Jakarta,3 Desember 2009. Berdasarkan kasus yang dilaporkan ke PP Pelti oleh orangtua peserta, cukup menarik perlu diangkat dalam pembicaraan hari ini sehingga semua pihak bisa mengetahui permasalahan sebenarnya.
Kasusnya adalah pertandingan sedang berlangsung dengan menggunakan lampu. Ternyata lampunya kurang terang sehingga petenisnya mundur.
Saya mau menyampaikan apa saja yang sudah dan harus dilakukan jika disuatu turnamen ternyata lampu lapangan tidak layak digunakan. Walaupun oleh Referee dipaksakan untuk bertanding sedangkan penerangan tidak memadai, maka atlet berhak menolak bertanding setelah mencobanya dulu, bukan dengan cara langsung mengundurkan diri begitu saja.
Dan seharusnya Referee juga mengetahui persyaratan sebenarnya sehingga bisa menerima permintaan atletnya. Kalau saya melihat kasus di Surabaya ini penyelenggara terbentur dengan masalah kurangnya lapangan maupun turunnya hujan sehingga pertandingan dilanjutkan dimalam hari sedangkan penerangan yang dimilikinya sangat minim.
Saya melihat seluruh turnamen nasional yunior itu sangat sulit pelaksanaannya karena terbentur dengan sarana yang dimilikinya. Minimnya lapangan dalam satu lokasi sedangkan jenis pertandingannya tetap banyak. Coba kita teliti jumlah lapangan yang miliki. Bandung ada lapangan Taman maluku ( 4 lap), Siliwangi ( 4 inddor dan 4 outdoor) lap Caringin ( 6 lap outdoor), Surabaya Brawijaya( 8 lap), Medan Kb Bunga( 10 lap), Balikpapan (8 lap), Samarinda (7 lap). Hanya Jakarta yang memiliki 10-20 lapangan dalam satu lokasi seperti Gelora Bung Karno dan Kemayoran.
Akibatnya , penyelenggara harus menggunakan 2-4 bahkan 6 lokasi yang berbeda dan ada kemungkinan jarak antar lokasi cukup jauh juga. Ini masalahnya. Dan kelihatan tidak ada upaya untuk meminimalkan lokasi dengan memanfaatkan sistem kerjanya, tetapi suka melupakan tingkat kesulitan peserta makin tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar