Jakarta, 22 Mei 2015. Pagi ini saya terima telpon dari nomor yang saya tidak kenal. Dan sayapun terima saja tepon tersebut padahal sedang nyetir mobil mau ke Depok. Dan ketika saya dengar suara seorang ibu yang ternyata putranya saya kenal, karena pernah juara di Remaja Piala Rektor Unimed di Medan tahun 2015.
Dikemukakan masalah tentang putranya tersbut yang berasal dari Kepri. Dia barusana ikuti seleksi disalah satu sekolah yang dikelolah oleh Kemepora di Jakarta. Undangan seleksi terdapat di website Kemenpora tersebut. Dikatakan dengan persyaratannya yaitu harus ikut seleksi dan nama nama yang diundang tercantum dalam website tersebut.
Setelah seleksi fisik maupun tekniknya dinyatakan nomor satu. Tetapi kenapa nama putranya tidak ada dalam pengumuman diwebsite tersebut. Yang ada adalah salah satu petenis yang diketahui murid dari pelatih sekolah tersebut. Jadi pelatih tersebut selain pelatih sekolah atlet juga punya private training diluar sekolah tersebut. Disebutkan ada 2 kuota untuk putra sedangkan dalam hasil pengumuman tersebut hanya 1 yang diumumkan. Timbullah pertanyaan baginya kenapa nama atlet yang awalnya tidak tercantum dalam website tersebut bisa muncul. Sayapun menganjurkan agar hubungi saja panpel seleksi ataupun pelatihnya yang bertanggung jawab. Kemudian dikatakan sudah ditanyakan dan dapat jawaban, dan pertanyaan apakah anaknya itu punya predikat juara. Dijawabnya pernah yaitu di Medan tetapi tidak diterima dan dapat jawaban seharusnya TDP disalah satu turnamen nasional di Jawa seperti Thamrin, New Armada atau FIKS. Tapi oleh ibu tersebut dikatakan kalau mereka itu tinggal di Sumatra sehingga tidak bisa ke Jawa. Tapi sudah pernah juara di Medan yang juga TDP. Dapat jawaban yang mengejutkan kalau turnamen tersebut tidak dianggap. Aneh, katanya sama sama TDP kok berani beraninya dikatakan tidak masuk dalam kategori. Yang jadi pertanyaan kriteria tersebut tidak ada di pengumuman sebelumnya dicantumkan di website Kemepora tersebut. "Kenapa ketentuan itu tidak ada dalam website Kemenpora?" ujarnya.
"Saya akan buat surat ke Menpora untuk bertanya dan berikan tembusan ke Pelti." ujarnya. Sayapun menyampaikan cara itu sudah betul karena perlu dijawab sehingga bisa lebih transaran.
Dikatakan pula kalau Bapak anak itu sudah sempat menyampaikan kalau cara demikian lebih baik berhenti saja main tenis. Nah, ini salah satu kekesalan dari orang tua petenis. Sayapun menanggapi agar sebaiknya anak Ibu dimotivasikan saja agar lebih baik latihan lebih keras lagi dan buktikan kalau anak tersebut bisa berbuat lebih baik kedepan tanpa melalui seklol atlet di Jakarta tersbut yang milik Pemerintah.
Saya juga katakan kepada pelatih anak tersebut yang sempat berbicara kepada saya. "Kamu tunjukan agar latihan yang kamu berikan lebih baik daripada anak anak yang masuk sekolah atlet tersebut."
Kemudian saya bertanya kepada pelatih tersebut untuk beri motivasi agar juga bisa berbuat lebih baik. " Coba kamu lihat petenis top yunior Indonesia itu bukan berasal dari sekolah tersbut kan! Apalagi anak orang yang berduit lebih baik sewa pelatih yang lebih berbobot dari pada masuk dalam sekolah atet tersebut." Kemudian saya beri motivasi juga kepada pelatihnya dengan katakan keuntungan masuk sekolah tersebut hanya bebas sekolah dan beayanya. "That's all" Kemudian saya beri contoh kepadanya tentang hasil seleknas yunior itu ternyata yang terpiliha adalah atlet dari uar sekolah tersbut. Sebagai buktinya. Bahkan salah satu atlet berbakat dari Jawa Tengah sudah masuk sekolah tersebut ternyata tahun 2015 makin merosot prestasinya dan tidak terpilih.
Inilah nasib saya yang sudah keluar dari kepengurusan tenis, tetapi masih dicari juga untuk minta nasehat dari masyarakat tenis. " Saya terima saja uneg uneg tersbut dan hanya bisa berbuat menasehati agar tidak terlau kecewa berat." Dan saya juga sepat katakan kepada ibu tersebut bahwa selama ini saya sudah melihat betapa besar dukungan para orangtua terhadap anak anaknya, untuk siap saia kedewa. Ini salah satu contoh. Dan agar tidak kecewa saya hanya bisa memotivasi agar bisa berbuat lebih baik dengan jalur sendiri. Dan so pasti bisa. Bisa dibayangkan hasil produk sekolah tersebut bukan makin hebat bisa dilihat di tim nasional Indonesia. Begitu selesai sekolah (SMU) kemudian atlet tersbut hilang dari pertenisan nasional. Nah, ini buktinya.
1 komentar:
Siapa tuh om yg semakin merosot prestasinya? Haha
Posting Komentar