Jakarta, 10 April 2012. Berita baru terhadap diri saya yang ingin dibunuh oleh salah satu "pelatih" terungkap setelah saya berbincang bincang dengan salah satu pendatang baru di pertenisan Indonesia. Rekan saya ini mengatakan sangat kaget juga atas perilaku teman teman di tenis yang ternyata bermuka dua terhadap diri saya. Sayapun tidaklah heran jika dalam kehidupan tenis Indonesia ada yang like and dislike terhadap diri saya. Kemungkinan ini terjadi akibat kedudukan saya di induk organisasi tenis dibandingkan pribadi saya sendiri. Karena banyak yang kenal saya setelah saya dukduk dalam kepngerusan Pelti ini.
Rekan saya ini cerita kalau dalam kepengurusan tenis ini ada yang bermuka dua, atau dikatakan sebagai Dorna dipewayangan. Didepan saya cukup manis tetapi begitu dibelakang saya justru menghina saya.
Rekan saya ini diajaklah ke Plasa Senayan untuk diperkenalkan dengan teman2 yang musuh saya , begitulah istilah yang diberikan kepadanya. Kumpulan ini terdiri dari anggota pengurus Pelti juga dan pelatih maupun orangtua petenis sedng ngobrol ngobrol atau ngopi istilahnya.
Tiba tiba ada salah satu "pelatih" yang nyeletuk kepadanya disaat itu. " Kalau saya ketemu AFR akan saya bunuh." ujarnya dengan muka yang tidak simpatik walaupun dalam keadaan normal sekalipun. Ketika saya tanya kenapa demikian.Karena rekan saya ini tidak tahu permasalahannya hanya katakan dikaitkan dengan anaknya atau putrinya petenis yang tidak diterima. Sayapun katakan itu karena putrinya tidak diterima dalam seleksi nasional yunior KU 14 tahun diawal tahun 2012 ini.Karena yang diundang adalah 8 atlit saja. Padahal penanggung jawab seleknas bukan saya tetapi rekan saya Christian Budiman, saya hanya kena getahnya. Kemungkinan "pelatih" tersebut mau tunjukkan keberpihakannya kepada sekumpulan orang yang hadir (mungkin yg antipati kepada saya) dalam pertemuan di Plasa Senayan tersebut.
Setelah ungkapan tersebut saya suka ketemu yang bersangkutan di turnamen turnamen di Kemayoran (Sirkuit Tenis Nasional) tetapi memang tidak saya tegur walaupun disampingnya ada rekan yang saya kenal, karena sebelumnya saya tidak simpatik kepadanya. Itu lebih enteng bagi saya berlagak tidak kenal daripada beri hati seolah olah saya perlu kepadanya. Kenapa saya tidak simpatik kepadanya karena pernah adik saya pelatih juga Alfred Henry Raturandang bercerita tentang "pelatih" yang berasal dari Jawa Timur (Kediri?) tersebut kalau Alfred disebutnya bukan pelatih. Ini jeruk makan jeruk namanya. Padahal Alfred itu ITF Tutor resmi.
Kemudian saya ceritakan masalahnya sehingga dia berkeinginan membunuh saya. Kronologis ceritanya adalah sewaktu putrinya hanya masuk dalam kategori cadangan maka datanglah dia ke sekretariat PP Pelti berbicara dengan rekan penanggung jawab seleknas. Saya dari jauh hanya mendengar coleteh-coletehnya. Salah satu yang saya dengar adalah dia akan berkoar koar ke media massa kalau anaknya tidak dipangil ke seleknas. Dalam hati saya kelas piro sih anaknya.
Kemudian saya undang masuk ke ruang rapat daripada berbicara keras dengan rekan saya Christian karena akan menggangu karyawan sekretariat Pelti.
Sewaktu di ruang rapat saya langsung sampaikan apa masalahnya dan saya hanya mendengar didampingi rekan saya Christian. Dia protes katakan kalau anaknya lebih kuat dibandngkan yang diundang lainnya. Diungkapkannya kalau anaknya diturnamen turnamen suka kalahkan lawannya. Tapi karena datanya hanya berupa ungkapan dari mulutnya sayapun hanya tersenyum melihat ulah yang tidak rasional karena emosi belaka. "Anda sebaiknya tidak usah emosi, karena kalau emosi pikiran sehat anda hilang." ujar saya menasehatinya karena saya lihat ini seorang pensionan juga tapi saya yakin saya lebih tua darinya. Waktu itu saya tanyakan prestasi anaknya ditahun 2011. Dia katakan anaknya itu sudah ikut di KU 16 tahun untuk meingkatkan prestasinya sehingga peringkat KU 14 tahunnya melorot. Disebutkannya kalau anaknya hanya Juara 3 Ganda di FIKS Bandung. Tenis tidak mengenal JUARA 3 karena JUARA hanya 1 saja. Sayapun dalam hati ketawa, bukan juara sudah katakan hebat dan cuma di ganda sedangkan di Tunggal dia tidak ngomong. Untuk tidak bikin malu saya tidak tanya prestasi di Tunggalnya. Jangan2 hanya 1st round loser.
"Saya jamin kalau anak saya diikut sertakan di seleknas akan terpilih 3 besar." ujarnya dengan semangat bukan 45 tapi semangat kampungan menurut saya.
Saya teringat sayapun pernah berjanji atau meyakinkan pendapat saya terhadap orangtua atlit waktu itu dalam seleknas tahun 2010 di Kemayoran. Kejadiannya salah satu atlit putri itu diragukan usianya. Dan sewaktu saya ditunjukkan akte kelahiran yang asli yang sebenarnya ASPAL, saya katakan kalau ankanya lolos seleksi (artinya masuk 3 besar) maka saya katakan potong telor saya. Dan memang benar dihari terakhir saya lihat anak tersebut masuk 4 besar saja alias tidak lolos seleksi.
Coba "pelatih" yang ngoceh ini berani lakukan seperti itu saya bisa tertawa lebar lebar.
Dalam pertemuan tersebut saya katakan Anda buat surat keberatan kepada PP Pelti dengan disertai data lengkap.
Rekan saya waktu itu cukup resah hadapi "pelatih" dan juga orangtua atlet tenis. Saya hanya meyainkan rekan saya ini agar menghadapi masalah pertenisan ini tidak perlu kuatir karena kita semua ini volunteer saja. Saya katakan biarkan saja walaupun sudah buat surat keberatan dan tidak perlu ditanggapi karena feeling kita terhadap prestasi anak tersbut kurang meyakinkan. Sehingga Andrian Raturandang yang mantan petenis nomor stau sempat neyeletuk. "Kalau mau terpilih jadilah nomor satu." Karena anak itu PNPnya diluar 8 besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar