Jakarta, 3 Desember 2018. Disetiap pelaksanaan turnamen nasional khususnya kelompok yunior, sering terjadi hal hal yang sebenarnya bisa diatasi jika ada kerjasama maupun ketelitian bagi panitia dengan petugas Referee selaku penanggung jawab yang ditunjuk oleh PP Pelti.
Di tahun 2008, ada 2 kasus yang masuk dalam laporan langsung kepada August Ferry Raturandang dari lapangan disaat setelah undian dilakukan oleh Referee. Kedua kasus ini terjadi di kota yang sama, yaitu Bandung.. Koordinasi antara petugas Referee dengan Panitia dibawah komando Direktur Turnamen sehingga tujuan awal melayani petenis sebagai peserta agar tidak dirugikan bisa terealiser dengan baik. Jika hal ini dilakukan dengan baik, maka tidak perlu terjadi peserta yunior sudah merasa mendaftar dengan telah membayar entry fee tetapi namanya tidak ada di draw yang sudah dikeluarkan keesokan harinya. Disini perlu ketelitian bagi seorang Referee, sebelum dilakukan undian sebagai tugas mutlaknya ditempat (referee on site), maka pengecekan nama nama peserta sudah harus dilakukan sendiri.
Kasus pertama yaitu sewaktu turnamen internasional yunior Oneject Indonesia akhir Juni 2008. Ada 4 petenis putra asal Jepang sudah hadir ditempat tetapi tidak ada namanya di draw yang dibuat Referee. Masalahnya adalah keempat petenis tersebut sudah membayar dan ada bukti buktinya,sedangkan ada 4-5 tempat kosong (bye) dibabak kualifikasi tersebut. Kenapa bisa terjadi demikian. Referee merasa tugasnya hanya di persiapan undian yaitu dialkukan sign-in, sedangkan bendahara melalui tugas Direktur Turnamen menerima uang masuk. Banyak pihak terutama petugas Referee merasa tidak perlu atau tidak mau tahu apakah peserta sudah bayar atau belum. Jika hal ini yang terjadi maka menunjukkan tidak ada kerjasama yang baik dengan Panitia dan Referee. Hal ini tidak perlu terjadi, jika Referee mau kerjasama dengan baik. Hal ini sering dilakukan Referee asing yang bertugas di Indonesia. Kerjasama ini selalu ditonjolkan, bukan berarti panpel bisa mengatur tugas Referee.
Kasus pertama ini laporan yang masuk, bendahara panitia setelah waktu sign-in ditutup sempat meminta ke Referee , nama2 peserta yang sudah sign-in. Maksudnya mau cek apa ada yang lolos tidak bayar. Tapi maksud baik ini ditanggapi beda, kemungkinan merasa tugas sign-in tidak bisa dikatitkan dengan pembayaran. Hal ini terungkap karena Referee mengatakan tidak perlu diketahui oleh bendahara nama nama yang sudah sign-in. Disini terpulang keada individunya saja.
Kasus kedua, ternyata diacara pembukaan turnamen FIKS TELKOM yang berlangsung di lapangan tenis Taman Maluku Bandung ada satu petenis yunior Garcia Rangan sudah bayar tetapi tidak lakukan sign-in. Kenapa hal ini bisa terjadi.Sehingga namanya tidak masuk dalam undian sehari sebelumnya. Pertandinganpun sudah mulai dan sedang berlangsung. Sewaktu terima telpon dari orangtua petenis, Agustinus Rangan, August Ferry Raturandang tidak mau mengintervensi kerja referee, hanya menganjurkan kontak Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti Johannes Susanto.
Sebagai perbandingan sewaktu tahun 1991 di Surabaya, waktu itu Green Sands Satellite Circuit yang merupakan turnamen internasional berlangsung dengan ITF Referee David B asal Australia. Sewaktu pertandingan ganda putra sudah berlangsung satu pasang asal Malaysia merasa tidak dipanggil panggil namanya. Langsung dilihat draw yang dipapan pengumuman. Namanya tidak ada, langsung Referee didatangi. Referee hanya bertanya apakah sudah sign-in . Dijawabnya sudah, dan Referee langsung cek kedaftar sign-in ternyata memang ada. Ini kesalahan dipihak Referee bukan pemain. Apa yang dilakukannya adalah, REDRAW. Bahkan yang sudah main dan kalah diulang setelah undian baru dilaksanakan.
Nah, untuk menghindari kejadian kejadian seperti diatas dan yakin akan terjadi lagi dimasa mendatang jika tidak diubah sistemnya.
Karena turnamen yunior itu mempertandingkan beberapa Kelompok Umur maka sebaiknya dibentuk juga Asisten Referee. Bukan dengan mengandalkan petugas lainnya seperti Tournamrnt Desk yang tidak ada wewenang mengatur undian tersebut. Kedua dengan merubah jadwal sign-in sehingga tugas Referee dan Asisten Referee lebih efektip.
Sebagai contoh, jika direncanakan sign-in pukul 09.15.00 maka sebaiknya dibagi jadwal KU 16 tahun pukul 09.11.00, kemudian KU 14 tahun pukul 13.-15.00 , KU 12 tahun pukul 16.00-18.00.
Diselingin 1 jam untuk langsung undian dilakukan. Pengecekan lebih tenang tidak terburu buru sehingga mengurangi kesalahan yang muncul.
Di tahun 2008, ada 2 kasus yang masuk dalam laporan langsung kepada August Ferry Raturandang dari lapangan disaat setelah undian dilakukan oleh Referee. Kedua kasus ini terjadi di kota yang sama, yaitu Bandung.. Koordinasi antara petugas Referee dengan Panitia dibawah komando Direktur Turnamen sehingga tujuan awal melayani petenis sebagai peserta agar tidak dirugikan bisa terealiser dengan baik. Jika hal ini dilakukan dengan baik, maka tidak perlu terjadi peserta yunior sudah merasa mendaftar dengan telah membayar entry fee tetapi namanya tidak ada di draw yang sudah dikeluarkan keesokan harinya. Disini perlu ketelitian bagi seorang Referee, sebelum dilakukan undian sebagai tugas mutlaknya ditempat (referee on site), maka pengecekan nama nama peserta sudah harus dilakukan sendiri.
Kasus pertama yaitu sewaktu turnamen internasional yunior Oneject Indonesia akhir Juni 2008. Ada 4 petenis putra asal Jepang sudah hadir ditempat tetapi tidak ada namanya di draw yang dibuat Referee. Masalahnya adalah keempat petenis tersebut sudah membayar dan ada bukti buktinya,sedangkan ada 4-5 tempat kosong (bye) dibabak kualifikasi tersebut. Kenapa bisa terjadi demikian. Referee merasa tugasnya hanya di persiapan undian yaitu dialkukan sign-in, sedangkan bendahara melalui tugas Direktur Turnamen menerima uang masuk. Banyak pihak terutama petugas Referee merasa tidak perlu atau tidak mau tahu apakah peserta sudah bayar atau belum. Jika hal ini yang terjadi maka menunjukkan tidak ada kerjasama yang baik dengan Panitia dan Referee. Hal ini tidak perlu terjadi, jika Referee mau kerjasama dengan baik. Hal ini sering dilakukan Referee asing yang bertugas di Indonesia. Kerjasama ini selalu ditonjolkan, bukan berarti panpel bisa mengatur tugas Referee.
Kasus pertama ini laporan yang masuk, bendahara panitia setelah waktu sign-in ditutup sempat meminta ke Referee , nama2 peserta yang sudah sign-in. Maksudnya mau cek apa ada yang lolos tidak bayar. Tapi maksud baik ini ditanggapi beda, kemungkinan merasa tugas sign-in tidak bisa dikatitkan dengan pembayaran. Hal ini terungkap karena Referee mengatakan tidak perlu diketahui oleh bendahara nama nama yang sudah sign-in. Disini terpulang keada individunya saja.
Kasus kedua, ternyata diacara pembukaan turnamen FIKS TELKOM yang berlangsung di lapangan tenis Taman Maluku Bandung ada satu petenis yunior Garcia Rangan sudah bayar tetapi tidak lakukan sign-in. Kenapa hal ini bisa terjadi.Sehingga namanya tidak masuk dalam undian sehari sebelumnya. Pertandinganpun sudah mulai dan sedang berlangsung. Sewaktu terima telpon dari orangtua petenis, Agustinus Rangan, August Ferry Raturandang tidak mau mengintervensi kerja referee, hanya menganjurkan kontak Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti Johannes Susanto.
Sebagai perbandingan sewaktu tahun 1991 di Surabaya, waktu itu Green Sands Satellite Circuit yang merupakan turnamen internasional berlangsung dengan ITF Referee David B asal Australia. Sewaktu pertandingan ganda putra sudah berlangsung satu pasang asal Malaysia merasa tidak dipanggil panggil namanya. Langsung dilihat draw yang dipapan pengumuman. Namanya tidak ada, langsung Referee didatangi. Referee hanya bertanya apakah sudah sign-in . Dijawabnya sudah, dan Referee langsung cek kedaftar sign-in ternyata memang ada. Ini kesalahan dipihak Referee bukan pemain. Apa yang dilakukannya adalah, REDRAW. Bahkan yang sudah main dan kalah diulang setelah undian baru dilaksanakan.
Nah, untuk menghindari kejadian kejadian seperti diatas dan yakin akan terjadi lagi dimasa mendatang jika tidak diubah sistemnya.
Karena turnamen yunior itu mempertandingkan beberapa Kelompok Umur maka sebaiknya dibentuk juga Asisten Referee. Bukan dengan mengandalkan petugas lainnya seperti Tournamrnt Desk yang tidak ada wewenang mengatur undian tersebut. Kedua dengan merubah jadwal sign-in sehingga tugas Referee dan Asisten Referee lebih efektip.
Sebagai contoh, jika direncanakan sign-in pukul 09.15.00 maka sebaiknya dibagi jadwal KU 16 tahun pukul 09.11.00, kemudian KU 14 tahun pukul 13.-15.00 , KU 12 tahun pukul 16.00-18.00.
Diselingin 1 jam untuk langsung undian dilakukan. Pengecekan lebih tenang tidak terburu buru sehingga mengurangi kesalahan yang muncul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar