Jakarta, 25 Desember 2018. Menjelang akhir tahun 2018, banyak pertanyaan muncul terhadap kelangsungan pelaksanaan RemajaTenis di tahun 2019. Ini akibat dari ketidak senangan rekan rekan pelaksana turnamen sejenis terhadap perilaku dari petinggi iinduk organisasi tenis di Indonesia. Informasi simpang siur terhadap keinginan rekan rekan untuk menghentikan kegiatan turnamen tersebut di tahun 2019 mendatang , cukup menggoda hatipara orangtua petenis yunior.
Bahkan anjuran agar tetap jalankan program turnamen tersebut karena sebagian besar tidak terlalu peduli terhadap kategiri TDP Junior tersebut. " Kami butuh Turnamen." itulah jawaban mereka.
Ketika ditanyakan kepada August Ferry Raturadang selaku pemekarsa RemajaTenis sejak 2009, maka tentunya timbul keragu raguan karena belum mengenal visi dan misi dari awal tentang RemajaTenis. Langsung dijawab apakah diragukan komitmen AFR tehadap pertenisan Indonesia. " Apakah saya harus istrahat dari pertenisan Nasional ?" ujarnya dilapangan tenis Marinir Cilandak.
Untuk kedepannya so pasti dilihat jadwal keseluruhannya. Tapi harus diakui kalau kelesuan itu juga ada akibat seperti dialami rekan rekan semuanya, tetapi disatu sisi tentunya ingat kembali sejarah lahirnya konsep RemajaTenis maka konsistensi tetap akan dipertahankan juga.
Tetapi ambisai AFR terhadap pelaksanaan RemajaTenis belum mencakup keseluruh Indonesia masih menyala nyala.Karena saat ini baru 22 Provinsi dan Indonesia itu ada 34 provinsi.
Tetapi ambisai AFR terhadap pelaksanaan RemajaTenis belum mencakup keseluruh Indonesia masih menyala nyala.Karena saat ini baru 22 Provinsi dan Indonesia itu ada 34 provinsi.
Bahkan bermimpi akan juga ikut dalam pembinaan selain turnamen jikalau memungkinkan. Penasaran terhadap hasil selama ini pertenisan Indonesia belum berhasil mendunia. Sudah ada yang muncul dikalangan yunior secara aktip ikuti ITF Junior World Ranking diluar negeri tetapi jumlahnya hanya 2 atlet saja yaitu Priska Nugroho dan Janice Tjen, tetapi untungnya dikelompok putri yang aktip ikuti ITF Pro Circuit sudah ada 3 yang jumlahnya masih termasuk minim, yaitu Aldila Sutjiadi, Beatrice Gunmuya, Jessy Rompies. Yang menyeduihkan justru putranya dimana hanya Christopher Rungkat masih konsisten berkecimpung diturnamen internasional khususnya bertanding gana saja.
" Kemana putra putra lainnya ? ".
Menjawab masalah seperti ini terlihat jelas komitmen petenis putra kita itu sangat rendah. Alasan masalah dana itu hanyalah alasan klasik karena selama ini dana yang sudah didapat dari berbagai kegiatan nasional tidak dimanfaatkan sebagai investasi kedepan jika ingin memasuki dunia Professional.
Istilah Professional diartikan lain bagi mereka ini, yaitu " Wani Piro"
Padahal dana yang sudah masuk dalam kocek mereka ratusan juta bahkan bisa ada yang mencapai lebih dari ratusan juta rupiah.
Tetapi indikasi lebih kepada digunakan kepentingan rumah sehingga bisa mengangkat derajatnya. Pola pikir yang berbeda. sebagai penghambat kemajuan pertenisan Indonesia.
Janganlah semua dilimpahkan kepada induk organisasi tenis di Indonesia.
Bisa dibayangkan dana didapat sebagai bonus dari multi event di Indonesia khususnya multi event Nasional. Bonus medali diperoleh nilainya itu ratusan juta rupaih. Bukan sedikit bok.
Bisa dibayangkan dana didapat sebagai bonus dari multi event di Indonesia khususnya multi event Nasional. Bonus medali diperoleh nilainya itu ratusan juta rupaih. Bukan sedikit bok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar