Jakarta, 20 November 2010. Beberapa hari lalu saya kedatangan tamu dari luar kota yaitu dari luar pulau Jawa. Sebenarnya kedatangannya tidak istimewa karena beberapa bulan ini saya sudah ketmu juga di Jakarta.
Yang istimewa adalah tamu tersebut minta bantuan saya untuk buat surat rekomendasi PP Pelti. Ini yang membuat saya kurang sepaham
Ini ada kaitannya dengan pelaksanaan Pekan Olahraga Provinsi (PORPROV) atau dulu dikenal dengan PORDA.
Selama ini pengamatan saya paling sering pelaksanaan PORDA ataupun PORPROV diluar pulau Jawa menggunakan petenis dari Jawa ini, sehingga terlihat didaerah tenisnya tidak akan maju maju. Ini menurut pengamatan saya.
"Inilah dia, atlet diminta sportif, tetapi yg tidak sportif justru pembiannya. Ini contohnya."
Begitulah gumam saya sendiri. Ditunjukkannya surat perpindahan atlet dari Jawa Tengah kedaerahnya yang sudah mendapatkan restu dari Pengprov Pelti Jawa Tengah.
Sayapun langsung sampaikan kalau ada edaran dari Sekjen PP Pelti bahwa setiap Pengurus Pelti Pusat dilarang terlibat perpindahan atlet apalagi jual beli atlet.
Rupanya ketentuan yang dibuat KONI Provinsi ada klausul menyatakan perpindahan atlet harus mendapatkan rekomendasi PP Pelti. Waduh, ini dia salahnya. Karena yang mempunyai event tersebut adalah KONI Provinsi.
Sayapun dihubungi juga dengan Sekretaris Umum KONI Provinsi tersebut yang kebetulan saya kenal baik juga. Tetap saya kemukakan alasan tidak keluarkan rekomendasi tersebut.
Saya sendiri melihat kebiasaan seperti ini dengan dalih agar kepentingan atlet diutamakan, tetapi sebenarnya saya melihat kepentingan UANG yang dinomor satukan. Karena bagi pelatih yang bisa mendapatkan atlet dari luar kotanya dan atletnya sendiri tertarik karena ada FULUS nya sebagai alasan utama.
Belum lama ini ada kejadian di POPWIL I di Bangka Belitung, ada pemain dari Semarang dimasukkan sebagai wakil dari Sumatra Utara.edangkan atlet putri ini sudah pernah ikuti POPWIL di Semarang bulan Juli 2010. Jadi bisa dibayangkan mau ikut 2 daerah dalam setahun. Yang saya anggap aneh dan lucu atau lebih tepat "bodoh" adalah ofisial yang menggunakannya. Akibatnya dicoret dan idak bisa main. Yang rugi adalah Diknas/Dispora Sumatra Utara yang sudah keluar uang tiket dari Semarang ke Banga Belitung. So pasti ada jutaan rupiah yang sudah keluar tapi tidak bisa bertanding.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar