Jakarta, 17 Juli 2010. Ada satu peristiwa terjadi di Pusat Tenis Kemayoran disaat pertandingan tenis O2SN dimana tim Jawa Barat setelah kalah di semifinal dari D.I.Y. Salah satu anggota timnya jalan pergi meninggalkan tempat pertandingan setelah mendapat damprat dari sang Ayahnya. Putri ini dipanggil panggil tetapi makin cepat saja jalannya meninggalkan tempat pertandingan. Saya kenal putri tersebut maupun kedua orangtuanya karena sering ikuti turnamen yang saya selenggarakan yaitu Persami. Sang Ayah tidak mau tahu kenapa alasan putrinya kalah. Ini salah satu contoh betapa ambisusnya sang Ayah terhadap putrinya. Sehingga selalu mengharapkan putrinya harus menang.
Saya sendiri sering berbincang bincang kepada orangtua, dan lebih menekankan kalau tanpa disadari orangtua didalam membina anaknya lebih penjurus kepada kehancuran prestasinya. Sudah banyak contoh saya lihat betapa peranan orangtua yang sangat ambisius agar putra putrinya jadi juara ternyata justru putus dipertenisan nasional. Bahkan menghilang sama sekali disetiap turnamen yang saya amati.Justru yang terjadi saya perhatikan datang dari orangtua yang bukan petenis sehingga belum pernah merasakan kalah dipertandingan. Setiap petenis sudah harus merasakan dalam pertandingan kalah ataupun menang. Tidak selamanya harus menang. Walaupun sebagai peringkat tertinggi duniapun suatu saat pernah dikalahkan.
Nah, sebagai orangtua sebaiknya sebagai sosok yang melindungi, menasehati, kawan dan sekaligus menjadi panutan. Banyak cara dapat dilakukan untuk menjadikan diri sebagai sosok tersebut. Apalagi orangtua yang bukan pelatih putra putrinya, sebaiknya apa yang dilakukannya. Jangan lupa membangun komunikasi yang baik untuk membangun kedekatan dengan putraputrinya. Upayakan komunikasi dua arah. Selama ini saya perhatikan lebih cenderung komunikasi satu arah. Berikan waktu anaknya berbicara, apalagi setelah bertanding badan sudah lelah sehingga bebannya cukup besar, jangan sekali kali dimarahin. Berikan waktunya anak menyampaikan permasalahan sehingga bisa terjawab atas kekalahannya. Sikap arogan sebaiknya dihindari. Jangan sekali kali disaat anak menyampaikan keluhannya langsung dibentak bentak. Jika dilakuan pendekatan sperti berdiskusi maka akan terbangun saling pengertian bersama. Sama halnya dengan mendisiplinkan anak dengan kasih, jangan gunakan kekerasan untuk menghukumnya. Ingatlah anak anak khususnya yang sedang tumbuh dewasa sehingga bisa terjadi dendam didalam hatinya.
Jika orangtua mengeluarkan kata kata kasar apalagi didepan banyak orangtua akan membuat anak malu.
Kita sebagai orangtua harus mengerti tugas sebagai orangtua dalam membina anak tidak pernah usai, bahkan anak yang sudah tidak tinggal sama sama sekalipun, tetap membutuhkan nasehat yang terbaik.
Jika disuatu turnamen orangtua cukup menjadi penonton yang baik didalam mendukung prestasi anaknya. Ikut menghormati lawan lawan anaknya termasuk pelatih dan orangtua anaknya. Jika orangtua berbuat antipati bagi masyarakat tenis lainnya akan mempengaruhi pergaulan anaknya sendiri. Bisa bisa dikucilkan oleh teman temannya. Bisa dibayangkan disetiap pertandingan anak tersebut merasa berada ditempat yang asing padahal mereka semua ini adalah teman latihannya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar