Jakarta, 2 Januari 2012. Kalau saya ingat ingat kejadian di Palembang yang bagi saya cukup berkesan dari menyakitkan sampai menyenangkan juga ada. Sewaktu dipercayakan memegang Pra PON, saya dibantu juga rekan lainnya.
Saya tidak lupa kejadian sewaktu diadakan Technical Meeting sebelum pelaksanaan Pra PON, kalau tidak salah 2 Desember 2011.
Kejadian pertama adalah mendapatkan protes dari daerah (hanya 2 daerah) waktu itu. Yaitu masalah ketentuan Pra PON yang belum diterima oleh peserta asal Sulawesi Selatan dan juga didukung oleh Lampung.
Sayapun tidak mau kalah sewaktu muncul masalah ini. Saya sampaikan kalau ketentuannya sudah dikirimkan oleh PP Pelti kesetiap Pengprov Pelti. Dan yang datang ke Palembang untuk Pra PON so pasti hanyalah pelatih dan bukan key position disetiap Pengprov Pelti. Tapi saya tahu ada yang wakil sekretaris Pengprov. Tapi sepengetahuan saya masalah surat menyurat merupakan kelemahan Pelti didaerah karena ditujukan ke Sekretaris atau Ketuanya sehingga belum sempat atau tidak didistribusikan ke komite pembinaannya.
Ketika saya berikan contoh ketentuan yang saya pegang ternyata wakil Sulsel cukup jeli mengatakan tidak ada tanda tangan Ketua Umum PP pelti, artinya tidak sah. Waduh cilaka karena saya tidak bawa ketentuan yg sudah ada tanda tangan Ketua Umum PP Pelti. Saya sampaikan kalau saya sendiri kirim ketentuan tersebut melalui email.
Untung utusan dari Bali, Chandra Widhiarta memegang ketentuan tersebut yang sudah ada tanda tangan Ketua Umum PP Pelti. Lega hati saya waktu itu. " Robek saja yang belum ada tanda tangan Ketua Umum PP Pelti." ujar saya makin keras.
Kejadian kedua atau masalah kedua, sewaktu utusan dari Sulawesi Selatan minta kesepakatan agar setiap peserta Pra PON menunjukkan Kartu Tanda Anggota Pelti yang merupakan persyaratan peserta dalam ketentuan TDP Nasional.
Hal ini didukung juga oleh Lampung dimana kedua daerah tersebut menyatakan membawa KTA Peltinya. Melihat hal ini saya harus selamatkan Pra PON agar keinginan kedua daerah tersebut yang bisa membatalkan Pra PON tidak dipenuhi. Kenapa bisa saya katakan batal, karena saya yakin sekali tidak semua atlet membawa Kartu Tanda Anggota Pelti tersebut. Saya sendiri tidak bawa. Tapi saya hafal nomor KTA Pelti saya yaitu No. 003/08. Bahkan dikatakan saya jangan otoriter karena keberadaan PP Pelti karena ada Pengprov Pelti. Apa urusannya seperti ini, karena ini hanya masalah ketentuan pertandingan kok sudah ngelantur. Tapi tidak saya layani, karena bisa debat kusir saja.
Saya coba alihkan perhatian mereka yang kurang menguasai tentang ketentuan pertandingan sesuai keyakinan saya , karena walaupun melibatkan diri di pertenisan baik itu pelatih apalagi pengurus belum tentu mereka menguasai peraturan tenis.
Ada yang berpendapat harus membawa atau membuktikan KTA Pelti disetiap pertandingan, termasuk rekan pengurus sendiri berpendapat demikian, Disini saya beda pendapat. Karena sepengetahuan saya diturnamen ITF sendiri memang diwajibkan memiliki IPIN (International Players Identification Number) yang semacam dengan KTA tersebut. Tetapi tidak perlu menunjukkan kartunya , cukup sebutkan nomornya saja. Begitu juga di KTA Pelti.
Karena dalam technical meeting kedua daerah ini ngotot minta disepakati oleh forum rapat agar setiap peserta harus bisa menunjukkan KTAnya.
Saya langsung ambil alih selaku pimpinan rapat, dengan minta kepada mereka untuk kembali kepada aturan. Karena setiap turnamen mempunyai aturan yang bisa berbeda.Dan sayapun minta mereka mencari klausul dari ketentuan Pra PON tersebut yang menyatakan harus membawa KTA Pelti. Memang tidak ada, sehingga saya anggap tidak perlu diperlihatkan. Merekapun terdiam dan mengakui tidak ada klausul demikian.
Waduh , kalau saya ikuti kemauan mereka maka saya yakin banyak peserta tidak membawa KTAnya sendiri, maka apa jadinya..
Akhir pertemuan selesai dari adu argumentasi dan saya minta diteruskan dengan undian yang dilakukan oleh Referee. Sayapun melihat muka dari rekan yang kalah dalam adu argumentasi tersebut. Memang tidak simpatik , karena tidak mau akui kekalahan adu argumentasi tersebut. Bahkan ada yang keluar sejenak tidak mau mendengar Referee yang sedang melakukan tugas mengundi.
Saya sendiri bukan ahli dalam adu argumentasi, tetapi saya punya kelebihan menguasai peraturan peraturan pertandingan sehingga bisa mengatasi permasalahan tersebut.
Pengalaman saya disetiap technical meeting dalam kejuaraan beregu selalu muncul permasalahan khususnya di tingkat nasional apalagi tingkat daerah. Baik di PON maupun PORDA selalu ada permasalahan. Khususnya status peserta. Lebih ramai lagi nanti di Pekan Olahraga Nasional XVII bulan September 2012 di Riau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar