Jakarta, 23 Agustus 2020 . Banyak julukan dan sanjungan
diberikan kepada Tan Liep Tjiauw Kampiun
Tenis Indonesia. Pemain tenis paling popular saat itu di Indonesia. Ketika
berlaga di arena Grand Slam Wimbledon,
Inggris, Tan Liep Tjiauw mendapat julukan “ Little Tan “ , ia memang bertubuh
kecil dan pendek. Ini petenis Indonesia pertama yang mengikuti Grand Slam Wimbledon, 1953.
Tentang posturnya yang kecil ini,
dalam majalah Aneka No 7/1941, dikomentari begini “ Dalam sejarah tenis, banyak
pemain kecil yang menjadi juara oleh kelemasan ( keluwesan) dan ketelitian
serta ketajaman pukulannya, yang sering dibantu pula oleh siasat muslihatnya,
serta kecakapannya mempergunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya. Tapi tak
banyak dari pemain pemain kecil ini yang berpukulan keras, ialah karena
kecilikannya itu. Antara jumlah yang sedikit itu termasuk Tan Liep Tjiauw,
pemain yang terkuat saat itu di Indonesia. Tan Liep Tjiauw adalah salah seorang
juara Indonesia yang mempunyai drive forehand topspin yang terkeras, yang
pernah diperlihatkan pemain pemain di Indonesia.
Tan Liep Tjiauw lahir di Blitar , 2 Februari
1925, mulai mengayunkan raket pada usia 9 tahun, Di kota Blitar, kota
kelahirannya itu, ia tak perlu khawatir akan langkanya guru guru tenis
yang baik, karena di sana menetap Kwee Tek Kwan, serta iparnya, Liem
Tiang Hok. Pemain tenis yang topspin paling ditakuti. Merekalah yang menempa
Tan Liep Tjiauw hingga menjadi pemain yang ditakuti karena memiliki kelengkapan
pukulan, termasuk topspin .
Tahun 1940 menandai kemajuan Tan
Liep Tjiauw yang pesat. Dalam Kejuaraan di Bandung, ia mengalahkan Tan Twan Tjay,
6-0,6-1, Coele, juara Bandung dan pemain nomor tiga di Kawasan Jawa, ( sesudah
Kho Sin Kie dan Samboedjo Hoerip), ditundukkannya dengan 6-3, 6-1 . Pemain kuat
lainnya yang pernah ditundukkannya yang pernah dikalahkannya adakah jago Jepang
dari Surabaya, Fujita, yang menyerah 7-5, 6-2. Hanya Kho Sin Kie yang waktu itu
belum terkalahkannya.
Pengalaman bertanding di
Wimbledon, Inggris, 1953, pasti tak terlupakan sampai meninggalnya pada 1963,
bertepatan dengan saat berlangsungnya Ganefo I di Jakarta. Majalah Star Weekly,
15 Agustus 1953, menggambarkan pengalaman Tan Liep Tjiauw sebagai berikut : “
Ditinjau dari sudut moril, Liep Tjiauw
sangat menderita. Bersendirian dinegeri orang , bermain diatas
baan baan (lapangan tenis) yang asing sama sekali baginya, tanpa seorang coach
atau pendamping lainnya, ia mesti mengandalkan pada diri sendiri untuk
mendapat sokongan moril. Andaikata satu kali ia kehilangan kepercayaan kepada
diri sendiri, maka sukarlah memperolehnya kembali”
Toh dalam keadaan demikian, Tan
Liep Tjiauw mampu mencetak prestasi – mengingat ia tampil sebagai debutant.
Ia memang kemudian takluk di kaki pemain nomor wahid Belgia dan menempati
urutan kedua di seluruh Eropa, Philippe Washer, 0-6,3-6, 3-6. Tapi kemampuannya menyabet pemain Davis Cup
Sri Lanka nomor satu. Scharenguivel, dengan 6-4, 5-7, 2-6, 6-3, 6-2, mempunyai
nilai tinggi.
Tahun 1956. Tan Liep Tjiauw Bersama Ketje Soedarsono dan Liem
Yoe Djiem mengikuti Interport Chmapiosnhip di Singapura , dikirim oleh PELTI, yang diikuti pula oleh Malaya (sekarang Malaysia), Thailand
dan Sir Langka dan Indonesia keluar sebagai Juara . Kemudian 1957 di Kuala
Lumpur , Tan Liep Tjiauw , Ketje Soedarsono, Liem Boen Swan dan Kwee Som Tjok
dan kembali keluar sebagai juara. ^^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar