Jakarta, 17 April 2010. "Kualitas atau kuantitas". Ini suatu pilihan yang sering dilontarkan kepada pembina tenis. Dan tentunya akan banyak atau berbagai pendapat. Sedangkan saya sendiri dari dulu masih mengangap Kuantitas lebih dulu diperlukan di pertenisan Indonsia. Kenapa begitu ?
Saya selama ini masih melihat kuantitas saja masih belum banyak dipenuhi, sehingga sulit mendapatkan kualitas. Pendapat saya ini bukan baru sekarang, karena sudah saya lakukan dari tahun 1988 disaat saya memegang jabatan Manajer Program Pertandingan di PB Pelti. Pendapat saya itu pernah ditentang oleh rekan di PB Pelti saat itu, sehingga timbul ketidaksenangannya kepada saya. Itu masa lalu.
Bisa dibayangkan saat itu jumlah TDP di Indonesia baru mencapai 25 sudah termasuk Davis Cup, artinya sekitar 20 TDP saja di Indonesia, kemudian bisa saya kembangkan menjadi 40 TDP disebar di 16 Pengda Pelti dari 25 Pengda. Setelah itu saya keluar dari PB Pelti. Kalau dibandingkan dengan th 2009 sudah mencapai angka 60 TDP tetapi masih belum merata, artinya masih banyak berkumpulnya di Pulau Jawa saja, dan baru 15-16 Pengda Pelti dari 33 Pengprov Pelti.Ini berati belum merata.
Begitu sekarang saya memasuki beberapa Provinsi yang belum pernah saya kunjungi, saya melihat animo petenis yunior khususnya di kelompok 10 tahun,12 tahun dan 14 tahun cukup besar. Artinya mereka ini masih butuh frekuensi turnamen diperbanyak, karena selama ini turnamen khusus untuk kelompok umur ini sangat minim sekali diwilayahnya sendiri. Kalau tidak ada perhatian bibit seperti ini akan menghilang secara alamiah. Sayang sekali kalau sampai terjadi demikian. Saya cukup bersyukur di provinsi yang saya baru adakan turnamen RemajaTenis mulai tertarik selenggarakan sebanyak mungkin turnamen. Provinsi NTB sudah mulai merintisnya, sudah ada 2 TDP Nasional kelompok yunior (RemajaTenis) dan mudah mudahan bisa 3 TDP ditahun 2010, kemudian Sulawesi Tengah juga baru satu kali sebagai tuan rumah TDP Nasional RemajTenis, tetapi mudah mudahan beberapa bulan lagi akan hadir TDP Nasional dikota Palu. Sekarang saya masih menunggu kota Medan yang sudah sekali sebagai tuan rumah RemajaTenis. Sebaiknya dikota Medan minimal ada 2 TDP nasional, karena memiliki sarana dan prasarana memadai. Bisa dibayangkan salah satu kota diluar JAKARTA memilki 9 lapangan outdoor dan 2 lapangan indoor dalam satu lokasi. Kota mana yang bisa menyaingi Medan kecuali Jakarta dan Solo. Bisa dilihat Bandung, Surabaya, Semarang, D.I.Y masih kalah dengan Medan. Kota Solo sebenarnya cukup potensial sekali hanya yang menjadi pertanyaan saya adalah pandangan salah satu petinggi di Pelti setempat masih belum satu visi dengan saya, sehingga saya mencoba mengalihkan pikiran kekota lainnya, bukan berarti Solo akan dilupakan, karena saya akan tetap konsentrasi di Solo nantinya.
Hal yang sama saya perlakukan dengan turnamen RemajaTenis yang saya prakarsai mengantisipasi kebutuhan turnamen bagi atlet tenis khususnya yunior. Bisakah RemajaTenis ditingkatkan kualitasnya. Jawabannya tentunya bisa sekali.
Kualitas apa yang akan dilakukan. Ada pendapat kualitas pesertanya yang harus ditingkatkan sehingga kategori turnamen akan naik. Banyak cara dilakukan untuk meningkatkan kualitas dengan menarik petenis berkualitas. Sehingga lebih mudah mendapatkan sponsor yang bisa mengatasi kebutuhan klasik yaitu dana. Contohnya dengan memberikan hadiah-hadiah yang menarik. So pasti akan menarik perhatian bagi petenis berkualitas. Tetapi sebenarnya ini salah satu strategi marketing untuk menarik perhatian peserta. Tetapi dalam hal ini seperti dari dulu sejak saya perkenalkan Persami kemudian turnamen yunior lainnya, bagi saya hadiah bukanlah cara yang mendidik diberikan kepada peserta. Tetapi bisa saja pendapat saya tidak sepaham dengan rekan lainnya. Saya harus konsisten, karena tujuannya buat turnamen untuk memenuhi kebutuhan atlet, juga ada unsur pendidikan.
Tetapi ada satu hal yang akan saya lakukan adalah membenahi manajemen turnamennya, buka berikan iming iming hadiah. Sedangkan turnamen RemajaTenis itu bisa berjalan tanpa sponsor. Ini satu pembuktian yang sudah saya laksanakan, tetapi ada konsukuensi lainnya adalah saya dibuat tidak tenang alias saya harus berkorban waktu dan pikiran agar turnamen tidak membuat saya rugi besar. Yang bisa berakibat saya berhenti selenggarakan Turnamen. Alias kapok. Masalah rugi waktu dan pikiran bukan masalah.
Selama ini saya melihat banyak kelemahan didalam pelaksanaan RemajaTenis. Saya sudah 3 kali membatalkan pelaksanaannya karena minimnya peserta. Ini terjadi di tahun 2009 disaat pertama kali menggelar RemajaTenis. Dua kali di Jakarta dan sekali di Pekanbaru Riau. Tetapi alasan di Pekanbaru sudah tidak bisa diatasi karena saat penutupan pendaftaran ternyata hanya 5 peserta saja. Ini akibat tidak dibantu penyebaran informasi ke masayarakat tenis di Riau oleh rekan saya di Pekanbaru dimana sebelumnya sudah berjanji mau melakukannya. Akibatnya muncul ketidak percayaan masyarakat keberadan RemajaTenis, yang dikenal tidak pasti.
Tahun 2010, saya belum pernah membatalkan karena minimnya peserta, karena saya menjaga citra RemajaTenis. Konsukuensinya kerugian finansial sudah terjadi. Kalau pembatalan di Solo ( 2-4 April_) karena saat itu saya terima permintaan dari Semarang dimana rekan rekan ingin selenggarakan TDP dikota Semarang. Keinginan itu disampaikan bukan kepada saya tetapi disampaikan ke rekan di PP Pelti, Ketua Bidang Pertandingan. Sehingga sayapun tawarkan untuk mengalah. Banyak keluhan dari masyarakat tenis di Jawa Tengah dan DIY dilontarkan kepada saya tetapi saya bisa salurkan ke Semarang agar bisa ikuti turnamen tenis nasional lainnya. Sedangkan RemajaTenis di Banjarmasin yang semula tanggal 13-16 Mei 2010 diundur sesuai permintaan tuan rumah karena saat itu adalah minggu tenang dari Pilgub Kalsel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar