Jakarta, 14 April 2010. Hari ini saya kedatangan tamu keponakan sendiri yang membawa suatu pertanyaan yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Pertanyaan ini ada kaitan dengan dunia tenis atau sudah lazim dilakukan didunia pertenisan profesional.
Andrean Raturandang yang baru kena musibah patah kaki akibat bermain sepak bola, datang sudah tanpa menggunakan tongkat tetapi masih jalan pincang, menanyakan apakah aturan yang digunakan oleh ATP-Tour juga diterapkan di Indonesia, yaitu mengenai Peringkat Nasional. Saat ini Andrean Raturandang masih mempunyai peringkat nasional ke 6, berarti masih termasuk diperhitungkan disetiap turnamen nasional.
Di dunia pertenisan internasional, ada pemain yang cidera panjang bisa sampai 6 bulan tidak bisa bertanding dan dalam perawatan penyembuhannya, maka saat dia akan bertanding lagi maka peringkat yang digunakan (saat peringkatnya itu biasanya anjlog jauh)adalah peringkat terakhir sewaktu cidera. Tetapi peringkat ini hanya berlaku untuk turnamen awal saja, karena begitu ikut turnamen berikutnya maka akan digunakan peringkat yang berlaku saat itu juga.
Masalah yang satu ini di Indonesia peraturan PNP yang baru dirubah tidak disebutkan masalah tersebut. Tetapi kalau aturan ATP-Tour maupun WTA-Tour yang saya ketahui tidak dicantumkan secara tertulis masalah ini, berarti ini suatu kebijaksanaan saja dari ATP-Tour maupun WTA-Tour.
Andaikan demikian masih terbuka peluangnya kebijakan seperti ini bisa juga diterapkan di Indonesia. Tetapi bagi saya, apakah Andrean masih mungkin bertanding tenis melihat kondisi kakinya seperti itu.
"Sebaiknya kamu konsentrasi jadi pelatih saja daripada jadi pemain." ujar saya sebagai nasehat baginya yang masih tetap ingin berkontribusi dipertenisan Indonesia. Masih banyak jalan menurut saya dengan kualifikasi yang dimilikinya, yaitu jadi pelatih , manajer tim tenis baik Davis Cup atau SEA Games dll. Semoga saja bisa terealiser keinginannya tersebut.
Melihat nasib Andrean saya sempat cerita kalau dulu ayah saya Jootje Albert Raturandang (alm) pemain sepak bola diwaktu muda, pernah melarang anaknya Alfred Raturandang main sepak bola dan tidak akan membelikan sepatu sepak bola. Tetapi sejak dia mengenal tenis maka kenangan sebagai pemain ataupun pecinta sepak bola bisa dihapuskan dengan cara tidak mau menonton baik langsung ataupun tidak langsung (TV) pertandingan sepakbola. Tapi sejak pelatih sepakbola Opa Mangindaan (alm) datang membawa tim PSSI ke Ampenan(Lombok) puluhan tahun silam, dia mau datang ke stadion sepakbola Ampenan untuk bertemu dengan temannya (Opa Mangindaan). Itu pertama kali mau menginjak stadion sepak bola.
Sedangkan Alfred Raturandang , ayah dari Andrean pernah ditarik masuk TC PSSI di Salatiga , ditolak oleh ayah saya. Sekarang justru cucunya bermain bola. Kena deh !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar