Jakarta, 28 Februari 2015. Dalam pembicaraan dengan rekan rekan tenis yang berkecimpung di perwasitan, saya diberitahu tingkah laku dari salah satu petinggi diinduk organisasi tenis. Masalah kenetralan wasit selalu dikacaukan oleh kepentingan petinggi tersebut yang juga mempunyai sekolah tenis.
Saya sendiri sdah cukup mengenal perilaku dianya itu karena saya sering adakan turnamen yunior maka dia ini sering beri masukan sebagai bentuk kepeduliannya terhadap turnamen saya ini tetapi yang sering jadi masalah adalah ketidak konsistensiannya. Paling sering kalau terjadi terhadap anak asuhnya maka dia selalu minta dispensasi dari aturan sebagaimana biasa.
Kali ini disebutkan keluhan dari salah satu rekan wasit yang kebetulan juga anak buahnya diinduk organisasi tersbut. Dikatakan dalam pengarahan dilakukannya selalu dixebutkan atas profesionalisme seorang petugas Referee. Begitu akan dilakukan peneraannya seperti salah satu atlet sudah hars mendapatkan tegiran dan bahkan bisa dinayatakan kalah tak bertanding, maka muncullah dia ini minta diundur undur sehingga tidak bisa kena penalti tersebut
"Waduh betul betul konyol, karena dia merasa yang berkuasa saat ini ditenis." ujar rekan wasit tersebut.
Ikut campurnya didalam tugas seorang wasit ataupun Referee iu sebenarnya tidak bijaksana, karena sebagai petinggi seharisnya memberi contoh yang benar sehingga kenetralan seorang wasit ataupun refeee bisa dijaga dengan benar.
Saya eringat juga disaat Ketua Umum PB Pelti saat itu mau ikut campur didalam pelaksanaan pertandingan dimana beliau mengeluh atas putusan wasit maka sayapun langsung beritahu kalau itu dilakukan oleh wasit sesuai aturannya, maka Ketua Umum PB Pelti langsung mau mengerti.
Tapi saya yakin kalau sifat petinggi ini beda karena tidak mau mengerti. Mabuk kekuasanaan !
Dikatakan pula petinggi ini pernah ditegir oleh salah satupetinggi lainnya untuk tidak ikut campur dalam pertandingan karena tidak punya wewenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar