Jakarta, 5 Juni 2014. Setiap menghadapi Pekan Olahraga Nasional (PON) selalu terjadi praktek jual bei atlet dan itu sudah terjadi sejak bebarapa PON lalu. Melihat hasinya pembinaan maka oleh KONI Pusat dianjurkan agar dibuat aturan batasan umur. Kelihatannya ini untuk mengatasi probema ama tersbut.
Tetapi ternyata sama saja, karena baik pelatih yang sangat jeia melihat peluang, karena beberapa kali PON yang saya amati pemberlian atlit sebagian besar dilakukan olehpelatih pelatih kondang sendiri, kemudian para orangtua melihat peuang masuknya ratusan juta kekocek putra atau putrinya.
Kenapa induk organisasi tidak mencegahnya. Saya akui kaau induk organisasi tidak bisa melarangnya karena memang hak dari setiap insan tenis.
Saya menilai saat ini sudah luntur rasa kebanggaan membela daerah dimana domisili atlet tersebut. Terlalu cenderung dengan materi yang dibutuhkan. Kita harus akui kalau pembinaan atlet berprestasi itu butuh dana besar sekali. Berbeda dengan zama duu saya masih jadi atlet karena cukup bangga bsa ikut PON.
Yang menjadi pertanyaan kenapa bisa luntur ? Menurut pendapat saya ini hanya akibat nya saja dari melempemnya induk organisasi didaerah daerah. Banyak keinginan orangtua agar Pelti didaerah memperhatikan putra putrinya yang sudah berjuang membela daerahnya (menurut pandangan orangtua kaau sudah memenangani turnamen yang sebenarnya turnamen individu bukan beregu) kenapa tidak diperhatikan oleh petinggi Pelti didaerahnya. Ini memang salah satu kelemahan karena banyak sekali petinggi Pelti didaerah punya motivasi berbeda untuk menjadi pengurus Pelti tersebut. Disinilah masalahnya.
Jadi tidak bisa disalahkan kalau terjadi jual beli atlet padahal masih yunior. Yang penting bagaimana menjadikan uang saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar