Jakarta, 17 Juli 2013. Ada pertanyaan datang kepada saya datang dari rekan Pengda Pelti didaerah daerah. Masalahnya mereka sedang mempersiapkan diri mnghadapi Pekan Olahraga Provinsi (PORPROV). Saya perlu menjelaskan masalah PORPROV maupun PON sebagai ajang lebih besat dimana peranan PELTI Daerah.
Intinya kedua kegiatan tersebut milik dari KONI Daerah atau JONI Pusat, bukan milik induk organisasi cabang olahraga anggota KONI.. Jadi yang buat aturan atau ketentuan pertandingan adalah kedua badan tersebut. Dimana peranan dari cabang olahraga. Peranan induk organisasi adalah mengatur ketentuan pertandingan.
Perlu diketahui didunia tenis dikenal ada 2 peraturan tenis yaitu Rules of Tennis dan Tournament Regulations. Setiap turnamen wajib menggunakan Rules of Tennis, tetapi setiap turnamen bisa mempunyai tournament regulations yang berbeda. Apa yang beda dalam Tournament Regulations tersebut. Yaitu masalah persyaratan peserta maupun usia peserta kemudian masalah sistem pertandingannya. Dan juga masalah pakaian peserta bisa diatur didalamnya. Contoh masalah pakaian bisa kita lihat di Grandslam WIMBLEDON, itu wajib peserta menggunakan pakaian WARNA PUTIH. Apakah ada pemain di Wimbledon menggunakan pakaian BERWARNA selain PUTIH? Tidak pernah. Jadi kalau mau pakai warna lain maka tidak diperkenankan ikut. Sebagai contoh sewaktu Andre Agasi menolak ikut main di Wimbledon karena tidak mau pakai baju putih. Tetapi dia boikot tidak lama kemudian akhirnya dia mau ikut dengan pakaian warna putih.. Dampaknya penjualan pakaian NIKE warna putih laku keras. Ini strategi marketing NIKE saja.
Setiap kegiatan PORDA atau PORPROV istilah sekarang selalu muncul ketidak puasan masalah persyaratan peserta. Masalahnya semua menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dikenal gampang dibuat. Sedangkan aturan mutasi hanya ada di PON saja.
Saya pernah ditanya oleh salah satu petinggi Pelti sekarang. " Apakah bisa diputuskan ketentuan usia di pengurus sendiri."? Saya hanya sampaikan bagaimana sejarah munculnya pembatasan usia PON XVIII Riau. Waktu itu KONI Pusat berdasarkan hasil Rakernas KONI, meminta agar setiap cabang olahraga melakukan pembatasan usia demi kemajuan olahraga sendiri . Rapat PP Pelti saat itu ada 2 opsi untuk dibawa ke Rakernas Pelti di Jakarta. Ada 2 pilihan disampaikan oleh PP Pelti kepada peserta Rakernas yang metupakan utusan dari Pengprov Pelti saat itu. Yaitu usia 21 tahun dan 23 tahun. Ketua Umum PP Pelti Martina Widjaja mengusulkan 23 tahun. Dalam Rakernas dibagi 3 komisi yaitu Komisi A, B dan C. Saya kebetulan di komisi C memperkuat bidang pertandingan. Kalau tidak salah Komisi B dimana Ketua Umum berada meyetujui permintaan Ketua Umum PP Pelti batas usia 23 tahun. Sedangkan komisi A memilih 21 tahun. Presentasi terakhir komisi C yang menyetujui 21 tahun. Nah akhirnya ini keputusan Rakernas dan diteruskan ke KONI Pusat. Ketika saya ditanya begitu saya menjawab berdasarkan keputusan Rakernas bukan keputusan rapat Pengurus Pusat Pelti,
Menjawab pertanyaan rekan Pengda Pelti, soal ketentuan usia saya cuma sampaikan jikalau belum ada perubahan ketentuan dari KONI maka masih berlaku ketentuan lama yaitu usia 21 tahun disaat PON berlangsung. Tapi sebaiknay pertanyaan ini ditanya langsung ke KONI Daerah atau ke PB Pelti. Jawabannya adalah sudah ditanya ke PB Pelti dapat jawaban belum ada petunjuk.
Petunjuk lagi, sedangkan Rakernas belum dilaksanakan setelah dilantik pengurus baru, tunggu saja karena hasil MUNAS Pelti 2012, Rakernas Pelti dilakuan setiap tahun, kalau sebelumnya 2 tahun sekali. Tetapi memang lebih baik setiap tahun dengan konsukuensi beaya saja.
Memang ada wacana waktu itu akan ada PON Remaja, sehingga muncul asumsi untuk PON mendatang tidak ada pembatasan usia. Tapi apakah sudah final karena wacana muncul waktu itu saat Ketua Umum KONI Pusat adalah Rita Subowo sedangkan sekarang Ketua Umum KONI Pusat adalah Tono Suratman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar