Jakarta, 12 April 2010. Ada yang belum tahu alasan saya sampai bersemangat meneruskan gagasan turnamen yunior RemajaTenis ditahun 2010. Saya sepertinya mempunyai semangat berlebihan tanpa melihat kondisi fisik sendiri yang sudah uzur.
Apalagi setelah melihat sendiri kondisi pertenisan dikabupaten kabupaten ataupun kotamadya diluar pulau Jawa, semangat makin menggila karena responsnya cukup besar dan tidak kalah lagi karena mereka sangat mengharapkan keberadaan turnamen didaerahnya masing masing. Menyadari kalau keberadaan turnamen didaerahnya akan menekan beaya dari masing masing peserta dibandingkan harus keluar daerahnya yang selain makan beaya besar juga makan banyak tenaga yang harus keluar mengikuti perjalanannya yang cukup panjang. Berarti manfaatnya RemajaTenis didaerah daerah cukup berarti bagi petenis yunior maupun orangtua dan pelatihnya.
Awalnya saya sedikit iseng selenggarakan RemajaTenis ini karena belum tahu betul kalau akan mendapatkan respons cukup baik. Keisengan ini ada dasarnya karena akibat perbuatan rekan lainnya membuat saya sedikit panas untuk menunjukkan kemampuan saya selenggarakan turnamen sendiri. Padahal kemampuan buat turnamen nasional maupun internasional sudah pernah saya laksanakan sendiri beberapa puluh tahun silam tetapi ini turnamen kelompok umum bukan kelompok yunior yang lebih sulit dalam melaksanakannya. Ini sudah saya pelajari tingkat kesulitan sebagai penyelenggara turnamen yunior lebih besar dari pada kelompok umum.
kritika sudah merupakan langganan setiap kegiatan, tetapi serangan ataupun protes lebih banyak muncul dari turnamen kelompok yunior. Dan saya sempat juga naik darah tetapi saya masih bisa meredamnya.
Di tahun 2010 ini saya pernah berbincang bincang dengan rekan saya juga (bukan duduk dikepengurusan Pelti), dan mendapatkan respons yang bikin saya marah. " Lo bukan Ponco Sutowo, lo bukan orang kaya , ngapain bikin turnamen." begitulah ucapan yang saya terima dari rekan satu ini yang punya kedudukan lebih baik dari saya. Mendengar ucapan tersebut bukannya saya mundur, tetapi justru bangkitkan semangat saya sebagai bentuk kemarahan saya atas hinaan tersebut. Inilah kehidupa didunia olahraga yang selama ini saya geluti.
Yang lebih menghibur diri saya justru sambutan dari masyarakat tenis khususnya orangtua maupun pelatih atas sepak terjang saya. Banyak pihak yang sangat berterima kasih sekali, ini yang membuat saya terharu dan menambah bensin semangat saya.
Kemudian saya teringat akan salah satu SMS yang saya terima sewaktu saya berada di Surabaya. Oleh salah satu rekan yang duduk dikepengurusan Pelti di daerah. Saya belum pernah kenal sama rekan satu ini tetapi sering berkomunikasi dengan email maupun SMS. Sewaktu saya mengirimkan SMS menyampaikan akan ada TDP baru didaerah tersebut, dapat balasannya adalah " Saya sudah muak dengan sepak terjang AFR."
Dia tidak tahu kalau nomer tersebut nomer saya karena saya gunakan nomer Flexi bukannya Indiosat seperti yang sering saya gunakan.
Sewaktu bertemu di Jakarta, saya bersikap biasa saja bahkan sering bercanda dengannya tanpa disadarinya atas SMS tersebut. Dan teman tema yang sudah pernah mendengar cerita saya menambah bumbu bumbu cerita kepadanya.
Setelah menyadari akan kebutuhan atlet didaerah maka timbul gagasan saya selain adakan RemajaTenis sebaiknya diselingi pula dengan acara lain, seperti coaching clinic ataupun pengenalan tenis melalui Play and Stay in Tennis. Di Palu diselingi dengan program Play and Stay in Tennis, sedangkan di Sumbawa diadakan coaching clinic bersama pelatih nasional.
Tetapi ada juga yang perlu dilakukan adalah acara seminar ataupun diskusi dengan orangtua, pelatih maupun pengurus Pelti setempat. Saya pernah lontarkan hal ini di Sumbawa tetapi karena kesibukannya sehingga terlupakan. Ini juga perlu sekalian sosialisasi permasalahan tenis secara keseluruhannya. Siapa tahu ada yang mau jadi sponsornya sehingga kegiatan ini bisa berjalan dengan meriah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar