Jakarta, 6 Juni 2011. Ada satu kebiasaan lama yang ternyata keliru diterapkan selama ini. Kenapa dianggap keliru, karena saya mencoba berdiskusi dengan ITF Referee Gary Au Yeung yang kebetulan sedang bertugas di Jakarta. Suatu kebiasaan saya selama ini jika ada petugas ITF Referee sedang bertugas di turnamen internasional di Indonesia, saya menyempatkan diri berdiskusi masalah kasus kasus dipertandingan menyangkut peraturan peraturan tenis. Dan selama ini selalu mendapatkan sambutan cukup baik karena Referee sendiri merasa jarang sekali didapatkan dari official Indonesia mau bertanya selama mereka bertugas di Indonesia.
Setiap peserta turnamen punya hak untuk protes kepada wasit ataupun Referee. Nah, jika selama ini ada pertandingan yunior antara A melawan B, dan ternyata B kalah. Setelah pertandingan B bisa membuktikan kalau si A itu catut umur, maka biasanya selama ini yang saya ketahui diterapkan dalam turnamen, maka B tetap kalah dan si A tidak bisa melanjutkan pertandingan berikutnya.
“Setiap pemain punya hak protes. Jika sebelum pertandingan belum bisa buktikan karena keterbatasan waktu maka setelah pertandinganpun bisa dilakukan.” ujar Gary.
Belum lama ini kejadian di salah satu turnamen di Jawa Barat. Khususnya KU 10 tahun putrid, ternaya si A lawan B dimana A menang dan B kalah. Setelah ketahuan kalau usia A lebih maka seharusnya si B berhak bertanding selanjutnya. Tetapi saya lihat laporan Referee ternyata pertandingan antara A lawan B dinayatakan Default. Artniya kedua petenis tidak berhak bertanding. Ini tentu merugikan si B, tetapi hal ini yang diputuskan oleh Referee yang bertugas.
Tapi ada satu pertanyaan yang disampaikan oleh ITF Referee Gary Au Yeung kepada saya. “ Emangnya panitia tidak periksa entry formnya dan cek kebenaran data yang diberikan? “ Ini pertanyaan bagus sekali. Artinya sebagai penyelenggara harus kerja lebih keras lagi agar nama dan usia atletnya harus bisa diperiksa kebenarannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar