Jakarta, 3 Desember 2018. Muncul satu pertanyaan datang mengenai bantuan Pemerintah terhadap Induk Organisasi cabang olahraga Tenis selama ini. Semua pihak bertanya tanya sampai dimana peranan Pemerintah dalam mendukung kegiatan Induk Organisasi Olahraga di Indonesia. Karena tentunya induk olahraga ini sebagai NGO atau LSM yang selama ini ada bantuannya dari Pemerintah melalui Kemenpora.
Sudah pasti bantuan tersbut pernah diperbincangkan bersama Ketua Umum PP Pelti saat mendapatkan sambungan tilpon langsung dibulan Nopember lalu. Ketika era Martina Widjaja selaku Ketua Umum PP Pelti dikatakan adanya Yayasan Pengembangan Olahraga Tenis (Yaporti) cukup membantu kendalan dana bagi PP Pelti. Tetapi saat ini tentunya PP Pelti tidak ada jalur khusus kecuali mendapatkan sponsor dari rekan rekan yang ada.
Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana keadaan Yaporti dan Yayasan Mitra Kencana yang keduanya keberadaannya sampai saat ini masih ada dan dana yang dihimpunyapun masih ada.
Dari pertanyaan diatas harus diakui kalau dana operasional Pelti sendiri sangat besar jika dibandingkan dengan bantuan Kemenpora, sehingga harus ada upaya mencari dana mengatasi kesulitan budget operasional Pelti.
Kebanggan ada karena sampai saat ini PP Pelti masih boleh berkantor di Gelora Bung Karno. Ini bukan berati tanpa bayar, tetapi tetap ada seanya yang cukup besar.
Kalau saat ini dikenal era milenial, kenapa tidak bisa seefisien mungkin menjalankan roda organisasi.Efisiensi mulai dari pengurangan sewa kantor yang besarnya puluhan juta .
Semua dilaksanakan dirumah . Karena fasilitas saat ini cukup memungkinkan dilakukan secara online. Bisa dibayangkan berapa staf sekeretariat Pelti yang ada. Artinya beaya yang sudah pasti dikeluarkan setiap bulannya dari beaya SDM tersbut. Harus diakui kenierjanya masih belum memuaskan dalam melayani masyarakat tenis. Sebagai contoh keterlambatang pengeluaran Peringkat Nasional Pelti (PNP)
Solusi diatas adalah tidak perlu berkantor tetap yang cukup representative. Cukup dilakukan dirumah. Bisa menghemat beaya transport karyawannya. Semua dilakukan dirumah asalkan memiliki fasilitas internet. Tetapi tidak ada alsan yang mengatakan tidak punya internet.
Tidak perlu bayar listrik, air setiap bulannya sebagai kantor merupakan salah satu penghematan yang bisa terjadi. Komunikasi bisa dilakukan melalui penggunaak IT yang cukup canggih. Tetapi jika dibutuhkan rapat maka semua staf harus bisa hadir. Bagi Ibu Rumah Tangga tidak perlu meningalkan anak anaknya jika masih kecil.
Coba kita perhatiakan untuk Pengda maupun Pengcab mana yang memiliki kantor sendiri. Dugaan yang ada alamat sekertariat selaku jatuh antara pilihan dirumah Ketua atau sekretaris atau dikantor salah satu petinggi tersebut.
Kesibukan masing masing petinggi sendiri yang jumlahnya bisa banyak sehingga bisa dihitung yang mempunyai waktu untuk organisasi. Coba dilakukan rapat Pengusr Pleno , kira kira ada berapa yang hadir. Mustahil rasanya jika semua yang ada dalam SK Pengirus bisa hadir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar