Jakarta, 22 April 2013. Minggu lalu saya jalan jalan ke Kelapa Gading Sport Club Jakarta untuk nonton turnamen Gubernur DKI Jakarta Open th 2013. Saya sedikit terkejut juga ternyata ada petenis yang lolos ke final tanpa bertanding..Menang tanpa tanding. Apakah hal ini biasa terjadi. Bisa saja terjadi tapi bukan bisa terjadi, beda. Sayapun cari tahu alasannya atlet tersebut meninggalkan pertandingan. Ternyata dia harus membela tim Indonesia ke Korea untuk ikut Junior Fed Cup.Disinilah masalahnya, karena petenis ini masih status yunior maka petenis tersebut harus mengenal aturan main di turnamen. Karena saya sendiri selaku penyelenggara turnamen merasa kalau atlet ini perlu belajar banyak masalah ini. Dari segi aturan turnamen maka atlet ini sudah kena pelanggaran code of conduct yang nilainya untuk kelompok umum maka dihitung dengan uang yang biasanya diptong dari prize money yag didapat. Penyelenggara kena dilecehkan belum lagi bagi lawannya sendiri dirugikan. Kenapa bisa dirugikan , bukannya lawannya otomatis masuk final dimana prize money dan angka peringkatnya lebih besar. Sesuai aturan untuk mendapatkan angka PNP (Peringkat Nasional Pelti) maka petenis tersebut didapat dari menang bertanding (bukan tanpa tanding). Contoh menang tanpa tanding selain kasus diatas adalah mendapatkan bye. Jadi kalau kasus ini karena masuk ke babak berikutnya bukan karena menang bertanding maka angka peringkatnya dihitung dibabak sebelumnya bukan dibabak berikutnya . Ini aturannya.
Kasus ini sebenarnya dalam catatan saya pernah terjadi diluar Jakarta dimana salah satu petenis nasional meninggalkan tempat pertandingan karena ada event lainnya. Dan oleh Referee , prize moneynya tidak diberikan kepada petenis tersbut. Apakah sekarang Referee turnamen Gubernur DKI Jakarta berani lakukan hal ini, maka saya ragukan karena Refereenya termasuk salah satu anggota pengurus Pelti. Ini menurut pendapat saya pribadi masalah ini...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar