Jakarta, 7 Februari 2011. Ada kejadian lain lagi di pelaksanaan turnamen RemajaTenis di Bandung. Banyak kejadian diturnamen tenis nasional yunior yang tidak diketahui masyarakat tenis. Kenapa saya tahu karena sayalah yang paling sering menerima keluhan keluhan dari masyarakat atas ketidak puasan mereka. Saya sengaja ungkapkan ini bukan berarti membuka kejelekan pelaksana turnamen sendiri. Yang saya angkat ini agar setiap penyelenggara turnamen bisa memperbaiki didalam pelaksanaannya.
Kejadian tersebut dihari terakhir turnamen. Biasanya kejadian terjadi diawal turnamen, tapi kali ini diakhir turnamen.
Orangtua pemain datang kemeja pertandingan minta dimainkan tetapi pemain tersebut di bagan undian yang sudah dipublikasikan tidak main karena dinyatakan kalah. Kok bisa begitu. Ternyata menurut asisten Referee (Parjan) pemain tersebut sewaktu ditanya menjawb tidak mau main. Pemain ini bertanding dibabak konsolasi. Ada kecendrungan pemain malas bertanding dibabak konsolasi. Sedangkan tujuan panitia diadakan babak konsolasi adalah beri kesempatan bertanding bagi yang sudah kalah dibabak pertama.
Menurut asisten Referee dan didampingi Referee menyatakan kalau pemain A dan calon lawannya B sedang berada didepan meja panitia ditanya olehnya. " Kalian mau main apa ngak?" Menurut asisten Referee dijawab tidak. Tapi versi orangtua adalah B bertanya kepada A apakah mau main apa tidak dan dijawab oleh A kepada B adalah tidak. Didepan orangtua tersebut asisten Referee mengatakan dia bertanya kepada mereka berdua. Karena mendapat jawaban tidak maka dianggap keduanya tidak mau bermain, sehingga bagan diundian ditulisnya DEFF, artinya keduanya tidak bertanding. Dan calon lawannya disemifinal konsolasi lolos ke final tanpa tanding. Hal ini sudah diketahui oleh lawannya juga karena sudah dicantumkan dipapan pengumuman pertandingan. Saya hanya mendengar saja, dan ketika orangtua tersebut minta pendapat, sayapun mengatakan maksud panitia kalau bisa semua pemain bermain. Tetapi karena sudah diumumkan maka tergantung kepada lawannya mau apa tidak bertanding. Walaupun ini keputusan salah karena sudah diputuskan oleh Referee. Dan saya hanya kemukakan saja tetapi Referee lah yang memutuskan. Oleh Referee dengan berat hati memanggil lawannya yang sudah menunggu disemifinal konsolasi tersebut. Ternyata pelatihnya menyatakan tidak mau juga. Tetapi orangtua si A masih ngotot juga merasa dirugikan karena sudah menunggu beberapa hari untuk bertanding. Ini orangtua berasal dari luar kota Bandung. Karena status saya disini hanya sebagai penggagas turnamen bukan sebagai direktur turnamen maka saya menempatkan diri diluar lingkaran saja.
Karena orangtua pemain tersebut masih belum puas dan minta tolong saya, maka saya mencoba menghimbau kepada pelatih lawannya tersebut. Ketika ketemu ternyata pelatih tersebut masih tetap tidak mau main. Alasannya panitia harus konsisten saja. Ya, kita juga harus menghormati haknya mereka juga. Si A didepan orangtuanya merasa tidak ditanya oleh asisten Referee tetapi merasa hanya menjawab pertanyaan lawannya si B. Inilah dia masalahnya. Padahal pertanyaan si B karena sebelumnya mereka ditanya oleh asisten Referee didepan keduanya. Keinginan orangtua yang saya dengar adalah kalau mau menyatakan w.o adalah diumumkan masuk kedalam lapangan. Alasan Referee tidak dilakukan karena kedua pemain sudah menyatakan tidak mau main, buat apa harus diumumkan. Begitulah salah satu kejadian kejadian dilapangan selama RemajaTenis di Bandung yang sedang dalam masa pembelajaran juga. Memang ada selentingan yang muncul adalah kenapa belum semua peserta lakukan transfer entry fee bukan bayar dilapangan. Seolah olah menuntut perlakuan yang sama. Ya, namanya merubah sistem lama ke yang baru tentunya butuh waktu. Inilah dia seninya , bagaimana bisa lakukan hal ini. Tetapi suatu saat saya yakin pasti bisa. Sayapun ingat kalau kita lakukan dukungan kepada atlet yang lkagi tanding. " Kamu Pasti Bisa"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar