Jakarta, 11 Juli 2010. Selama 3 hari menyaksikan perjuangan petenis Indonesia dalam membela nama negara diajang kejuaraan dunia beregu Davis Cup by BNP Paribas antara Indonesia dan Thailand, muncul banyak kejadian cukup melelahkan. Salah satunya adalah turunnya hujan dihari pertama tanggal 9 Juli 2012 sehingga pertandingan baru selesai pukul 01.45 dini hari. Bisa dibayangkan, seluruh anggota pelaksana sampai terngantuk ngantuk menghadapinya. Ada yang sampai tidur dikursi sofa dikantor PP Pelti. Ini pertama kalinya terjadi bagi saya yang sudah ikuti kepeanitiaan Davis Cup di Indonesia ( Jakarta dan Surakarta).
Ada yang menarik saya amati perjalanan petenis tuan rumah mulai dari hari pertama kemudian sampai hari ketiga tampak lebih jelas. Turun pertama Sunu Wahyu Trijati (ATP-1.234) lawan urutan pertama Thailand Kittipong Wachiramawong (ATP-480), kemudian Christopher Rungkat (ATP-680) melawan urutan kedua Thailand Weerapat Doakmaiklee (ATP-712). Begitu juga pasangan Christopher Rungkat/Ketut Nesa Arta melawan pasangan kembar Sanchai dan Sonchat Ratiwatana. Dan hari ketiga Christopher Rungkat melawan Kittipong Wachiramawong, diikuti David Agung Susanto melawan Weerapat Doakmaiklee.
Maka terjadilah dihari pertama Christopher menang sedangkan Sunu Wahyu Trijati. Semua pihak mengharapkan Sunu bisa mengambi satu angka dihari pertama sehingga diharapkan bisa 2-0 untuk Indonesia. Harapan tinggal harapan , ternyata Sunu kalah.
Dihari kedua turunlah andalan Indonesia yang juga tidak bisa mengambil kesempatan untuk unggul, maka Indonesia ketinggalan 1-2. Dihari ketiga semua mengharapkan Christopher menyamai kedudukan 2-2 sehingga penentuan adalah pertandingan tunggal kedua.
Tapi semua rencana buyar, karena Christopherpun kalah. Kenapa semua begitu optimis kalau Christopher bisa menang karena minggu lalu Christo mengalahkan Kittipong dalam 2 set di Malaysia Men's Futures, Tetapi mereka lupa kalau saat ini pertandingan 5 set, bukan the best of 3 sets seperti di Men's Futures.
Inti permasalahannya adalah lemahnya kondisi fisik petenis tuan rumah, dan bukan alasan lagi minim ikut turnamen sebagai alasannya. Yang menjadi pertanyaan kenapa bisa demikian.
Setelah saya lihat dan dengar ternyata yang jadi penyebab adalah DISIPLIN petenis andalan sangat rendah. Boleh dikatakan semau gue sehingga apa yang dicapai dalam 3 hari ini membuat tuan rumah bisa kalah. Jikalau demikian maka sulitlah petenis Indonesia mau meningkatkan prestasinya. Ini merupakan pekerjaan rumah bagi orangtua, pelatih maupun Pelti sendiri.
Sejak lama saya amati petenis nasional Indonesia punya kelemahan adalah di fisik, dan saya juga bingung sendiri kalau dulu itu pelatih fisik kita masih belum banyak, tetapi sekarang pelatih fisik sudah digunakan pelatih asing. Masih tetap belum mengangkat kondisi atletnya. Artinya menurut saya ada penyebabnya yaitu inti dari sukses adalah disiplin. Ada kesan semau gue. Bisa dibayangkan jika disuruh latihan fisik seperti merasa disiksa sebagai atlet. Tetapi lupa kalau latihan berat maka kondisi fisik makin kuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar