Jakarta, 14 Agustus 2013. Setelah melihat betapa antusiasnya masyarakat tenis untuk mengirimkan putranya berlatih tenis ke Pulau Jawa, saya sedikit was was juga sebelumnya. Karena sudah beberapa kali saya sampaikan disetiap bincang bincang dengan orangtua petenis disaat ikuti turnamen tenis, untuk bersiap siap kecewa saja. Karena saya melihat sudah banyak pengorbanan diberikan orangtua untuk peningkatan prestasi anaknya.
Sebenarnya saya hanya bisa memantau dari luar terhadap kegagalan putra putri tercinta ini , datang dari jauh apalagi dari luar pulau Jawa rela melepas putra putrinya merantau ke pelatih kondang di pulau Jawa ini.
Semuanya berhasil meningkatkan prestasinya dibandingkan sebelumnya. Tetapi kenapa banyak yang gagal. Sebenarnya tidak gagal dibandingkan dengan prestasi sebelumnya. Hanya rekan lainnya lebih pesat prestasinya, Ini bedanya saja.
Keinginan besar tetapi tidak didukung kemampuan sepadan. Bukan hanya kemampuan finansial tetapi juga suka dilupakan kemampuan putra putrinya sendiri. Kita harus akui kalau semua orangtua selalu mengatakan putra putrinya itu berpotensi karena dilihat dari kacamatanya sendiri. Saya kadang kala waktu mendengar keluhan orangtua sedikit tersenyum ketika menyadari setelah melihat langsung permainan putra/putrinya tersebut. Dari cara bermain saya rasa bisa mengetahui secara pintas (maybe right maybe wrong) kalau anak ini bisa melejit atau tidak apalagi kalau melihat peranan orangtuanya sendiri kayak apa.
Meningkatkan prestasi tenis bisa kita ibaratkan dengan pendidikan formal yang jadi kewajiban orangtua. Sejak dari Taman Kanak Kanak sampai Universitas maka gurunya so pasti berbeda. Hal ini sama dengan pelatiahn tenis. Ini suka tidak disadari. Begitu juga kalau kita lihat didunia pendidkan ada Sekolah Negeri dan Sekolah Swasta yang bisa sama prestasinya tapi ada juga beda prestasinya. Tentunya setiap pelatih punya harga jual tersnfiri sehinga ada yang dikatakan mahal dan murah.
Bagaimana dengan orangtua yang kemapuan finansial terbatas, maka akan alami kesulitan. Tetapi hal ini bisa diatasi dengan menunjukkan prestasinya dulu baru bisa mendapatkan " sponsor " baik dari masyarakat lainnya atau pemerintah setempat. Jadi jangan dulu bisa mengharapkan ada sponsor jika tidak berprestasi. Kadang kala saya mau ketawa ketika diberitahu oatngtuanya kalau anaknya sangat potesial ketika dikatakan kalau prestasi anaknya sudah juara III yag sebenarnya dimata saya itu bukan JUARA. Yang harus dicari adalah JUARA atau dikenal salah yaitu Juara 1. Karena dunia tenis tidak mengenal Juara 1 atau Juara 2 dstnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar