Jakarta, 26 Mei 2017. Bukan hal yang aneh jika muncul ketidak sportifan petenis didalam suatu turnamen baik skala daerah dan nasional sekalipun. Masalah catut umur sudah pernah saya alami sejak duduk didalam kepengurusan Pelti lalu. Tapi kali ini terjadi pula di Manado dikelompok yunior dan Veteran
Kalau yunior biasanya usia tua dimudakan tetapi kalau veteran usia muda dituakan. Kesannya tidak akan habis habisnya kasus seperti ini terjadi.
Kebetulan saya sekarang dudiuk juga dalam kepengurusan veteran yaitu PP BAVETI sehingga cukup geli juga kasus catut umur terjadi diturnamen veteran.
Sewaktu menangani kasus catut umur di kelompok yunior , itu terjadi setelah selesai turnamen dimana muncul kecurigaan saya terhadap umur atlet dan saya tndak lanjuti dengan menghubungi kantor catatan sipil didimana foto copy akte kelahiran yang saya terima dikeluarkan. Maka setelah ada pernyataan resmi ketidak absahannya maka saya umumkan keseluruh masuyarakat tenis. Ini merupakan hukuman sosial, karena tidak ada ketentuannya di PP Pelti masalah hukuman yang dikeluarkan tentang kasus seperti ini.
Dulu PP Pelti keluarkan Kartu Tanda Angota Pelti (KTA Pelti) dengan tujuan agar peserta yunior tidak perlu membawa akte kelahiran aslinya disetiap turnamen sehingga ketentuan TDP dibuat adalah dalam persyaratan peserta agar memiliki KTA Pelti untuk ikut serta turnamen nasional.
Kasus di Manado Open, datang protes dari rekan dari Nabire Papua tentang salah satu rekan dari Serui Papua juga yang diragukan masalah keabsahan usianya dikelompok umur 14 tahun. Ketika diminta bukti2nya maka dikeluarkan foto copy ijazah sekolahnya. Tapi mata pembina dari Nabire cukup jeli karena bentuk huruf (font) di tanggal lahir berbeda dengan font lainnya.
Saya mencoba untuk meminta bantuan pelatih Serui agar kirimkan saja melalui WA foto dari Akte Kelahiran yang ada dirumah. Tapi dapat jawaban kalau tidak ada orang dirumahnya saat ini karena semua ke Manado.
Akhirnya didapatkan solusi agar dipindahkan kekelompok umur 16 tahun saja. Para pihak menyetujuinya dengan maksud bisa bertanding. Tapi solusi ini walaupun sudah disepakati tapi justru juga membuat masalah lainnya.
Kejadian dikelompok veteran lain lagi. Terjadi disaat pertandingan beregu dimana sudah selesai pertandingan , ada protes datang dari peserta daerah lainnya.
Memang sebelum pertandingan telah dilakukan Technical Meeting dengan peserta, dimana saya tidak mau ikut serta karena bukan wewenang saya dan tidak diminta oleh rekan rekan Panpel lainnya. Karena saya lihat sudah ada Referee dan Direktur Turnamen maka sudah cukuplah karena saya anggap sudah berpengalaman.
Sewaktu dirunag tournamen desk muncullah kasus ini , saya hanya bisa mendengar dari luar ruangan saja karena suara mereka cukup jelas.
Pertandingan sudah selesai tapi ada yang protes dari salah satu tim peserta terhadap kecurangan karena ada indikasi umurnya lebih muda. Saya tidak tahu apa yang dilakukan Referee. Tapi saya dengar kalau ada kesepakatan dalam technical meeting yaitu jika ada diketemukan salah satu angota tim usianya kurang maka timnya yang kena diskualifikasi. Hal ini say cek kembali ke Referee, Direktur turnamen dan ketua Kawanua Tennis Club (yang ikut hadir) dan peserta lainnya , semua membenarkan kata referee tersbut kalau klausul jika ada pelanggaran maka yang kena adalah timnya. Klausul seperti i i sudah lazim karen unsur kesengajaan tidak sportip sudah ada dari timya.
Saat itu saya diminta tolong oleh salah satu anggota regu (katanya playing captaint) yang kena diskualifikasi yaitu permintaan akan surat resmi dari Panpel tentang diskualifikasi tersbut sebagai pertanggung jawabannya kepada Pengda Pelti yang mbgutusnya.
Saya tidak menjanjikan tapi hanya meneruskan permintaan tersbut ke Panpel dan dapat jawaban kalau pelanggaran tersbut tidak perlu dikeluarkan surat resmi karena ini keputusan Referee. Hal ini say teruskan kepada tim tersbut. Dan setelah itu sayapun pergi, dan pasti tahu hal ini akan dijadikan semacam viral saja dimedsos. Wajar saja.
Melihat kasus seperti ini saya mencoba evaluasi pelaksanaannya sebagai bahan pelaksanaan berikutnya. Memang dalam hal ini saya melihat kerja berat oleh Referee yang diperbantukan 3 petugas tournament desk oleh tuan rumah. Sebenarnya saya diawal kepanitiaan sudah mengajukan 2 petugas dari Jakarta untuk membantu Referee, karena ini ada 3 venet besar dimana 2 TDP, Tapi mengingat beaya maka tidak disetujui Panpel. Saya menerimanya seperti tidak ada kuasa lagi. Dan saya tahu Referee akan kewalahan. Dan betul terjadi, karena petugas tiurnament desk yang diberikan tuan rumah punya kerja sendiri sendiri akibatnya Referee didampingi oleh ibu ibu panpel dari Jakarta yang belum biasa tangani turnamen.
Saya sendiri juga salah tidak mau bantu Referee biar rekan rekan lainnya tahu kesulitan yang akan terjadi. Jadi hal yang besar itu terlalu dikecilkan. Saya hanya tunggu kalau Referee minta bantuan apa tidak ke saya. Selama tidak minta bantuan maka saya diamkan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar