Jakarta, 31 Agustus 2020.Ada satu catatan sejarah penting
yang terungkap dilontarkan oleh Ketua Umum PB PELTI ke-III dalam usaha kita
melacak sejarah perkembangan PELTI yang telah genap berusia 52 tahun.
Dalam perjalanan sejarahnya PELTIi
didirikan hanya dengan gagasan perorangan yang kemudian disepakati oleh
sekelompok masyarakat pencinta tenis . Rupanya sejarah ini berulang lagi, di
lapangan tenis hard court Senayan yang terletak di pintu IX, jl Asia Afrika
(sekarang depan Resto Lembur Kuring). Juga oleh sekelompok pecinta tenis , Jenderal
(Purn) DR. AH Nasution, Letjen(Purn) Dr. Ibnu Sutowo, Mayjen (Purn) R. Roesli,
Firmansyah, dan Tan Liep Tjiauw.
“ Saat itu kami sedang bermain tenis .
Kemudian kita membicarakan activitas PB PELTI yang sepertinya sama sekali tidak
terlihat kegiatannya- memang ketika itu terasa kabur tempat kedudukan PB PELTI,
apa di DI Yogya yang kebetulan Ketua Umumnya G.P.H Soeryohamidjojo - nah , dari
hasil rembukan tersebut saya diminta oleh pak Nasution untuk kembali mengaktifkan
PELTI, saya lupa tanggal dan bulannya hanya tahunnya adalah 1956. Ketika itu
saya masih bertugas di MABAD, “ jelas Ibnu Sutowo, memperbaiki penulis masa
kepengurusannya yang mulai pada tahun 1958-1962.
Sebagai tindak lanjut pembicaraan
di lapangan tenis ini, Ibnu Sutowo kemudian mulai melakukan rapat untuk
membentuk kembali Organisasi PELTI. “ Jadi jelas dalam masa kepengurusan saya
sebagai Ketua Umum PB PELTI yang ketiga merupakan masa Penataan kembali Organisasi,
“ungkap Ibnu Sutowo lagi.
Situasi ini jelas merupakan langkah
mundur Artinya kita harus kembali mulai dari awal dalam pembina suatu
organisasi . Masih ada lagi catatan penting bahwa Ibnu Sutowo merupakan ketua
umum yang tidak dipilih dalam suatu kongres PELTI. Namun dalam kepengurusan Ibnu
Sutowo tenis Indonesia mulai aktif dalam pengiriman petenis keluar negeri
terutama di kawasan Asia khususnya bagi petenis junior seperti Sugiarto Sutaryo,
Gondowijoyo, Mien Suhadi, Joce Suwarimbo serta Vonny Tjoa.
Juga dalam kepengurusan Ibnu
Sutowolah untuk petama kali Indonesia (PELTI) mendatangkan pelatih professional
yang dikontrak selama enam bulan untuk melatih tenis terutama bagi para junior,
Hugh Steward dari Amerika Serikat.
Hasil pembinaan Hugh Stewart
mulai membuahkan hasil meskipun belum maksimal dalam pesta olahraga Asia (Asian
Games IV) 1962 di Jakarta, terutama di bagian putrinya, Di nomor beregu Mien Suhadi,
Vonny Tjoa berhasil merebut medali perak setelah tim Jepang, kemudian dalam
nomor ganda putri dan ganda campuran meraih medali perunggu.
Dalam kepengurusan Ibnu Sutowo
juga Indonesia ditunjuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan babak kualifikasi
piala Davis antara Indonesia – India (1060) yang dimainkan di Bandung. Tan Liep
Tjiauw, Itjas Soemarna, Sugiarto Sutaryo
dan Sie Kong Loen sebagai tim piala Davis
Indonesia pertama memang kalah 1-4 dari tim India. Tapi yang menggembirakan
adalah secara organisatoris PELTI mulai
terlibat langsung dengan kegiatan ITF
Sebagai seorang pecandu permainan tenis yang getol berlari-lari memukul bola di lapangan yang
berukuran 23,77 m x 8,23 m, Ibnu Sutowo yang juga berperawakan atletis ternyata
punya pandangan khusus mengenai permainan tenis itu sendiri dan masalah
pembinaan prestasi tenis. “ Tenis merupakan permainan yang exciting , mengasyikkan
namun berat .” ujar Ibnu Sutowo, . Karenanya , lanjutnya lagi, maka dalam
masalah pembinaan pemain disamping memperhatikan factor tehnis pemain juga phisiknya.
Saya harapkan agar dalam membina petenis supaya pelatih yang ditunjuk untuk
menangani pemain adalah mereka yang benar benar tahu dan mengerti masalah
tehnis bermain tenis sehingga ia (pelatih) tersebut tahu apa yang perlu
dikembangkan terhadap si pemainnya.
Memang dalam melaksanakan
pembinaan diperlukan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu Ibnu Sutowo menghimbau
agar untuk jangka panjang perlu dicari perusahaan perusahaan yang mau
mengeluarkan biaya. “Saya sangat gembira
melihat aktivitas seperti Bakrie Brothers yang disamping membina sepak
bola juga bulutangkis dan sekarang
katanya mulai juga di cabang tenis. Demikian juga dengan perusahaan lainnya seperti
Astra (UMS), Nugra Santana dengan tenis
klubnya serta Mertju Buana juga dengan tenis klubnya”. lanjutnya lagi
Apa yang diungkapkan Ibnu Sutowo
memang cukup beralasan , bahwa para pembina olahraga khususnya tenis agar tidak
sepenuhnya bergantung pada pemerintah dalam melakukan pembinaan. Tampilnya
pengusaha- pengusaha yang jadi motor penggerak sangat diperlukan. “ Setelah
tahun 1962, meskipun saya sudah tidak lagi menjabat sebagai ketua umum PELTI
namun saya masih terus membantu
pembiayaan pengiriman petenis-petenis ke luar negeri.” Ungkap Ibnu Sutowo. BERLANJUT..,,,,, (Dikutip dari Tulisan Benny
Mailili (alm) dalam HUT Pelti ke 52)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar