Jakarta, 25 Februari 2013. Perjalanan darat dengan kendaraan sendiri merupakan salah satu cara menghilangkan keruwetan di Jakarta selama ini membuat kepala pusing. Sekalian rekreasi dengan melihat situasi langsung keadaan tenis di daerah daerah. Dengan posisi sekarang sudah diluar organisasi tenis Indonesia, saya secara pribadi ingin memncoba membangunkan tenis diluar kota ini. Dari Bakehuni saya langsung ambil jalur lintas timur kearah Palembang, berarti tidak masuk Bandar Langsung karena beberapa meter keluar pelabuhan saya belok kanan. Jalannya cukup ramai dan cukup bagus hanya saja banyak kendaraan truk truk besar. Jarak antara Bakehuni ke Palembang sekitar 600 an kilometer yang pasti dibawah 700 km. Dalam perjalanan saya lihat banyak Pura maka teringat saya kalau banyak penduduk berasal dari Pulau Bali. Maka sambil nyetir saya coba foto melalui ponsel.
Maka ketika sampai kota Sukadana saya belok kekiri ke kota Metro. Saya teringat teman pelattih dari kota Metro yang sering kirim atletnya ke Jakarta sejak saya gelar Persami Piala Ferry Raturandang. Yaotu Mulyono. Dihubungi gak nyambung, jangan jangan ganti nomor. Betul juga. Tapi saya ada nomor orangtua peserta dari Metro yang suka ikut RemajaTenis di Palembang. Karena sudah malam maka saya menginap dikota Metro saja dan besok pagi kontak mereka. Besoknya meninjau lapangan tenis dikota Metro. Ada satu lokas 3 lapangan milik priibadi tapi tidak terurus, kemudian ke lapangan Garuda (milik Pemda) ada 3 lapangan juga. Akhirnya ketemu Mulyono di lapangan Garuda ini. Ngobrol ngobrol untuk menaikkan gairah tenis di Lampung. Setelah itu nerangkat ke Palembang. Perjalanan dari Metro ke Sukadana jalan mulus sekali. Kemudian keutara kearah Mesuji yang terkenal sempat ribut, selama perjalanan sempat foto foto dari mobil melalui ponsel banyaknya beragam Pura Bali tempat sembahyang kaum Hindhu. Sangat menarik karena diwarnai temboknya dengan warna warna cerah. Setelah melewati Mesuji Lampung kami masuk kewilayah Sumatra Selatan yaitu Kec.Mesuji juga. Singgah makan siang dulu di Resto baru namnya Omah Kebon. Ternyata ketemu pemiliknya yaitu Didik Santoso yang bekerja di Harian Kompas. Dia mau membangun kota baru dengan fasilitas modern dibelakan resto tersbut. Saya juga heran apakah ada marketnya. Dijawab ada karena buying power di Sumsel cukup tinggi.
Setelah itu saya menruskan perjalanan ke Kayu Agung , sayangnya jalannya rusak sekali. Dan penuh dengan kendaraan berat seperti truk truk trailer. Akhirnya memasuki Indralaya ke Palembang juga macet sekali akibat jaan rusak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar