Jakarta, 28 Mei 2009. Apa yang diperlukan seorang atlet tenis ? Ini pertanyaan muncul dengan makin banyaknya kegiatan maupun dukungan orangtua terhadap putra dan putrinya yang berkiprah dipertenisan nasional. Memang perlu juga diketahui masyarakat tenis sehingga tidak perlu muncul kekecewaan terhadap dunia tenis Indonesia yang penuh dengan berbagai macam intrik.
Saya, mencoba berbagi pengalaman dan pengetahuan selama ini berkecimpung di tenis Indonesia. Walaupun bukan pakar dalam pembinaan atlet tenis.
Secara umum yang sangat dibutuhkan sorang atlet tenis adalah sarana latihan, pertandingan. Didukung pula dengan pelatih maupun fasilitas latihan sebagai pendukungnya seperti gizi dan kesehatan. Pokoknya harus melibatkan multi disiplin. Disamping itu pula pengetahuan tentang tenis juga sangat dibutuhkan sekali. Pengetahuan IT sangat mendukung semua kegiatannya, karena melalui dunia IT ilmu pengetahuan baik pertenisan bisa diikutinya sebagai referensinya.
Kembali ada pertanyaan dari kebutuhan atlet tenis diatas adalah siapa yang bertanggung jawab. Secara umum tentunya yang bertanggung jawab adalah atlet yang didukung oleh orangtuanya . Dimana peranan induk organisasinya seperti Pelti. Dalam hal ini saya bukannya mau membela diri selaku salah satu anggota pengurus pusat Pelti. Tapi harus diketahui sekarang kalau Pelti hanya sebagai fasilitator, regulator. Bukannya eksekutor. Jadi beban semua dilimpahkan kepada orangtua, atlet maupun klubnya.Jangan lupa sebagai ujung tombak pembinaan adalah Klub.
Kembali kepada pertanyaan pertama, apakah yang dibutuhkan seorang atlet. Bagi pemula atau anak anak, awalnya yang harus dipikirkan adalah bagaimana upaya agar anak anak itu mulai menyenangi olahraga tenis. Karena selama ini banyak petenis itu berasal dari keluarga tenis dimana orangtuanya suka bermain tenis. Yang jadi masalah adalah jika orangtuanya tidak bermain tenis. Dan harus diperhatikan justru yang berkeinginan anak main tenis datangnya dari orangtua, bukan sebaliknya. Ini sangat penting. Cara untuk membuat anak anak tertarik main tenis itu banyak ragamnya.
Nah, jika sudah mulai tertarik main tenis, harus dipikirkan juga sarana latihannya. Sebaiknya adalah ikuti sekolah sekolah tenis, bukannya private training. Mungkin ada yang bisa private training asalkan orangtuanya pelatih tenis.
Dengan masuk sekolah tenis, maka ada anak tersebut bisa bersosialisasi dengan teman teman sebayanya. Mulailah ada kerjasama, , kompetisi sehat dll.
Sekarang mencari sekolah tenis yang baik. Khususnya di Jakarta sudah banyak sekolah tenis bertebaran. Di Jakarta Pusat , Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Barat. Begitu juga disetiap kota memilikinya yang selama ini dikelola oleh pelatih2 tenis.
Saya menganjurkan memilih sekolah tenis yang dekat dengan rumahnya. Karena hidup di Jakarta terkenal dengan macetnya membuat waktu terbuang dalam perjalanan dari rumah ke tempat latihan. Bahkan ada yang dijemput dari sekolah dengan siapkan segala peralatan dan makan siang anak langsung ke tempat latihan. Bisa dibayangkan anak2 bisa saja merasa tersiksa walaupun naik mobil ber AC, akibatnya tertidur di mobil setelah makan siang. Kemudian cari sekolah tenis yang ada program yang jelas. Ada pelatih berkualitas, ada fasilitas latihannya dll.
Tetapi khususnya anak anak, saya tetap berpendapat agar anak anak masih sekolah formal. Memang banyak yang saya lihat ikuti home scholling istilahnya. Apakah keuntungan kalau sekolah formal. Masa anak anaknya masih tetap terpelihara, sehingga tidak membosankan hidup hanya sekitar pertenisan saja. Etika bisa terbentuk dalam sekolah formal disamping dari dalam rumah sendiri juga dididik orangtua sendiri masalah etika. Pengamatan saya, banyak atlet tenis yunior yang tidak sekolah menunjukkan kurang mengenal etika dalam pergaulannya. Ini hal sepele menurut segelintir orang tetapi menurut pendapat saya pribadi ini bukan hal sepele, tetapi lebih mendasar. Sebagai contoh berdasarkan pengalaman selama ini, jika memasuki kantor Pelti (paling banyak atlet yunior) tidak ada sopan santunnya. Tanpa kulonuwun langsung masuk tanpa mengucapkan selamat pagi/siang/sore padahal yang kerja di kantor Pelti itu semuanya sudah menjadi orangtua alias sudah berumah tangga. Ada juga orangtua berperilaku sama dengan anaknya. Ini mah lain lagi, tapi memang ada. (berlanjut)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar