Pontianak, 10 Juni 2010. Memasuki kota Pontianak yang pertama kali tahun 1972 dan sekarang ternyata sudah berbeda jauh, sejak dari Bandara Supadio sampai kedalam kotanya. Tetapi yang menarik dan cukup membuat saya prihatin adalah ada hambatan dipertenisan Kalimantan Barat adalah orientasi atletnya sendiri jika dipanggil baik latihan maupun bertanding oleh Pelti setempat.
Yaitu orientasinya kepada uang. Apa yang akan diberikan oleh Pelti kepada mereka, bahkan kalau latihan saja merekapun minta disediakan air minum, pakaian, sepatu bahkan raket sekalipun. Gejala ini sebenarnya sangat tidak sehat Kenapa saya katakan demikian. Karena belum berprestasi sudah meminta terlalu banyak.
Belum bisa memberikan prestasi sudah menuntut terlalu banyak yang sebenarnya merupakan kewajiban mereka sendiri tetapi dilimpahkan kepada pihak luar.
Saya paling sering kedaerah daerah, khususnya keluar Jawa dalam rangka mensosialisasi salah satu kebutuhan atlet yaitu turnamen. Keluhan datang baik dari orangtua atlet yang paling banyak menuding Pelti setempat tidak berbuat sesuatu bagi kepentingan atlet. Ini ada informasi yang positip dan ada yang terlalu banyak menuntut kepada Pelti yang sebenarnya kewajiban orangtua.
Kali ini sebaliknya , saya sudah pernah mendengar dari rekan Pelti tentang perilaku atletnya, seaktu berada di Sumbawa Besar NTB. Kali ini di Pontianak. Keluhannya kalau atlet terlalu banyak menuntut sampai ke hal yang kecil kecil dimana seyogyanya semua kebutuhan atlet tersebut disediakan sendiri, bukan oleh pihak Pelti. Minta sepatu, kaos, raket, senar dll. Bahkan lebih sedih kalau diundang bertanding friendly games misalnya dengan petenis luar Kalbar. " Apa dapat kaos, sepatu ?" demikian pertanyaan pertama.
Ini yang perlu diperhatikan, jika atlet yunior maka saya yakin mental seperti ini perlu diperbaiki.
Kita mulai dari dalam sebelu keluar. Sebagai orangtua mempunyai kewajiban tentunya bagi pendidikan anak anaknya termasuk pendidikan olahraga yaitu tenis. Anak maju maka orangtua tentunya juga bangga. Termasuk klub, pelatih dan daerahnya akan bangga. Begitulah jadinya. Anak belum berprestasi sudah banyak tuntutan maka prestasi akan jalan ditempat. Tidak ada upaya untuk meningkatkan pretasinya kedepan. Sudah cukup puas dengan keadaan sekarang.
Saya teringat sewaktu press conference di Jakarta, Walikota Tarakan mengatakan bangsa ini rusak jika orientasinya adalh uang. Hal yang sama terjadi di pertenisan. Beberapa tahun lalu sempat heboh ketika dilarang Turnamen nasional yunior memberikan hadiah uang. Larangani ini sudah lama sebenarnya ada hanya pelaksanaanya kurang mendapatkan kontrol ketat dari Pelti sendiri. Akibatnya petenis hanya mengejar turnamen yang memberikan hadiah uang besar, padahal ini turnamen yunior. Mulailah muncul catut umur dll.
Pertanyaannya sekarang, apakah kita mau mebiarkan semua ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar