Jumat, 26 Oktober 2012
Daerah Haus Turnamen
Jakarta, 26 Oktober 2012. Daerah haus akan turnamen. Begitulah kesan saya selama ini berkeliling keluar kota Jakarta. Dari pertemuan dengan pembina tenis disetiap saya adakan turnamen RemajaTenis selalu saya menyempatkan diri untuk berbincang bincang dengan pembina dari daerah tersebut yang datang jauh jauh ikuti kegiatan RemajaTenis tesebut. Tetapi kenapa mereka tidak ada kegiatan tersebut. Sebenarnya disetiap daerah selalu ada kegiatan turnamen tenis lokal sifatnya. Hanya sayangnya kegiatan turnamen mereka itu saya sebut sebagai turnamen VETERAN. Dan ketika hal tersebut saya kemukakan kepada pembina didaerah dan mereka sepakat sekali. Saya kemukakan kalau sebagai pengurus Pelti seharusnya yang difokuskan adalah turnamen yunior. Dengan keberadaan turnamen yunior maka akan muncullah pembinaan sebenarnya.
Tetapi kenapa mereka tidak berbuat seperti keinginan saya atau keinginan pembinaan yunior yaitu adakan turnamen yunior. Kesimpulan saya adalah mereka tidak tahu mulai dari mana. Yang kedua kesan mereka buat turnamen itu akan makan beaya cukup besar. Akibat kurang mengerti masalah tersebut maka dikumpulkannya banyak pecinta tenis yang mau ikut duduk sama sama buat turnamen. Disinilah yang menurut saya pemborosan terjadi. Kok bisa begitu, ya so pasti sekali makan banyak yang ikut dalam kepanitiaan maka akan banyak beaya keluar. Mulai dari yang kecil dulu yaitu konsumsinya setiap hari, belum lagi seragamnya yang dianggap sebagai kewajibannya. Padahal yang kerja cuma beberapa gelintir saja. Mau nama masuk tapi tidak mau kerja. Ini situasi didaerah yang saya ketahui. Saya teringat sewaktu adakan Maesa Paskah di Kemayoran beberapa tahun silam. Saya sebagai pengurus Tenis Maesa kumpulkan sebanyak mungkin teman2 Maesa untuk duduk dalam kepanitiaan. Tetapi dengan syarat mereka ini bisa menyumbangkan dana berapa. Waktu itu sepakat masalah dana tersbut tidak ditentukan besar kecilnya. Ada yang mau berikan Rp 1 boleh saja atau Rp 1 juta bukan masalah. Tentunya tidak ada yang mau beri Rp 1 . Akhirnya bisa terkumpul kalau tidak salah Rp 10 juta. Lumayan juga. Tujuannya adalah untuk kumpul bersama tidak mendapatkan imbalan. Nanti baru sama sama cari sponsor lagi untuk menutup kekurangan dana lainnya.
Faktor kendala lainnya minimnya sarana lapangan tenis tersebut. Padahal semua kendala ini bisa diatasi asalkan tahu caranya. Memang selama ini RemajaTenis mencari kota kota yang memiliki minimal 4 lapangan dalam satu kompleks sedangkan sisanya bisa diluar kompleks tersebut. Tetap sewaktu di Mataram Lombok saya gunakan 5 lokasi @ 2 lapangan. Kondisi seperti ini bukan halangan bagi saya , bedanya kerjanya lebih banyak makan tenaga tambahan.
Saya teringat sewaktu melahirkan turnamen Khatulistiwa Cup dimana waktu itu Walikota Pontianak kolega saya sendiri Dr. Buchary Abdurahman. Saya sudah kenal sebelum jadi Walikota Pontianak. Ada pertanyaannya kepada saua sewaktu idea saya agar dilapangan tenis Sutera Pontianak bisa ada turnamen nasional."Apakah lapangan ini memenuhi syarat untuk nasional." Disinilah kita perlu kejelian karena saya anggap dia sudah ada niat,maka niat tersbut janganlah dipersulit dengan persyaratan macam2. Karena dia seorang dokter spesialis, maka jawaban saya adalah soal lapangan masih banyak di Jawa yang lebih jelek (padahal tidak begitu, sedikit berbohong lah demi tenis). Yang penting adalah toilet pemain. Ini saya tekankan karena dia seorang dokter. Karena saya berprinsip jika kita hendak helatan maka sejelek apapun rumah kita so pasti akan dibenahi atau di cat lagi. Nah, betul juga sewaktu pembukaannya saya datang lapangan sdudah dicat baru.. Berhasil deh.
Ketika saya ditanya berapa beaya yang dikeluarkan RemajaTenis untuk turnamen nasional. Merekapun kaget karena beaya yang dikeluarkan hanya 1/3 dari budget yang meraka lakukan disetiap kegiatan turnamen didaerah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar