Jakarta, 7 Januari 2012. "Kalau mau terpilih jadilah nomor satu" ujar mantan petenis nomor satu Indonesia Andrian Raturandang ketika mendengar dan melihat ada orangtua petenis yang sedikit bersitegang dengan rekan penangggung jawab seleknas yunior Christian Budiman. Memang pagi itu rekan saya ini mendapat tamu orangtua dan juga pelatih kekantor Pelti di senayan. Melihat suasana agak tegang sayapun langsung mengajak mereka untuk berbincang didalam ruangan rapat karena akan mengganggu kerja karyawan PP Pelti. Padahal pengumuman nominasi seleknas belum diedarkan tetapi entah bagaimana orangtua dan pelatih ini kebetulan datang kesekretariat melihat kesibukan rekan saya dan melihat daftar nama yang mau dipilih ikut seleksi.
Selama ini sering terjadi suasana tidak sedap akibat rencana seleksi nasional yunior yang terjadi setiap tahun dibulan Januari. Tetapi semua itu akhirnya tidak berlanjut karena seleksi berjalan seperti biasa. Memang selama ini pengamatan saya yang selalu ribut orangtua dari petenis yang masuk dalam urutan diatas 9. Tetapi tanpa disadari juga kalau nantinya hanya 3 yang dipilih.
Mendengar apa yang disampaikan oleh Andrian itu sangat betul, karena kalau petenis masih dinomor tiga atau empat dan apalagi diatas nomor 8 maka kemungkinan terpilih sangat kecil. Jadi menjadi nomor satu itu yang paling betul. Tidak pernah terjadi yang peringkat nomor satu tidak terpilih waktu seleknas.
Sayapun teringat apa yang pernah terjadi dengan Andrian Raturandang sewaktu belum masuk tim Davis Cup Indonesia. Waktu itu masa Ketua Umum PB Pelti Tanri Abeng, kebetulan saya duduk sebagai wakil ketua bidang luar negeri PB Pelti, ikut rapat PB Pelti. Hadir semua pengurus harian. Saat itu dibicarakan pemilihan tim nasional untuk dipersiapkan dalam tim Davis Cup Indonesia. Akan dilaksanakan seleksi nasional. Saya hanya mendengar ada yang Pro dan ada juga yang KONTRA. Ini sangat lumrah sekali.
Saat itu saya duduk disamping Ketua Bidang Pembinaan Senior Sujiono Timan.
"Ini ada om nya Andrian." ujarnya sambil menunjuk saya disampingnya. " Menurut you bagaimana ? " ujarnya. Saat itu saya tidak berpihak kepada keponakan sendiri yang seharusnya saya lakukan sebagai pamannya. " Kalau Andrian layak masuk harap diterima tetapi jika dianggap tidak layak jangan diterima." ujar saya didepan pengurus teras Pelti saat itu.
Ketika hal itu saya kemukakan kepada ayahnya Andrian yang juga adik kandung saya, maka adik saya jadi marah. " Kamu tidak tolong saudara sendiri." ujarnya. Tetapi saya dengan enteng katakan kepadanya. " Tunjukkan dulu jadi nomor satu, jangan harapkan fasilitas dari saya." jawaban saya saat itu.
Setelah itu Andrian harus berjuang dengan kekuatan sendiri sehingga bisa masuk tim Davis Cup.
Kemudian saya mendengar dari orangtua atlet tersebut yang masih bersitegang dengan rekan saya di Pelti. "Saya jamin jika anak saya ikut seleknas bisa nomor tiga. kalau tidak saya mundur dari tenis." ujarnya dengan sedikit emosi karena dia juga berprofesi sebagai pelatih. Mendengar ungkapannya, sayapun dalam hati mengatakan siapa yang bisa menjamin kecuali Tuhan. Nah, kalau gagal maka apa dia konsukuen mundur dari tenis? Tentunya pertenisan kita juga rugi dong. "Kok bangga ya katakan masuk nomor 3, seharusnya katakan nomor satu lah"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar