Jakarta, 9 Januari 2014. Saya coba share juga masalah pembinaan yang akan saya coba bedah dimana kelemahan nya selama ini yang menyebabkan pertenisan kita cenderung melorot. Tapi saya harus menerima akibat dari tulisan sebagai pemikiran saya nantinya. Karena ketika saya mencoba menulis artikel mengenai kinerja Pelti didaerah daerah melalui www.remaja-tenis.com dengan tujuan agar mereka sadar akan kekurangan kekurangannya. Ternyata ada yang marah bahkan akan membawa ke jalur hukum. Wow, sebegitu piciknya ya. Dari dulu saya sudah lihat kelemahan kelemahannya tetapi tidak bisa saya kemukakan dalam tulisan dimedia ini. Karena sewaktu duduk dalam organisasi maka saya harus menjalankan kode etik organisasi. Ibaratnya Right or Wrong, saya harus bela belain juga.
Sekarang sudah bisa saya kemukakan juga pengamatan saya selama ini mulai dari ikut serta mengamati petenis nasonal ikut turnamen diluar negeri bersama pelatih nasional sekalipun. Begitu juga latihan latihan yang dibina oleh pelatih pelatih daerah maupun nasional sekalipun. Banyak faktor harus kita akui yang berpengarus terhadap prestasi atlet. Tapi saya akan kemukakan salah satunya dulu.
Kuncinya hanya satu yaitu DISIPLIN. That's the point.
Nah, disiplin apa yang dimaksud dan siapa yang harus disiplin. Ya tentunya pelaku pelaku tenis mulai dari petenis, pelatih maupun pembinanya atau organsasi sekalipun.
Kita coba perhatikan untuk atlet sendiri, apakah sudah disiplin dimulai dari rumah, latihan, apalagi turnamen. Hal yang kecil saya coba kemukakan. Ini yang saya amati adalah atlet prestasi dulu ya, karena untuk anak2 tentunya yang diutamakan adalah FUN ditanamkan kedalam diri atlet tenis.
Nah, jika sudah mulai terjun ke prestasi maka sudah harus mulai merubah, dan unsur FUN masih ada juga bukan berarti harus dihilangkan sepenuhnya.
Coba perhatikan jam tidur anak2, karena saya masih mendengar ada petenis yunior sewaktu besoknya bertanding masih BBM dikamar sampai larut malam. Nah, hal seperti ini benar2 kelihatan sepele tapi salah satu pelanggaran disiplin atlet. Atelt butuh istrahat yang baik untuk memulihkan staminanya. Belum lagi soal makan, jadwal makan sudah harus diatur sedemikian rupa. Ada kecenderungan makan asal kenyang, akibatnya coba cek HB atlet tersebut hanya 10-12 saja, ini hasil sangat rendah sehingga akan berpengaruh sehingga bisa menurunkan daya tahan tubuh. Belum lagi dicek masalah VO2 max.
Nah, untuk pelatih, coba lihat sampai dimana disiplin pelatih kita dalam melatih atletnya. Coba tanya saja kemampuan 1 (satu) pelatih itu ada batasnya. Apa benar 1 pelatih menangani 10 (sepuluh) atlet dalam latihannya. Kalau kita tanya ke pelatih selalu merasa sanggup padahal orientasinya untuk DO IT atau DUIT. Harus diingat ada rumus pembinaan saya baca adalah untuk atlet agar bisa berprestasi dunia dibutuhkan latihan 10.000 jam. Coba Anda bayangkan berapa tahun bisa tercapai. Harus diakui untuk menghasilkan atlet bukan butuh 1-2 tahun atau 5 tahun tetapi bisa 10 tahun. Dari 10.000 jam dikatakan cukup sehari 3 jam latihan. Disini bukan berarti berlatih bersama 10 sampai 20 atlet dalam 3 jam. Ini pandangan salah menurut pengamatan saya. Coba lihat didalam latihan atlet, apa pelatih fokus kepada latihan atletnya. Tidak sepenuhnya, bisa dibayangkan saya melihat ada pelatih sibuk bercengkerama dengan para orang tua atlet dipinggir lapangan.
Ada satu masalah lagi, dengan majunya dunia elektronika ini maka HP yang merupakan alat komunikasi juga membawa dampak negatip. Kenapa, baik atlet maupun pelatih sewaktu latihan masih bermain HP, dimana konsentrasinya. Ini salah satu disiplin yang harus segera dikerjakan agar prestasi bisa naik. Dan bahkan sewaktu bertandingpun masih aja HP dibawa dalam tas dan terlihat ada atlet yang menyempatkan diri menerima pangilan di HPnya didalam lapangan. Bayangkan apa ini bermanfaat?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar