Jakarta, 30 Mei 2020. Persatuan Tenis seluruh Indonesia atau dikenal sebagai PELTI sebagai penanggung jawab olahraga Tenis di Indonesia. Sejak sekitar tahun 2007 an telah menjadi badan hukum atau PT (Perusahaan Terbatas) didepan notaris. Bukan LSM lagi.
Kenapa sampai menjadi PT Pelti, tentunya ada sebab musababnya. Karena untuk mendapatkan dana dari Pemerintah semua cabang olahraga disaat itu diwajibkan berubah status menjadi PT.
Dengan berubah status sebaiknya ditangani oleh tenaga profesional layaknya sebuah perusahaan. Jikalau Munas (Musyawarah Nasional) yang diganti adalah Ketua Umumnya sehingga semua program akan berkelanjutan. Yang jadi masalah cabang olahraga di Indonesia setiap ganti Ketua Umum dengan mengganti seluruh personelnya maka diganti pula programnya disesuaikan seleranya. Ini masalahnya sehingga olahraga tersebut jalan ditempat.
Seperti halnya International Tennis Federation ( ITF ) mulai dari President sehingga jajarannya tenaga full time. Sehingga tidak ada alasan dikerjakan purna waktu.
Ini anjuran AFR belaka yang sulit dilaksanakan karena semua pihak ingin dikenal baik dalam donasi maupun nama belaka. Tapi sulit untuk menerima masukan masukannya. Kenapa tidak bisa dimulai. Kalau tidak hasilnya seperti saat ini..
Jika era sebelumnya mulai era Moerdiono (1986-1990) sampai beberapa pergantian ketua umum Pelti, telah merintis dengan tenaga profesional. Ada Sekretaris Eksekutif , Manajer/Administrator Pertandingan, Pembinaan, Organisasi. Dan ditambah lagi yang sebenarnya sangat penting adalah , Promosi dan Marketing. Tenaga tenaga ini bekerja full time disekretariat Pelti, Ada target dan evaluasinya. Ini jikalau gagal bisa sewaktu waktu diberhentikan. Yang membuat policy tetap dilakukan oleh Bidang masing masing.Sebagai pelaksana tenaga tersebut. Tenaga tenaga ini yang menjalankan program tersebut dan mengkontrol kedaerah daerah. Sehingga tidak ada lagi Pengda/Pengpov yang sudah selesai masa kerjanya. Jangan sampai Pengda/Pengrov yang sudah expired masih ada hak ikut Rakernas atau Munas.
Dana dari Pemerintah memang tidak cukup untuk operasionalnya karena itu perlu mencari dana sendiri untuk menjalankan roda PT Pelti tersebut. Kira kira untuk operasional sekretariat PP Pelti minimal sekitar Rp 25 juta bahkan bisa lebih untuk honor tenaga sekretariat. Belum termasuk sewa gedung ke GBK. Pelti selalu setia membayar sewa kantor tersebut. Sewanya lebih besar dari bantuan Pemerintah sehingga Ketua Umum ada kewajiban membayarnya. Saat ini kelihatan masih kurang efisien dengan tenaga tenaga yang ada.
Yang jadi masalah sekarang yang harus dibenahi adalah Pengda/Pengprov maupun Pengkab/Kota sebagai tangan terakhir bagi Pelti didaerah. Ya kita harus lapang dada untuk introspeksi.
Saat ini yang perlu dibenahi adalah kinerja dari Humas atau sebenarnya lebih kepada Public Relations Division. Kesan yang timbul kurang aktif dan kurang proaktif. Memiliki situs resmi tetapi kurang dimanfaatkan. Sehingga jika ingin mencari berita tentang tenis, masayarakat tenis segan membuka situs resmi Pelti karena kurang up to date, dan banyak yang kosong padahal lahan tersedia. Yang lebih aktif justru bidang Lit Bang yang konotasinya dikalangan olahraga arti dari Lit Bang adalah Sulit Berkembang. Istilah ini AFR dengar dalam rapat resmi KONI Pusat mengenai LITBANG
Dari mana dana didapat oleh PT Pelti itu. Yang jelas sumser dana dari Kartu Tanda Anggota ( KTA) Pelti yang ditarik untuk 5 tahun sebesar Rp 250.000 perorang. Ditambah dari Pemerintah (pembinaan, turnamen, operasional dll), Sponsor tetap atau sponsor Turnamen.
Turnamen selalu harus bisa menguntungkan sehingga bisa menambah kocek Pelti. Tapi kenyataannya selalu suka rugi yang sebenarnya tidak boleh terjadi. Dengan cara seefficien mungkin. Contoh ITF, sumber dananya dari membership anggota, sanctioned fee Grand Slams maupun turnamen ITF lainnya. Tetapi beda dengan ITF, semua itu dibalikkan kepada anggotanya dalam bentuk bantuan program.
Teringat pengalaman AFR sewaktu menjadi Manajer Pertandingan dan kemudian Adimistrator Promosi. Sewaktu Green Sands Satellite Circuit tahun 1990 sebagai CircuitAdministrator ditunjuk oleh Tanri Abeng ( Ketua Bidang Dana PB Pelti). Pada waktu itu sponsor dari Multi Bintang dapat Rp 100.000. Sebelumnya selalu rugi dipegang oleh pihak luar. Kemudian diganti dan setelah selesai Pelti dapat keuntungan Rp 20 juta karena pengeluaran hanya Rp 80 juta. Kemudian tahun berikutnya diberikan Multi Bintang sebesar Rp 80 juta.Dan berhasil menekan beaya Rp 60 juta dan Pelti mendapatkan keuntungan Rp 20 juta lagi. Intinya waktu itu cost yang bisa dikerja samakan dengan sponsor dilakukan kerja sama, misalnya Hotel , Airline dll.
Itulah kerja swasta diterapkan dalam organisasi, sudah lama tinggalkan kerja LSM tetapi seharusnya Perusahaan Terbatas Pelti, demi kebutuhan Tenis nasional yang ternyata menggunakan uang rakyat juga. Atau bisa juga diartikan Peseroan Terbatas = Yang kuasa dibatasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar