Jakarta, 6 November 2013. Beberapa tahun lalu semasa masih aktif dikepengurusan induk organisasi saya sempat disbukkan dengan kasus catut umur. Kali ini disela sela turnamen ATF 14 U saya sempat juga mendengar kecurigaan dari mantan pelatih Sulistyono menyampaikan (bukan protes) beberapa keganjilan yang dilihat sebagai pelatih dan juga eks pemain.
"Om coba dilihat petenis satu ini ( MHA). Sama2 sebagai mantan atlet kalau lihat postur tubuh seperti ini apakah masih 14 tahun?" ini pertanyaan bagus juga. Dan sayapun hanya tanggapi akan meminta Akte Kelahirannya.
Kebetulan saya ketemu dengan orangtuanya yang datang kepada saya mengeluh masalah ketidak puasannya terhadap salah satu orangtua petenis yang sama sama dari Sulawesi Utara. Kedua orangtua ini pendatang baru ke Jakarta.. " Kalau mau bakalai (berkelahi) jangan disini saya usir kalian. Jangan bikin mao (malu) .Bakalai dilapangan luar sana " ujar saya ketus karena belum kenal.
Sayapun minta Akte Kelahiran putranya untuk membuat Kartu Tanda Anggota Pelti (KTA Pelti) lazimnya kalau ikut turnamen tenis diakui Pelti. Dijjawab ada dirumah ntar diambil. Lega juga berarti ada akte kelahirannya.
Tetapi beberapa jam kemudian saya diberikan satu berkas cukup tebal yang seperti yng saya minta. Ternyata yang diberikan itu adalah Kartu keluarga, surat sekolah dan ijazahnya dan lain lain. Sayapun bertanya mana Akte Kelahirannya. Dijawab tidak ada alias hilang karena sewaktu itu pindah dari Manado ke Luwuk. Nah, ini dia akal akalannya. Sayapun teringat tahun 2006 lalu juga beginilah cara orangtua mau mengelabui saya. Marahlah saya yang sudah lama tidak pernah marah. Didepan pelatih yang mengantarnya dengan berbagai cara mau membujuk saya. "E yang saya minta baju tapi kok dikasi celana?" Konyol juga , orangtuanyapun minta minta maaf tetapi saya sadar kalau ini hanya kemunafikannya terhadap saya. Langsung kesempatan saya marah dengan gaya bahasa daerahnya sehingga terbuka matanya kalau saya ini serius sekali. " Kamu punya ontak (otak) tidak, sebagai orangtua tidak siapkan akte kelahiran. Emangnya yang keluarkan akte kelahiran itu guru sekolah . Untuk masa depan anak, kalo mo kaweng perlu akte kelahiran. Saya tidak minta kartu keluarga atauapun surat rapor sekolah . Yang saya minta hanya akte kelahiran biar cuma foto copy. Ada sekolah kah nyandak ngana" Saya kuatir karena merasa satu daerah langsung mau menggampangkan semuanya. lansung saya minta cari sekarang juga tidak ada alasan untuk tidak dapat biar diujung dunia jaman sekarang bisa. Telpon orang dirumah suruh cari kemudian fax ke Jakarta." ujar saya.
Dia tidak tahu kalau saya pernah diberitahu orangtua dari salah satu daerah di Jawa yang terkenal dengan paling banyak kasus catut umur kalau orangtua punya 2 buku rapor sekolah. Jadi masih mungkin pemalsuan buku rapor.
Apalagi semua dilaminating ,mana mungkin bisa ketahui kalau itu asli. Ya, gitulah akal akalan orangtua. Apa yangdicari sih.
"Saya paling marah kalo yang berbuat itu asal dari Manado. Beking malo samua ngoni. Harusnya beri contoh yang baik bukan tiru yang jelek. "
Sayapun punya feeling ini pasti gak benar. Tapi hanya akte kelahiran yang bisa buktikan, kecuali besok diberikan akte kelahiran yang palsu apalagi cuma foto copy yang dikirim dengan fax.
Langsung saya minta usahakan sekarang juga, jangan pura pura manis didepan saya.
Saya teringat sewaktu lalu menemukan satu petenis yunior dari Manado (RS) dan langsung orangtuanya saya cuci juga. Sekarang petenis tersebut hilang dari peredaran tenis nasional, sama juga dengan yang lain ketika saya ungkapkan kasus seperti ini ada 37 petenis yunior
Tidak ada komentar:
Posting Komentar