Jakarta,21 Oktober 2010. Menjelang Pekan Olahraga Tenis Nasional II yang akan digelar tgl 23 - 31 Oktober 2010 di Kemayoran, saya terima telpon dari Ketua Umum PP Pelti Martina Widjaja yang menerima SMS dari daerah dan tidak disangka sangka seperti keluhan atas tidak terpilih putranya oleh Pengprov Pelti setempat. Ya, begitulah resiko sebagai petinggi Pelti di Tanah air. Hal itu diungkapkan =setelah gladi resik pembukaan POR Tenis Nasional ini di Kemayoran.
"Itu masih bagus, belum terima caci maki dari orangtua ataupun rekan Pelti daerah seperti yg saya terima." semua yang hadir cuma ketawa. Tapi Martina juga langsung balas agar hubungi saja rekan rekan pengurus Pelti lainnya karena dia tidak tahu.
Siangnya saat saya ikuti rapat KONI Pusat Martina telpon saya lagi karena terima SMS dari orangtua pemain Jawa tengah yang sempat saya angkat dalam blogger ini. Pernyataannya mengatakan tidak pernah menyampaikan kesan tersebut. Bagi saya mungkin salah saya memndengarnya. Kalau salah ya, minta maaf saja paling gampang agar tidak buat orang tersinggung.
Malamnya saya terima SMS lagi dari rekan pengurus Pelti Riau (Sukirno Mus) yang mengatakan isu yang berkembang di Pekanbaru mengatakan akibat konflik saya dengannya sehingga saya menentang rekruitmen atlet oleh Pelti Riau. Dan dia minta klarifikasi. Sayapun langsung jawab bahwa saya kena fitnah sedangkan hubungan saya dengan Sukirno Mus tidak ada hard feeling sehingga bukan masalah. Tapi saya langsung katakan ini akibat SMS ke Riau dan Sumut masalah atlet yang didaftarkan sama sehingga dalam rapat Panpel diminta saya beritahu ke Pelti Riau dan Sumut. Dan itu yang saya lakukan. Dan saya sendiri sudah maklum siapa yang sebar luaskan isu tersebut. Bukan masalah.Begitulah kalau berbicara dengan orang belum memahami filosofi tenis, sulit, sehingga semua itu bisa dibelokkan dengan cara yang sangat gampang yaitu cari aja "kambing hitamnya", beres kan. Saya cuma kasihan saja akibat bela atlet dimana yang membela tidak mengerti aturan yang sudah baku maka yang jadi ribut pembinanya sendiri, sedangkan atletnya boleh tenang saja atau ketawa melihat kejadian ini.
Dalam hal ini saya sebagai wakil sekjen tentunya harus memberi tahu kepada masyarakat tenis yang belum tahu tentang aturannya. Ada yang ngotot dengan kacamata sendiri membaca aturan baku tersebut, tetapi banyak yang mau mengerti dan mau jalankan. Bahkan pernah sampai orangtua tesebut ngotot didepan saya setelah dijelaskan baik baik, kalau ankanya tidak perlu ikut PON. Wah yang begini ini yang tidak mau saya layani lagi, Wat voor ? Entah kalau sudah tidak jadi pengurus lagi ( 2012), tentunya bisa aja saja EGP. Enteng kan..
Yang jadi pertanyaan sekarang, jika melihat ada ketimpangan ketimpangan di pertenisan apakah harus diam. Jika dijalankan tugas saya maka banyak akibatnya bahkan pernah saya diusulkan untuk diberhentikan oleh salah satu orangtua petenis yang mengatasnamakan salah satu organisasi orangtua petenis. Bisa timbul ketidak sepahaman bukan hanya dengan orangluar tetapi dengan sesama pengurus bisa saja berbeda pendapat. Dan suka juga terjadi tetapi semua diselesaikan didalam saja tidak keluar. Ini resiko berorganisasi, kalau mau berorganisasi dengan baik. Sebagai contoh bisa saja suatu keputusan organisasi itu tidak sesuai dengan keinginan kita pribadi, dan sudah merupakan keputusan organisasi maka harus didukung bukan sebaliknya. Kalau kurang puas sebaiknya diperdebatkan sebelum diputuskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar