JAKARTA, 18 Juni 2015. -
Entah karena sudah alami beberapa Ketua Umum PP Pelti, sejak dari istilah
Pengurus Besar (PB) kemudian berubah menjadi Pengurus Pusat(PP) melalui
Musyawarah Nasional (MUNAS) Pelti, saya sedikit terenyeh jika Pelti periode 2012-2017 akan melemahkan
pertenisan nasional. Jikalau sering bertemu dengan masyarakat tenis maupun
pelaku pelaku tenis dilapangan maka saya paling sering diberi pertanyaan yang
sangat menyedihkan tidak seperti terjadi dikepengurusan Pelti yang lalu lalu.
Saya selalu menghindar
berikan jawaban yang menyudutkan, bahkan jika terjadi keinginan dari rekan
rekan didaerah untuk menyikapinya, saya hanya bisa katakan berikan mereka waktu
untuk menunjukkan prestasinya. Karena sejak pertengahan tahun pertama berjalan,
sudah muncul pertanyaan pertanyaan datang dari rekan rekan yang dulu ikut
memilih ketua umum yang baru. Dan sayapun orang pertama yang dihubungi oleh
rekan2 calon ketua umum saat itu dan ikut memuluskannya.
Kemudian saya berada diluar
untuk ikut membantu mengawasi jalannya kabinet yang dibentuk oleh Ketua Umum PP
Pelti yang baru, bahkan pernah ditawari oleh salah satu petinggi yang sebagai
sponsor dalam pemilihan di Munas , untuk
menjadi staf ahli, tetapi saya tidak tanggapi.
Penilaian tentang
kepengurusan Pelti tentu ada. Hanya saja
saya beranggapan, terlalu naif kalau dalam beberapa bulan awal tahun
kepengurusan , sudah harus berharap banyak. Justru yang terjadi hasil kerjanya
belum ada dan untuk bisa diberikan jempol.
Semua ini ada sebab
musababnya. Penyebabnya tak lain karena anggota kepengurusan ini belum
mempunyai visi dan misi yang sejalan dengan Ketua Umum PP Pelti sendiri.
Dalam pengurus harian
sendiri terjadi beberapa blok atau keberpihakan sendiri sendiri, sehingga
justru menimbulkan konflik kepentingan. Karena hanya mampu berpikir beberapa
meter ke depan. Tidak ada yang bersifat visioner.
Lihat saja Bidang Pembinaan
Prestasi, sebagai salah satu barometer.
Bidang yang dipimpin oleh
mantan atlet nasional, sejak awal sudah saya ragukan pola berpikrannya, karena
sepengetahuan saya, dia itu bukan seorang konseptor sehingga kesan saya tidak
memiliki konsep pembinaan kedepan. Hanya dalam pikirannya adalah buat sebanyak
mungkin pertandingan. Sehingga tanpa memikirkan kemampuan khususnya kemampuan
finansial maka didaftarkannya sekitar 20 turnamen internasional ke ITF begitu
susunan kabinet dilantik KONI Pusat sebagai bentuk gebrakan tanpa pola.
Akibatnya , ternyata
sebulan sebelum turnamen internasional tersebut dimulai tiba tiba baru sadar
jika belum ada dana untuk menjalankan event tersebut. Padahal sebelum berkoar
koar kalau pimpinan yang baru soal dana bukan masalah. Dan hasilnya Pelti harus
membatalkan dan terima penalti dari ITF.
Saya berani mengatakan
begini, karena saya mengerti masalah besarnya dana turnamen yang dibutuhkan dan
biasanya keputusan itu datang dalam Rapat Pengurus Harian baru didaftarkan ke
ITF. Ketika saya duduk dalam kepengurusan PP Pelti sebagai wakil sekjen selama
10 tahun, semua keputusan dilakukan dalam rapat dan disetujui oleh Ketua Umum
baru didaftarkan ke ITF.
Akibatnya diawal tahun
kedua terjadi mundurnya Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti dan sebelumnya pula
ada anggota kepengurusan ikut mundur dalam kepengurusan karena merasa ada
ketidak cocokan didalamnya. Benih benih perpecahan mulai muncul.
Saya berani mengatakan terjadilah perpecahan
didalam kepengurusan karena saya mengenal mereka satu persatu Saya menganggap mereka sebagai kawan. Dan
kawan yang sejati, harus berkata apa adanya, tanpa dilihat apa ada agenda
negatif.
Hari ini rasa miris itu
semakin bertambah. Sebab berita kegagalan tim tenis diajang SEA Games ke 28
tahun 2015 di Singapore untuk membawa pulang satupun medali emas. Akibat dari
ketidak becusan bidang pembinaan prestasi dalam menyusun tim dari pemilihan pemain
dan pelatih yang ada khususnya pelatih putra. Bukannya prestasi dari pemenuhan
target pencapaian medali emas yang didapat tetapi prestasi membuat sejarah baru
tenis Indonesia tidak membawa pulang medali emas sejak Indonesia bergabung
dalam SEA Games pertama kali. .
Adalah Ketua Bidang
Pembinaan Prestasi PP Pelti, Donald Wailan Walalangi (selaku manajer tim tenis
Asian Games/SEA Games)bersama wakil ketua bidang pembinaan prestasi PP Pelti
Roy Therik (pelatih tim putra Asian Games/SEA Games) telah memberikan janji
ataupun target medali emas kepada Satlak Prima yang dibentuk oleh Kemenpora.
Setahun sebelumnya hal yang sama untuk
event Asian Games 2014.Lebih tragis sekali menurut saya, sewaktu persiapan
Asian Games 2014, Pelti menargetkan medali emas disektor ganda putra pasangan
Christopher Rungkat dan Elbert Sie. Persiapan mendapatkan medali emas itu tidak
dilaksanakan sepenuhnya, karena Christopher Rungkat lakukan try out disamping
mengejar peringkat dunianya, tetapi Elbert Sie dibiarkan bertahan sebagai
pelatih petenis yunior dikota Bandung. Hal ini sudah saya laporkan ke petinggi
Pelti sendiri.
Teringat saya di era
Martina Widjaja sebagai Ketua Umum PP Pelti, ketua bidang pembinaan senior
berani menolak berikan target medali emas dalam event Asian Games , ketika
diminta oleh KONI/KOI saat itu. Bahkan secara ksatria katakan tenis tidak ikut
Asian Games karena ditargetkan harus bawa medali emas. Ini semua karena
memiliki pengetahuan peta kekuatan tenis di Asia saat itu yang sebenarnya mudah dimonitor, dan tidak
mau bertindak ABS (asal bapak senang) .
Saya tergerak menyoroti
keluhan keluhan datang dari rekan rekan di Pengda Pelti. Yang sudah tidak tahan
dengan situasi pertenisan kita ini. mulai dari masalah internal Pelti, baik
komunikasi antara Pusat dan Daerah. Pengda Pelti adalah
kelanjutan tangan dari Pusat , sehingga
program program dari Pusat dijalankan oleh Pengda bersama Pengcab Pelti didaerah masing masing.
Pengda Pelti juga yang menentukan dalam pemilihan Ketua Umum didalam Musyawarah
Nasional (Munas) Pelti.
Ketertarikan menyoroti
langkah PP Pelti juga bertambah, berkaca dari pengalaman lebih dari 10 tahun
lalu di Pelti.
Di era ketua umum Martina
Widjaja, komunikasi antara Pusat dan Daerah sangat dijaga sekali sehingga ada
keharmonisan bekerja dalam rangka
menjalankan visi dan misi diacara Munas.
Rasa penasaran muncul, mengapa Donald Wailan Walalngi dan Roy Therik yang keduanya besar di tenis, tidak punya sense of belonging and responsibility?
Sejumlah pelaku tenis didaerah daerah mengeluh masalah terputusnya komunikasi antar Pusat dan Daerah sehingga banyak Pengda Pelti mulai acuh terhadap Peltinya sendiri. Jika ada masa bhaktinya habispun sudah tidak mendapatkan perhatian. Apalagi ditingkat cabang lebih gawat lagi.
Oleh sebab itu masuk akal
jika ada keinginan dari Pengda Pengda agar ada resuffle dalam kepengurusan
sekarang. Atau adakah cara lain sehingga bisa mengangkat kembali pertenian
Indonesia.
Bisa jadi Pengda Pengda akan menuntut terhadap Ketua Umum PP Pelti agar kabinet yang dibentuknya itu diperbaiki karena sudah terlihat didalam Pengurus Harian saja sudah terjadi pengelompokan pengelompokan.
Tidak lupa ketika Munas 2012 suara yang diberikan
kepadanya hanya beda tipis dengan saingannya. Berarti banyak daerah yang tidak
memilihnya, terutama Pengda Pelti DKI Jakarta.
Lebih baik Tenis Indonesia ini kehilangan seorang Ketua Bidang ataupun Ketua Umum sekalipun dari pada kehilangan pamor di Asia Tenggara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar