Jakarta, 26 September 2010. Jikalau pelaksanaan National Youth Training Camp yang pertama sebagai bentuk mewujudkan keinginan Martina Widjaja selaku Ketua Umum PP Pelti agar dimasa mendatang pertenisan Indonesia bisa menjadi lebih baik dengan lebih mengaktifkan grass root development programnya yang ternyata tidak terlalu banyak rumor yang muncul, tetapi setelah saya kembali dari kota Kinabalu Malaysia saya mendengar begitu banyak intrik intrik datang dikalangan masyarakat tenis Indonesia, khususnya dikalangan orangtua petenis yunior yang selama ini saya kenal karena mereka ini ikut aktip membawa putra/putrinya ikuti turnamen RemajaTenis maupun Persami Piala Ferry Raturandang.
Saya sendiri menyadari akan banyak reaksi terhadap pemenuhan keinginan yang lebih banyak atau cenderung lebih menonjol ego masing masing pihak. Suka atau tidak suka I don't care begitulah cara saya menghadapi komentar komentar miring terhadap setiap pemenuhan ego masing masing. Saya juga dengan bintang LEO, juga cukup tegar maupun cuek karena ego saya juga tidak kalah dengan mereka. Tapi ego saya bisa mengalah jika ingin menjalankan misi pertenisan kedepan. Ini demi masa depan tenis Indonesia, sedangkan saya sendiri merasa sebagai pelayan masyarakat tenis.
Sebelum ke Kota Kinabalu saya sudah siapkan program National Training camp, mulai dari pemanggilan pemain dengan kontak ke peserta atau orangtua maupun pelatih dari 9 petenis yang diprioritaskan ikut program ini karena mereka ini yang ikut National Youth Traiing Camp pertama. Semua ini sudah dikonsultasikan dengan pelatih Suresh Menon di Kuala Lumpur.
Yang menjadi tugas agak sensitif hanya untuk mengisi kekurangan dari kuota 24 pemain yang dipilih berdasarkan seleksi sebelum masuk training camp. Seleksi dijadwalkan 17-19 September 2010, yaitu dari KU 10 tahun diundang 12 petenis dan KU 12 tahun dipilih 12 petenis juga.
Mulailah saya buat daftar pemain berdasarkan prestasi yang saya miliki di turnamen RemajaTenis maupun turnamen lainnya. Maka saya buat daftar keseluruhan menjadi 32 pemain. Karena siapa tahu yang sudah masuk dalam kelompok 12 orang ada yang berhalangan ikut karena berbagai masalah sendiri sendiri. Sebagai contoh Rini Puspitasari dari Makassar awalnya bersedia tetapi last minute berhalangan karena tidak ada dana untuk tiket pesawat ke Jakarta. Maklum setelah Lebaran harga tiket mahal. Begitu juga masalah dari peserta Training camp sebelumnya berhalangan hadir karena masalah sekolahnya yang baru pindah sehingga sulit mendapatkan ijin kalau sampai masuk camp ( 20-29 Sept). Petenis ini adalah Shamira Azzahra (DKI). Kalau Stefano Wirawan asal Semarang berhalangan hadir karena sudah diprogramkan ke kelompok 12 tahun sedangan Stefano dalam program ini diminta tetap di KU 10 tahun.
Dari nama petenis yang baru ada yang berhalangan karena tidak ada yang antar ke Jakarta yaitu Salsabila H dari Padang. Sedangkan Bagus Laksono dari DIY tidak ada kabar beritanya.
Yang agak kaget saya mendapatkan informasi kalau diluaran ada upaya untuk tidak memenuhi undangan ikut seleksi masuk training camp. Mulai dengan kirim SMS keorangtua calon peserta yang diundang dengan menyampaikan berita bohong seperti kalau training camp yang pertama telah terjadi atlet patah kaki. Belum lagi datang juga SMS kepada orangtua di Jawa Tengah yang menerima SMS dari salah satu orangtua petenis yunior di Rembang Jawa Tengah yang menyebutkan kalau harus hati hati ke Jakarta karena bahaya narkoba dan lain lain. Apa sih maunya semua ini. Tapi ini ciri khas pertenisan Indonesia datang dari kalangan orangtua yang sangat berambisi tetapi menurut saya mereka ini baru kenal tenis sehingga lebih sering manghalalkan segala cara untuk mencapai ambisinya sendiri. That's a life !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar