Jakarta, 15 Juni 2015. Setelah kegagalan tim tenis Indonesia di SEA Games ke 28 di Singapore, saya menerima berbagai komentar melalui SMS. Datang dari Pekanbaru, dengan SMS sbb " Membuat target tentu hrs ada perhitungannya, dan kegagaan mencapai target hrs bisa dipertanggung jawabkan. Siapa ? 1) pelatih, 2) pengurus organisasi. Terkait dgn organisasi sejak dilantik memang tidak ada indikasi memajukan dunia pertenisan , oleh karena itu kita semua hrs mengevaluasi diri. Pertama adalah org2 atau kelompok yg memilih mereka. Sadar dan mundurlah dari organisasi pertenisan demikian pua dengan pengurus yg ada sekarang. Evaluasi sederhana bisa dilihat dgn tidak munculnya generasi baru pertenisan, sejak beberapa th yg lalu, atlet nas kita tidak bed dari mereka yg 4 atau 5 org. Kegagalan yg fatal dari pengurus organisasi. Klu cinta tenis kasi kesempatan pada mereka yg mungkin bisa buat perubahan . Sekian Pak."
Saya sendiri tidak tahu lagi sipengirim ini apa masih duduk dalam kepengurusan Pengda tetapi yang pasti dia ini dulu ikut juga di Munas Pelti 2012 di Manado. Karena termasuk petinggi Pengda Pelti Riau yang tidak memilih ketua umum yang baru ini.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh rekan JS dari Pengda Pelti DKI, yang terang terangan mengatakan Pengda Pelti DKI tidak memilihnya. Memang saat pemilihan hanya selisih 2 suara saja. Jadi sebenarnya berimbang.
Bahkan dari pelatih memberikan reaksi baik melalui Facebook yang minta pertanggung jawaban Kabid Pembinaan Prestasi PP Pelti dan juga pelatih, seharusnya legowo untuk mundur. Demikianlah kekecewaan dari berbagai pihak yang masih peduli dengan tenis Indonesia.
Saya mencoba SMS juga ke Ketua Umum PP Pelti tetapi tidak mendapatkan respons. Mungkin dia psuing juga hadapi permasalahan internal sebenarnya. Bahkan saya ingatkan kembali dalam pertemuan 4 mata dengan dia dibulan Desember 2012, ketika dia katakan bahwa ada satu keputusan yang sangat menyakitkan hati Martina Widjaja (Ketua Umum PP Pelti yang digantikannya) adalh mengangkat DWW sebagai Kabid Pembinaan Prestasi yang baru. Dan reaksi saya hanya katakan apa yang dilakukan adalah TRIAL and ERROR.
Dan hal ini saya ungkapkan kembali agar menyadari apa yang sudah saya prediksikan sebelumnya. Dan saya terima SMS dari rekan sekjen yaitu " Semua prestasi ada naik turunnya pak.. Apalagi tdk ada dana dr pemerintah dlm rangka pembinaan tdk sperti dulu ada dana hibah" Dan sayapun tidak menanggapinya karena saya angap ini jawaban poitis saja, karena tidak menyangkut akar permasalahannya.
Tetapi ada yang bereaksi cukup keras yaitu minta pengurusnya turun saja sebagai bentuk pertanggung jawabannya. Hal seperti ini di Indonesia belum bisa apapun alasannya. Sehingga jiwa ksatria seperti dinegara maju sulit diterapkan. Lihat saja, so pasti pertanggung jawabannya hanya dengan permintaan MAAF, dianggap sudah cukup. Termasuk Ketua Umum KOI, Pimpinan rombongan Taufik Hidayat cukup sampaikan maaf.
Sayapun kirimkan WA kepada Ketua Umum KONI Pusat Tono Suratman karena sudah kenal dan suka berkomunikasi. Isi berita saya kepadanya adalah " Sebagai usulan agar KONI Pst jg bs evaluasi setiap cabor shg bs reward n punishment diterapkan. Krn banyak cabor tdk berprestasi dan tdk ada upaya jalankan program pembinaannya sendiri d hanya dompleng dana Pelatnas dari Pemerintah, Tq"
Dan dapat jawaban " Pak Ferry, terima kasih... Sy setuju sarannya, kita akan evaluasi cabor yg tdk berprestasi tks"
Ya, untuk mau merespons dan tentunya harapan janji tersebut bisa terealiser, kalau tidak olahraga kita ini akan jalan ditempat atau mundur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar