut turnamen Tarkam.
Di POPWIL V, hanya satu lapangan yang memiliki lampu, dan bisa digunakan karena lampunya masih baru, khusus adanya POPWIL sehingga dianggarkan oleh Pengprov Malut melalui Dispora. Sudah dua hari bertanding sampai malam, tetapi setiap sampai pukul 21.00, maka lampu mati. Bubarlah pertandingan.
Technical Delegate dan Referee bekerja sendiri tanpa petugas meja, hanya dibantu petugas kebersihan.
" Enakkan kerja tidak dibantu tournament desk lainnya. " ujar August Ferry Raturandang kepada Irianto Rompas selaku Referee. Yang penting pertandingan bisa berjalan mulus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar