Jakarta, 27 Oktober 2018. Setelah keluar surat penunjukan sebagai Venues Manager Tenis Inasgoc, maka tugas AFR sebagai wakil ketua panpel Tenis makin berat karena disatu sisi AFR bekerjasama dengan Ketua Panpel yang tidak menyukainya, dari sisi internalnya dan disatu sisi harus mensukseskan Asian Games 2018 dalam menangani persiapan kelengkapan Venues Stadion Bukit Asam Jakabaring, Palembang. Ada satu sifat AFR yang bisa dikatakan sebagai kekuatan yaitu jika dihina atau dilecehkan justru bangkit semangat untuk melawannya dengan suatu pembuktian bukan dengan cara mundur. Itulah AFR.
Kedekatan emosional AFR dengan Stadion Tenis Jakabaring terungkap saat persiapan SEA Games 2011 dimana kira kira Okt-Nop 2010 di Senayan, AFR orang pertama (waktu itu sebagai Wakil Sekjen PP Pelti) dihubungi oleh rekan Ir Rizal Abdullah dari Pemda Sumatera Selatan untuk konsultasi merealiser pembangunan kompleks lapangan tenis di Jakabaring Sport Center Palembang, sampai dengan kerjasama dengan PT Bukit Asam AFR pun masih diikut sertakan secara tidak langsung. Semua itu sebelum disetujui oleh Ketua Umum PP Pelti saat itu Martina Widjaja yang akan menerima persiapan dengan matang. Ini kebiasaan AFR selama ini jika ada satu masalah langsung AFR berikan solusi sehingga Ketua Umum PP Pelti menerima hasilnya. Istilah kerennya terima bereslah. Jika ada yang mau dikoreksi maka bisa dikoreksi. Maksud AFR agar Ketua Umum tidak perlu terlalu banyak dibebani masalah masalah kecil.
Seperti diketahui sebelum Asian Games setiap cabang olahraga diwajibkan untuk adakan Test Event, termasuk tenis dimana disediakan dana Rp 2 Milyar. Dana yang terlalu besar untuk kegiatan turnamen tenis jikalau tidak termasuk dalam kalender internasional ITF maupun ATP-Tour dan WTA Tour. Yang jadi pertanyaan saat itu kenapa tidak langsung saja dibuat turnamen internasional.
Karena saat itu ada kebimbangan terhadap dana dari INASGOC. Kalau didaftarkan minimal 4 bulan sebelumnya juga bisa dilakukan dimana dananya sangat besar tergantung prize moneynya.. Kekuatiran jika dana tersebut tdak keluar ditahun 2017 maka apakah Pelti mau menalanginya. Kekuatiran dari Pelti sendiri sudah ada maka AFR sebagai outsider tidak bisa mengusulkannya. Maka dipakailah test event sebagai kejuaraan nasional saja.
Persiapan cukup matang. Tetapi menjelang hari H, AFR ditugaskan untuk berangkat lebih awal..
Karena saat itu ada masalah besar. Yaitu sebelum berangkat Panpel terima surat pemberitahuan dari Pengda Pelti Sumsel yang dikirimkan oleh Wakil Sekretaris Pengda Pelti Sumsel dilampirkan tagihan ( ratusan juta) dari pengelola Jakabaring untuk Test Event tersebut. Sebenarnya dana tersebut kalau tidak salah Rp 200 juta bisa saja dibayarkan karena ada dana dari Inasgoc sebesar 2 Milyar. Tetapi Ketua Panpel sudah ajukan dana ke Inasgoc dan sudah disetujui kalau sektor lapangan tenis itu tidak ada sewanya alias gratis. Ini masalahnya. Wajar saja kalau pengelolanya tergiur mendengar kalau dana test event untuk setiap cabor itu Rp 2 M.
Karena saat itu ada masalah besar. Yaitu sebelum berangkat Panpel terima surat pemberitahuan dari Pengda Pelti Sumsel yang dikirimkan oleh Wakil Sekretaris Pengda Pelti Sumsel dilampirkan tagihan ( ratusan juta) dari pengelola Jakabaring untuk Test Event tersebut. Sebenarnya dana tersebut kalau tidak salah Rp 200 juta bisa saja dibayarkan karena ada dana dari Inasgoc sebesar 2 Milyar. Tetapi Ketua Panpel sudah ajukan dana ke Inasgoc dan sudah disetujui kalau sektor lapangan tenis itu tidak ada sewanya alias gratis. Ini masalahnya. Wajar saja kalau pengelolanya tergiur mendengar kalau dana test event untuk setiap cabor itu Rp 2 M.
Saat itu Panpel jadi bingung sendiri karena dijanjikan bahkan menjamin awalnya oleh Pengda Pelti Sumsel kalau akan diberikan kebebasan beaya tersebut. Waduh, dalam hal ini Ketua Panpelpun menghindar dimana AFR pun diberangkatkan lebih awal sesuai dengan jabatan Venues Manager Tenis Inasgoc. Jadi tugas sebagai Venues Manager membereskan masalah venues yang masih amburadul tersebut karena masih direnovasi yang belum tuntas. Wajar kalau begitu. Entah kalau ada maksud tertentu itu lain cerita.
Saat tiba dimana 3 hari lagi Test event sudah mau mulai sedangkan belum ada serah terima dari kontraktor dengan Pengelola sedangkan Panpel mau gunakan sebagai ajang test event. AFR pun dikejar kejar oleh petugas pengelola saat itu dimana AFR didesak untuk berjumpa dengan managernya yang saat itu belum kenal. Ketika kami tanyakan kembali ke Pengda Pelti dalam hal ini wakil sekretaris Pengda, ternyata lepas tangan karena mengatakan tidak bisa apa apa. Ya, sudah beranikan diri bertemu dengan Manager dari Jakabaring kalau tidak salah telah dibentuk pengelola PT Jakabaring Sport City.
Sebelum jumpa dimana sempat terdengar Manajer tersebut dengan tilpon sedang bincang2 dengan petinggi Pemda Sumatera Selatan (Bina Marga ?) membicarakan masalah ini.
AFR pun cukup mengerti ketika disampaikan kalau lapangan tenis tersebut belum diserah terimakan kepengelola dari kontraktornya. AFRpun mengerti kondisi saat itu sehingga ketika AFR pasrah langsung katakan., " Saya bukan pengurus Pelti, jika tidak diperkenankan digunakan maka saya siap pulang kembali ke Jakarta besok." ujar AFR kepadanya, karena ini seharusnya dipegang oleh Ketua Panpel yang juga sebagai Competition Manager Tenis Inasgoc. Karena wewenang berada ditangan Pelti sedangkan AFR sebagai outsider tidak punya kemampuan mengambil keputusan akhir. Tetapi cukup AFR saya berdoa sebagai umat beragama yang mengajarkan meminta kepada Tuhan saja merupakan jalan terbaik
Tetapi ketika Manajer JSC sampaikan ada jalan keluarnya, maka semangat AFR bangkit pula. Dikatakan agar hubungi Kepala Dispora Sumsel, kebetulan udah kenal bahkan pernah berkunjung kekantornya dalam rangka sebagai pengelola RemajaTenis. Langsung chat melalui WA kepada Kepala Dispora Sumsel dengan harapan beliaulah yang berhubungan dengan Kepala PU (atau Bina Marga Sumsel).AFR kurang suka gunakan telpon tapi cukup dengan SMS atau chat melalui WA
Sambil duduk ngobrol dengan manajer tersebut dimana sempat dikemukakan jika tarif Rp 200 juta itu kemahalan. Senayan saja tidak semahal seperti itu. AFRpun cerita kalau dulu 6 tahun sebagai sport manager Pusat Tenis Kemayoran ( ada 10 lap indoor dan 10 lap outdor).
Kemudian berdiskusi mengenai masa depan lap tenis tersebut. Bahlan mencoba membantu after Asian Games 2018. Jangan sampai Jakabaring Sport City khususnya lapangan tenis jadi MUSEUM akibat tidak ada kegiatan. Pengalaman Pasca SEA Games Stadion Tenis Bukit Asam minim turnamen sedangkan AFR dengan RemajaTenis pasca SEA Games 2011 sudah 4 (empat) kali selenggarakan Kejurnas RemajaTenis Sumsel disana berkat kerjasama dengan Pengda Pelti Sumsel yang saat itu Ketuanya adalah Kepala Dinas Pendidikan Sumsel..
Tidak lama kemudian Manager JSC terima telpon dari petinggi Pemda Sumsel, dan saat cerita kalau diijinkan. Lega sudah dan tugas AFR pertama cukup berhasil.
Akhirnya pelaksnaan test event berlangsung dengan lancar. Tetapi saat itu ada workshop mendahului Test event dimana AFR kemukakan kepada peserta jika kedudukan kita bersama itu belum aman untuk tetap sebagai panpel di Asian Games 2018 mendatang , termasuk AFR pribadi. Dikemukakan kalau nasib kita ini ditentukan oleh Munas Pelti 25 Nop 2017. Karena istilah nya ganti rezim maka ganti personalianya. Khususnya diri AFR sendiri sudah memakluminya
.....bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar