Selasa, 30 Maret 2010

Mau Jadi Wasit

Jakarta,30 Maret 2010. Ada satu pertanyaan datang dari keinginan menjadi seorang wasit tenis, karena seperti yang sering saya kemukakan kalau wasit adalah salah satu profesi yang terhormat dan cukup menjanjikan dikemudian hari. Tetapi harus diakui sekali sangat amat sedikit petenis yang berkeinginan menjadi wasit. Entah apa alasannya tetapi ada juga di Indonesia yang telah terjun menjadi wasit. Mayoritas wasit di Indonesia bukan berasal dari petenis aktip sejak yunior sampai senior.

Kenapa demikian , cukup menjanjikan dikemudian hari., kok tidak ada peminatnya. Bagi yang senang bepergian keluar kota mengenal berbagai kota bahkan negara selain jadi petenis tentunya wasitlah yang dapat dipakai sebagai lahannya. Ini hampir sama dengan petenis, yang untuk meningkatkan prestasinya tentunya harus sering try out keluar dari kotanya sendiri. Bedanya dengan wasit, dimana sama sama keluar kota tetapi petenis harus bayar sendiri, sedangkan wasit kebalikannya. Seluruh transportasi mauipun akomodasi ditanggung penyelenggara.

Saya sendiri kalau dari dulu mau jadi wasit, bisa saja saya lakukan tetapi saya lebi konsentrasi sebagai penyelenggara. Padahal yang digeluti saat itu sampai sekarang adalah peraturan peraturan pertandingan yang sebenarnya lahan wasit tersebut. Jadi saat ini paling sedikit lebih banyak tahu dari pada petenisnya sendiri masalah peraturan peraturan pertandingan.

Wasit, dilakoni bukan hanya masalah teori tentang peraturan, karena yang lebih penting adalah bagaimana menghadapi setiap perilaku petenis didalam lapangan, karena banyak tipu tipuan petenis yang tidak diketahui oleh wasit jika minim pengalaman. Peraturan tenis tidak banyak berubah, tetapi contoh kasus yang harus banyak dipelajari baik melalui literatur ataupun secara mondeling bisa berdiskusi dengan seniornya. Hal yang sama juga jika jadi Referee suatu turnamen karena lebih banyak menunjukkan keramah tamahan kepada petenis maupun masyarakat tenis.

Jika ingin jadi wasit, harus melalui beberapa tahapan. Mulai dari wasit daerah, kemudian wasit nasional, dan akhirnya wasit internasional yang juga banyak tahap tahapannya. Kegiatan turnamen itu didaerah daerah cukup banyak, dibandingkan dengan turnamen diakui Pelti masih lebih banyak turnamen bukan diakui Pelti.
Banyak permintaan daerah tentang penataran wasit karena ada kegiatan seperti Pekan Olahraga Daerah atau Provinsi yang setiap Provinsi selalu adakan nenjelabng Pekan Olahraga Nasional.
Saya coba memberikan gambaran untuk menjadi wasit internasional. Betapa besarnya pendapatan selaku wasit internasional. Saya coba berikan gambaran, yaitu kalau jadi wasit internasional, maka wasit tersebut ditanggung masalah transportasi, akomodasi dan konsumsinya. Bisa dibayangkan betapa enaknya jadi wasit internasional. Kalau wasit nasional tentunya disesuaikan dengan kondisi atau panduan yang dioberikan oleh induk organisasi Pelti.
Kita mulai dari turnamen internasional terendah kelasnya yaitu ITF ProCircuit istilahnya dengan prize money US $ 10,000-25,000 kemudian kelas US $ 50,000 ketas. Mau tahu berapa didapat selaku wasit internasional yang mulai dari kelas White Badge kemudian diatasnya Bronze badge. Belum lagi dikenal dengan Referee atau ITF Supervisor yang kelasnya lebih tinggi.
Honor yang diterima oleh White Badge Umpir adalah US $ 550, ini fee untuk satu turnamen atau selama seminggu. Kalau Bronze badge akan terima antara US$ 750 - 825 . Nah berapa yang diterima oleh Referee, yaitu antara US$ 1.100 - 1.700. Bisa dibayangkan berapa diterima dalam setahun. So pasti panen sekali karena jumlah turnamen internasional setiap minggu selalu ada.
Saya pernah bertanya kepada rekan wasit asing sewaktu tugas di Indonesia sebagai Referee. Ternyata mendapat jawaban cukup fantastik. Dalam setahun dia hanya absen selama 5 (lima) minggu. Bisa dibayangkan berapa yang didapat dalam setahun. Saat itu setiap turnamen diluar Davis Cup ataupun Fed Cup maka dia bisa terima diatas US $ 1.000 . Nah andaikan absen hanya 5 minggu berarti aktip kerja 48 minggu atau US $ 48,000 setahun minimal dibawa pulang. Cukup fantastik !
Maka dari itu seluruh wasit khususnya Referee tidak ada lagi yang menjadi part time, berarti full time.
Sekarang untuk mendapatkan income seperti itu butuh perjuangan cukup berat karena kendala mayoritas wasit Indonesia adalah bahasa INGGRIS. Pengalaman dilapangan cukup hebat, tetapi disaat berkomunikasi dengan [pemain maka muncullah problemnya.
Sehingga ada rekan wasit asing yang katakan, lebih mudah menjadi wasit dari ahli bahasa Inggris tidak tahu main tenis daripada tahu main tenis tapi bahasa Inggrisnya lemah. Bayangkan bisa sampai begitu.

Tetapi biar begitu juga, turnamen tenis nasional cukup banyak di Indonesia. Belum ada kata terlambat jika ingin menjadi wasit. Silahkan coba.!

Terlalu Manja !

Jakarta,30 Maret 2010. Petenis Indonesia terlalu manja, begitulah statement yang saya pernah dengar baik dari pecinta tenis di Indonesia. Kenapa begitu , sampai bisa dikatakan terlalu manja.
Saya mencoba melihat dari pengalaman saya selenggarakan turnamen di Indonesia dibandingkan dengan pelaksanaan turnamen internasional di luar negeri.

Sebagai tuan rumah, selalu pelaksana turnamen memberikan pelayanan yang terbaik kepada peserta. Ini harus diakui keberadaan penyelenggara disetiap turnamen mempunyai makna banyak didalam menjalankan tugasnya. Apa yang harus dilakukan adalah untuk kepentingan peserta, sponsor dan penonton.
Untuk pelayanan kepada peserta diberikan pelayanan terbaik, seperti penjemputan di Airport, antar jemput dari hotel ke venue. Hotel berbintang kepada peserta. Begitu juga dalam pertandingan selalu diberikan pelayanan sebagai berikut, adanya wasit, ballboys, ada akses internet.
Saya sudah sering mendengar pujian diberikan kepada penyelenggara karena pelayanan ini semua yang notabene membuat cost turnamen sangat membengkak.
Akibatnya, setiap penyelenggaraan turnamen internasional, maka mengalirlah petenis asing ke Indonesia. Ada untungnya juga, karena menguntungkan devisa negara. Tetapi dampaknya kepetenis tuan rumah yang prestasinya sangat menyedihkan.

Bagaimana dengan turnamen sejenis diluar negeri? Untuk petenis yang sering try out keluar negeri pasti bisa melihat pelayanan yang diberikan mereka. Ada yang sangat menyenangkan semuanya kebutuhan atlet dipenuhinya. Tetapi banyak juga yang tidak seperti Indonesia. Mulai dari akomodasi , khususnya yunior, bukan diletakkan dihotel berbintang. Tetapi seperti mess saja. Dan tanpa ballboys dan wasit sudah merupakan santapan rutin.

Begitu juga saya perhatikan disetiap selenggarakan mulai tingkat Persami (Piala Ferry Raturandang), terlihat sudah betapa manjanya anak anak dibuat oleh masing masing orangtua. Siapa sih yang tidak sayang anak?
Coba perhatikan , masih ada juga yang kalau datang kelapangan tenis untuk turnamen, yang perlengkapan tenisnya siapa. Banyak juga yang bawa adalah orangtua sendiri atau pembantu rumahnya, maupun sopirnya.
Artinya sangat sayang kepada anak anaknya yang merupakan kewajiban setiap orangtua. Tetapi kapan anak anak kita ini bisa mandiri. Kalau dilapangan demikian maka so pasti dirumah yang persiapkan perlengkapan tenis adalah bukan anaknya sendiri.

Ini yang menurut saya sudah harus berani dilakukan dari awal atau sewaktu masih kecil. Ada yang mengatakan anaknya ceroboh, sehingga harus diikutinya dan tidak bisa dibiarkan. Kalau ini masalahnya, kapan mau didik agar bisa mandiri dan bertanggung jawab atas perlengkapan sendiri.
Saya bukan ahli dalam mendidik anak anak, dan hal ini saya kemukakan mungkin ada benarnya untuk direnungkan kembali. Siapa tahu, saya benar !

Minggu, 28 Maret 2010

Berapa kesanggupan Anda sediakan Dana?

Jakarta,28 Maret 2010. Ada satu statement saya yang dikemukakan kepada rekan rekan tenis selama ini. Ini sudah lama sekali saya ungkapkan Kelihatannya saya sedikit sombong jika dipandang dari satu sisi saja tanpa melihat maksud dan tujuan saya kedepan.
"Berapa kesanggupan Anda sediakan dana untuk turnamen. Apa satu rupiah atau satu miliar. Saya sanggup selenggarakan turnamen dengan dana yang Anda sediakan." begitulah statement saya yang sedikit angkuh kedengarannya.
Saya sendiri sering menawarkan kepada masyarakat tenis untuk berbuat sesuatu buat turnamen tenis sehingga bisa memenuhi salah satu bentuk pembinaan tenis di Indonesia. Biasanya jika ditanya masalah beaya, mayoritas selalu membayangkan suatu turnamen itu membutuhkan dana ratusan juta rupiah sebagai penunjang turnamen. Begitu saya ungkapkan kemampuan saya, maka mulai muncul ketidak percayaan mereka jika tidak dibuktikan. Saya punya trik tersendiri, jika ada masyarakat ingin selenggarakan turnamen, janganlah diceritakan masalah kendala dana yang cukup besar. Kita tangkap dulu niatnya sehingga tidak lepas dari realisasinya. Caranya kita minimize cost yang ada. Bisakah ? Tentunya bisa, kenapa tidak.
Kenapa budget turnamen bisa sampai ratusan ataupun miliar rupiah, karena banyak hal yang cukup besar costnya seperti hadiah, publikasinya, tenaga SDM yang terlalu lengkap. Kita selalu berpikir selalu berikan servis terbaik kepada pesertanya, tanpa memikirkan kemampuan pendanaannya.

Baik kita bedah dulu anatomi dari suatu turnamen, dalam masalah pendanaannya ataupun budget yang disiapkan. Tentunya turnamen ada jika ada lapangan tenis , bola, pelaksana , hadiah dan tentunya harus ada pemainnya. Dari seluruh budget itu, porsi mana yang terbesar. Itu yang penting.
Saya coba pelajari ternyata beaya terbesar adalah SDM atau tenaga pelaksana. Kemudian hadiah, dan seterusnya. Tenaga pelaksana tentunya terdiri dari Panitia, kemudian Referee, wasit, ballboys, Dokter. Begitu juga sewa lapangan dan harga bolanya.
Prioritas diberikan sebagai pelaksana adalah Referee, karena sesuai aturan seluruh turnamen harus ada Referee sebagai penanggung jawab pelaksanaan mengenai peraturan dan lain lainya.Kemudian tenaga medis sangat diperlukan sesuai aturannya.
Masalah ballboy. Sebenarnya ballboy itu tidak mutlak ada, apalagi turnamen yang hadiahnya kecil, sangat tidak perlu ada ballboys. Jika sanggup sediakan hadiah besar tentunya berarti sudah ada sponsornya, maka ballboys bisa digunakan sebagai sarana promosi sponsor tersebut. Demikian pula masalah wasit, tidak mutlak harus ada. Jika tidak ada sponsor maka bisa saja turnamen tanpa wasit, karena masih ada Referee yang bisa menangani ketidak cocokan masalah ketentuan didalam lapanga jika ada ketidak kesepahaman antara kedua pemain. Kemudian bagaimana dengan panpel. Selama ini keterlibatan personi didalam suatu kepanitian selalu berlebihan sesuai kebutuhannya, akibatnya costnya bisa naik. Saya di Pelti sendiri untuk turnamen internasional hanya melibatkan tidak lebih dari 5 personil didalam panpel tersebut. Kita makismalkan kelima tenaga tersbut harus betul betul fulltime bekerja, bukan hanya panjangan karena kesibukan dikantor masing masing.

Masalah hadiah juga merupakan problem besar. Khusus turnamen kelompok senior atau ProCircuit untuk internasionalnya maka prize money menentukan kategori turnamennya. Jika berani sediakan hadiah besar berarti sudah ada sponsornya sehingga costnya akan membengkak atau dibuat membengkak. Padahal bisa saja minimize costnya dengan mengurangi cost SDMnya.

Apakah KAOS harus disediakan di Turnamen ?

Jakarta,27 Maret 2010. Ada satu pertanyaan dari rekan rekan pelaku tenis yang cukup menggelikan. Biasalah jika mau bertanya soal turnamen saya selalu terbuka karena ada satu keinginan supaya semua mau melibatkan diri berkecimpung langsung ke pelaksana turnamen yang sebenarnya gampang gampang sulit. Kenapa demikian, karena biasanya jika sudah terbentur masalah maka kelanjutan turnamen akan terhambat dan bahkan bisa terhenti sama sekali, alias akan kapok juga.

"Apakah kalau selenggarakan turnamen harus sediakan kaos kepada setiap peserta?" demikian pertanyaan yang datang kepada saya. Tentunya munculnya pertanyaan ini sebagai akibat kesulitan dalam pendanaannya. Memang dalam pengamatan selama ini banyak turnamen nasional selalu menyediakan kaos untuk peserta. Bukan hanya turnamen yunior saja yang mayoritas selalu menyediakan kaos kepada peserta.
Jawaban saya adalah TIDAK. Bisa kita lihat disetiap ketentuan turnamen tidak ada yang menyatakan harus ada kaos.
Tetapi dalam perjalanan saya selenggarakan turnamen mulai dari Persami maupun RemajaTenis, permintaan akan kaos selalu muncul datang dari orangtua (mayoritas) dan segelintir pemain saja. Ada beda tanggapan datang dari orangtua maupun pemainnya. Kalau pemainnya diberitahu kalau tidak disediakan maka masalahnya sudah selesai. Karena anak anak langsung konsentrasi mau bertanding, karena turnamen adalah kebutuhannya sehingga tujuan akhir datang ke turnamen so pasti cari pertandingannya bukan kaosnya.
Tetapi jika orangtua bertanya, jika sudah diberitahukan tidak ada so pasti ada juga segelintir yang masih ngotot untuk disediakan kaos tersebut. Dan langsung ngedumel buntut buntutnya. Ada yang langsung beradu argumentasi langsung dengan saya mempersoalkan masalah kaos, bahkan lebih sadis lagi langsung menuding yang macam macam, seperti dikatakan cari untung dan ada juga yang katakan tidak manusiawi (ini terjadi di Persami Ferry Raturandang).
Apa kaitannya antara tidak manusiawi dengan kaos? Tapi begitulah kenyataannya dilapangan yang saya hadapi.

Masalah kaos itu sebenarnya adalah kepentingan publikasi turnamen belaka. Dengan dicantumkan nama turnamen di kaos maka akan dibaca semua pihak jika digunakan sewaktu latihan dikotanya kemudian hari. Sedikit sekali kita melihat kaos turnamen digunakan sewaktu jalan jalan . Kebanyakan digunakan sewaktu latihan saja.
Tetapi kalau orangtua yang memintanya maka saya melihat yang banyak gunakan justru orangtua atau pelatihnya.

Dalam perjalanan saya jalankan turnamen mulai dari Persami Piala Ferry Raturandang yang sudah memasuki ke 69 kali kadang kala saya sediakan kaos tetapi akhir akhir ini tanpa kaos, dan tidak ada masalah. Ada yang sekedar bertanya saja.
Hal yang sama jika selenggarakan RemajaTenis. Tetapi khusus luar Jawa saya selalu sediakan kaos sebagai kenang kenangan bagi petenis yunior.

Kamis, 25 Maret 2010

Lakukanlah PELATDA disetiap Provinsi

Jakarta,25 Maret 2010. Keinginan memajukan daerah sudah mulai muncul dikemukakan kepada saya dari salah satu daerah sewaktu berjumpa di Jakarta. PP Pelti sendiri punya program Sentra Pembinaan Prestasi Daerah.
Pertanyaannya adalah bagaimana caranya Sentra Pembinaan tersebut. Ini nama lain karena sejak dulu lebi dikenal dengan Training Center atau Pelatda.
Kegemasan Martina Widjaja atas prestasi tenis Indonesia sehingga dilontarkannya program baru ini, dan sudah dilemparkan ke Pengprov Pelti tetapi baru 2 provinsi yang menjalankannya yaitu Sumatra Barat dan Riau. Awalnya ada beberapa provinsi sudah mau bahkan sewaktu dilakukan testing petenisnya di Jakarta, mereka mengirimka atletnya, tetapi setelah itu tidak ada beritanya.

Saya langsung punya pemikiran sebaiknya setiap Provinsi lakukan sentra sendiri sendiri karena program sentra PP Pelti itu setiap pulau itu dibagi 2 sentra.
Mengatasi kesulitannya, kenapa tidak setiap Pengprov bisa lakukan Pelatda sendiri dengan menggunakan tata cara Program Sentra tersebut.
Ada satu keinginan yang seperti sulit dilakukan karena terbentur dengan dana yang harus disiapkan daerah yaitu akomodasi seluruh atlet dalam satu rumah. Dalam hal ini sebaiknya kita kurangi beban beban yang menghambat terlaksananya program tersebut.
Yang paling penting harus ada pembagian tugas antara Pelti dan Orangtua yang tidak harus lepas tanggung jawabnya terhadap putra atau putrinya sendiri. Orangtua bertanggung jawab terhadap sekolah dan ikut juga sharing dalam akomodasinya yang harus siap dengan makanan yang sesuai dengan standar gizi atlet.

Maka mulailah dengan memilih 4 putra , 4 putri dan masing masing 1 pelatihnya. Mulai dari usia maksimum 14 tahun ditahun 2010. Mintalah program latihannya ke PP Pelti termasuk pelatih nasional yang akan membimbingnya.
Masalah dana yang sangat klasik sekali, bisa dipikirkan dilakukan dengan berbagai cara, bisa dari Pemerintah Daerah, Orangtua, Pelti melalui sponsor sponsor.

Nah, dengan cara seperti ini menurut saya dalam PON XVIII nanti akan diramaikan oelh petenis muda usia. Pemerataan prestasi akan terlihat jelas, bahkan ada kemungkinan daerah yag sudah berpuluh kali PON tidak pernah ikut PON ,kali ini bisa membuat kejutan kejutan baru. Nah, silahkan dicoba.

Berbagai Cara Bangunkan Daerah

Jakarta, 24 Maret 2010. Sebenarnya rekan rekan didaerah khususnya yang duduk dikepengurusan Pelti sangat sibuk dengan bisnisnya sendiri sehingga kadang kala lupa akan tugas sebagai petinggi Pelti diwilayah masing masing Saya sendiri menyadari sekali masalah seperti ini, karena paling sering terima keluhan dari masyarakat tenis jika bertemu langsung disetiap turnamen yunior dimana saya paling banyak terjun langsung.

Tetapi lucunya jika terpilih Ketua Pelti setempat maka disaat formatur sedang menyusun kepengurusannya banyak orang yang menawarkan dirinya ikut duduk dalam kepengurusan dengan motif bermacam macam. Setelah pelantikan ataupun peneguhan dilakukan baik oleh Pelti Provinsi atau Pusat maka situasipun berubah sekali jika Ketuanya sendiri tidak menyadarinya. Dan ini paling sering terjadi, dan aktivitasnya terlihat hanya beberapa bulan saja. Ramai jika ada pelantikan saja. Tertarik karena ketuanya pejabat daerah lebih terihat, sehingga kadang kala membuat pusing tim formatur untuk membentuk anggota pengurus tersebut.

Menyadari hal ini sayapun mencoba membangunkan mereka dengan cara saya sendiri yang kelihatannya ada yang berhasil, semoga saja demikian. Tetapi ada yang minta agar PP Pelti menegur rekan rekan didaerah yang tidak aktip.
Menurut pendapat saya, harus ada kegiatan kegiatan sehingga gairah pertenisan bisa terangkat, sehingga kebersamaan bisa tetap terjalin dengan penuh semangat memajukan tenis diwilayah sendiri. Nah, kegiatan apa saja yang akan dilakukan. Apakah mengadakan kepelatihan mini tenis atau coaching clinic atau penataran pelatih. Ini seperti chicken and egg.
Tetapi bagi saya lebih cepat berkembang dimulai dengan adakan kegiatan berupa turnamen atau kompetisi, walaupun belum punya atlet. Star dari turnamen atau kompetisi lebih ampuh daripada cara lainnya.

Mulai dengan kerja iseng lemparkan idea dengan kirimkan SMS kepada rekan rekan didaerah. Isinya sehubungan dengan persiapan daerah menghadapi Pekan Olahraga Nasional XVIII tahun 2010 di Riau. Artinya setiap daerah sudah waktunya mulai menyiapkan tim bayangan PON dengan petenis yuniornya, karena PON mendatang ada pembatasan usia, artinya kelahiran 1991.
Setelah itu sayapun melemparkan idea dengan menawarkan pelaksanaan turnamen dengan beaya murah dibandingkan jika mereka bisa selenggarakan turnamen. daerah sebenarnya setiap tahun sering adakan turnamen lokal baik dalam rangka HUT Kemerdekaan maupun HUT Daerah tersebut ataupun instansi didaerah tersebut. Artinya, daerah sebenarnya sering adakan turnamen, tetapi anehnya tidak ada petenis yuniornya yang berprestasi. Karena apa, seperti sewaktu saya masih yunior (usia 12-18 tahun) di Singaraja Bali, dan sampai sekarang banyak terjadi didaerah daerah. Yaitu turnamen veteran yang sering dilakukan atau istilah didaerah turnamen Bapak Bapak saja. Jadi prioritas adalah untuk Pengurus Pelti sendiri yang mayoritas bisa main tenis. Cara seperti ini sudah waktunya dirubah jika pertenisan didaerah bisa berkembang.

SMS saya dibalas oleh rekan rekan didaerah. Ada yang minta agar dikirimkan proposal, atau ada yang katakan mau dirapatkan dulu. Tetapi ada yang langsung katakan "deal". Ini serunya didalam negosiasi saya, dan sayapun lebih memprioritaskan kepada yang langsung "deal". Dan menunggu kepastian dari rekan rekan yang mau dirapatkan dulu.

Saat itu saya bertanya kepada rekan saya di PP Pelti, apakah langkah saya itu salah atau tidak karena saya hanya lakukan SMS tidak menggunakan sepucuk surat, dan ternyata ada yang beri respons ? Ternyata rekan saya inipun mengatakan bukan masalah karena tujuannya untuk memajukan tenis didaerah.

Tetapi ada lagi bagi daerah daerah yang tahun lalu sudah pernah selenggarakan TDP dan sekarang tidak ada beritanya. Saya mengerti kesibukannya atau kesulitan dana yang dihadapi mereka.
Sayapun SMS ke rekan rekan seperti Pelti Cianjur, Pelti Karawang, Pelati Malang karena ketiga kota ini pernah selenggarakan TDP Nasional, tetapi tahun 2010 belum ada tanda tanda mau lanjutkan. Yang beri respons adalah Karawang dan Malang. Kalau Cianjur masih belum tergerak hatinya. Bahkan saya minggu lalu mnyempatkan diri berkunjung mendadak ke Cianjur dengan tujuan bersilaturahmi, tetapi karena mendadak maka mereka punya keibukan yang tidak bisa ditolak. tapi saya sendiri tidak putus asa, karena Cianjur punya potensi atletnya yang aktip ikuti turnamen, bahkan saya tahu saat ini ada 2 petenis yunior asal dari Cianjur yaitu Nadya Syarifah dan Tria Rizki Amalia.

Selasa, 23 Maret 2010

Pujian Yang Jadi Beban


Jakarta, 22 Maret 2010. Dalam pembicaraan santai antara rekan rekan yaitu Slamet Utomo, Christian Budiman , Diko Moerdono dan saya, ada satu pernyataan Diko yang membuat saya terkejut. Kaget dan juga bisa bangga , tetapi justru saya lebih cenderung jadi takut juga. Karena sewaktu pembicaraan rencana saya mengembangkan turnamen RemajaTenis diseluruh Indonesia, Diko nyeletuk kalau menurutnya Martina Widjaja (Ketua Umum PP Pelti) pernah mengatakan kalau masalah turnamen yunior jika diserahkan sama Ferry pasti beres.
Ini pernyataan yang menurut saya justru merupakan beban bagi saya, artinya masih ada kepercayaan pimpinan Pelti terhadap kerja saya dalam menangani turnamen tenis yunior. Harus saya akui kalau masalah penanganan pelaksanaan turnamen yunior, saya bisa lakukan bukan berdasarkan beaya besar, karena sayapun bisa lakukan dengan beaya minim juga. Kerja saya berdasarkan budget yang diberikan.

Nah, saya anggap ini suatu beban bagi saya atas kepercayaan yang telah diberikan selama ini. Bahkan kadang kadang suka muncul idea idea gila (menurut teman teman) saya untuk mengatasi kesulitan dana didalam pelaksanaan pertandingan atau turnamen, sehingga pertandingan ataupun turnamen bisa berjalan dengan baik.

Kekuatiran muncul karena saya selama ini bisa laksanakan RemajaTenis dalam waktu yang sama di dua kota, bahkan hampir tiga kota tetapi masih belum terlaksana. Saya punya keinginan juga disuatu waktu jalankan RemajaTenis di lima kota sekaligus. Disini saya alami kesulitan merekrut tenaga tenaga pelaksana yang tentunya belum bisa memahami cara kerja saya. Ini pekerjaan rumah yang cukup berat yang saya harus lakukan dimasa mendatang jika ingin RemajaTenis bisa sukses membantu salah satu program induk organisasi Pelti.
Kelemahan petugas kita adalah didalam perencanaannya, dimana dulu sudah merupakan kerja rutin saya jika selenggarakan turnamen, tetapi akhir akhir ini saya sudah menyewa orang untuk kerjakan suatu pertandingan dengan harapan ikuti cara kerja saya bukan cara kerja mereka yang masih terpaut dengan cara kerja lama yang ibaratnya sudah out of date. Diberitahu kadang kala tidak dilaksanakan. Inilah masalahnya.

Disamping itu pula dalam perjalanan selenggarakan RemajaTenis banyak juga keluhan keluhan datang dari masyarakat tenis khususnya orangtua terutama bagi yang baru mengenal turnamen tenis. Mulai dari permintaan kaos bagi peserta, begitu juga tidak mau menunggu lama akibat penjadwalan yang kurang rapi dilakukan oleh Referee, begitu juga hal hal yang kecil tanpa disadari seperti membuat Draw yang salah dsbnya. Memang saya merasakan sekali kurangnya tenaga Referee yang berkualitas. Saya sendiri sudah sering mempelajari pekerjaan Referee asing selama saya mendampingi mereka di turnamen internasional sehingga bisa membanding bandingkan dengan cara kerja Referee lokal. Kadang kala saya berpikiran kalau saya duduk disamping Referee bukannya menjadi rapi karena Refereenya jadi grogi takut diawasi. Dan ini pernah terjadi.
Harus saya akui mereka ini otodidak seperti saya lakukan juga selama ini. Hal ini sudah saya sampaikan ke Bidang Pertandingan agar sudah waktunya memikirkan pendidikan tenaga Referee dilakukan induk organisasi Pelti. Tetapi saya yakin suatu saat masalah Referee sudah bisa diatasi, karena jumlah turnamen akan meningkat, dimana RemajaTenis juga akan meningkat jumlahnya.

Disamping itu pula saya melihat ada kecendrungan negatip, karena dialami rekan rekan saya yang juga aktip selenggarakan turnamen yunior. Kecendrungan seperti pernah saya baca di internet atau koemntar dari masyarakat tenis masalah mafia wasit. Istilah mafia ini sebenarnya terlalu ekstrem, yang menurut saya lebih cenderung ada persengkongkolan saja. Setahu saya wasit ataupun referee adalah suatu profesi dipertenisan, dimana seharusnya pelaku pelaku tersebut menyadari kalau profesi ini sangatlah mulia dan merupakan penunjang kehidupan sehari hari. Sudah banyak wasit kita yang betul betul terjun sebagai full time job, sehingga seharusnya dijalani dengan benar. Tetapi masih banyak juga yang hanya part time job.
Saya selama ini belum mengalami kesulitan didalam menggunakan tenaga wasit tersebut, tetapi apakah karena saya masih duduk di instansi Pelti sehingga masih mulus saja. Tetapi apa yang saya lakukan selama ini, saya selalu lakukan approach langsung pribadi setiap pribadi dan kadang kala dalam memberikan penghargaan suka berbeda satu sama lainnya. Ini hampir sama saja saya menangani karyawan, tentunya honornya selalu berbeda tergantung kapasitasnya dan performancenya. Karena keterbukaan saya sehingga sampai saat ini belum ada kesulitan.
Dengan makin aktip kegiatan turnamen maka tentunya membuka peluang bekerja bagi rekan rekan wasit, khususnya RemajaTenis sudah saya programkan setiap bulan minimal di Jakarta sudah harus ada. Tetapi dalam perjalanan RemajaTenis juga pernah mendapatkan cobaan dari tenaga Referee yang saya anggap attitudenya kurang bagus. Tetapi itu sudah berlalu, saya sendiri berharap agar dimasa mendatang tidak akan ada lagi kelakuan kelakuan seperti itu. Mudah mudahan yang bersangkutan sadar atas kelakuannya tersebut.

Tetapi ada akibat lain dengan terlalu fokus kepada RemajaTenis dan sudah saya sadari yaitu saya hampir melupakan turnamen kebanggaan saya yaitu PERSAMI Piala Ferry Raturandang yang sudah memasuki ke 69 kali dengan label Piala Ferry Raturandang. tetapi kalau menggunakan nama Persami sudah lebih dari 200 kali karena sejak tahun 1996 sudah saya jalankan sendiri. Tetapi saya tetap masih ingat juga khususnya kota kota yang belum pernah dilaksanakan Persami atau yang sudah , khususnya diluar Jawa.

Tamu Orangtua Anak Bermasalah

Jakarta, 23 Maret 2010. Hari ini cukup padat saya menerima tamu dari daerah. Tamu pertama justru datang dari Kudus dan sesudah itu dari NTB dan Belitung.
Yang saya tidak sangka justru dari Kudus, memang sebelumnya saya terima telpon dari pelatih asal Kudus Suharto, yang menyatakan ingin bersilahturahmi ke Jakarta. Tetapi kali ini dia membawa orangtua atlet Kudus yang sedang menjadi sorotan masyarakat tenis. Disamping itu pula dibawanya oleh oleh Jenang dari Kudus yang langsung dibagikan kekaryawan sekretariat PP Pelti.

Ternyata kedua orangtua itu memberikan klarifikasi atas keabsahan putranya yaitu Bayu Ekha L dan Aliff Nafiah yang sempat diributkan karena keabsahan akte kelahirannya. Yang saya herankan kenapa mereka tahu kalau saya atas nama PP Pelti telah mengirimkan surat ke Kantor Catatan Sipil Kab Kudus. Ini tanda tanya besar.

Langsung saya berikan pengarahan sebelum mereka menyampaikan keinginannya karena saya sudah tahu pasti minta pengampunan atas kesalahan yang ada. Sayapun mulai ngoceh terhadap ulah ulah yang tidak bertanggung jawab berdasarkan pengalaman saya menangani kasus kasus seperti ini.
Setelah itu saya belum mau keras karena saya melihat kedua orangtua ini diantar oleh pelatih yang sudah lama saya kenal.
Sayapun diperlihatkan buku rapornya dimana saya katakan saya kurang interest dengan buku rapor karena bisa saja sejak awal orangtua bisa mentuakan anaknya supaya bisa diterima disekolah. Yang penting adalah Akte Kelahirannya, yang kelihatan asli.
Setelah saya sampaikan kalau sekarang ada aturan tentang hukuman yang dijatuhkan bagi atlet yunior adalah tidak boleh bertanding selama satu tahun disemua TDP Nasional. Langsung ibu dari Bayu Ekha sambil meneteskan airmata meminta jangan satu tahun, kasihan anaknya. Begitulah pintanya. Sayapun tidak bergeming, dan anjurkan agar tenang dulu dan tidak ikut turnamen. "Kita harus lihat positipnya. Bahwa pelanggaran ada hukumannya. Jalankan saja hukuman tersebut karena bukan saya yang menentukan." ujar saya kepadanya.
Sedangkan bagi ayah dari Aliff Nafiah yang sudah pindah dari Kudus ke Sumatra Barat, saya minta diperlihatkan akte kelahiran aslinya. Ternyata yang bersangkutan tidak memegang akte yang asli tetapi foto copy karena yang asli dibawa anaknya ke Sumatra Barat. "Kalau datang ke Jakarta agar dibawa Akte Kelahiran Aslinya." ujar saya sepenuhnya.
Saya sepertinya mau dibujuk agar membantu anak anak mereka, tetapi saya katakan kalau saya hanya pelaksana, karena yang putuskan adalah Pengurus Pelti sendiri.

Setelah mereka pamitan, sayapun mencek copy akte yang diterima sewaktu urus KTA Pelti, tetapi ada copy akte yang lain yang diterima dari masyarakat tenis yang mengirimkan surat ke PP Pelti. Surat menyuratpun saya periksa filenya. Ternyata fotocopy yang saya terima dari masyarakat tenis itu terlihat sekali ada pemalsuannya, sedangkan yang digunakan urus KTA itu sama dengan Akte Kelahiran yang dibawa mereka. Sayapun mulai bimbang, dan sayapun cek surat jawaban dari Kantor Catatan Sipil Kabupaten Kudus. Memang saya kirim surat dengan mencantumlan nomor Akte dan fotocopynya. Yang saya ragu adalah ada kesalahan nomor yang diberikan dari Kantor Catatan Sipil kepada kami.
Nomor yang saya minta adalah 2943/1997 sedangkan yang dijawab adalah nomor 2973/1997 dimana tanggalnya sama 30 Oktober 1997. Beda nomor ini yang akan jadi masalah, artinya saya harus segera minta klarifikasi atas nomor yang dijawab tidak terdaftar itu.

"Ada ada saja."

Tamu tamu dari Daerah

Jakarta,23 Maret 2010. Hari ini saya terima tamu dari daerah disekrtariat PP Pelti. Yang satu Ketua Pengprov Pelti Nusa Tenggara Barat Andy Hadianto dan dua rekan dari Pengkab Pelti Belitung. Langsung keduanya saya terima dalam satu ruangan untuk tidak terpisah pisah.
"Tidak ada yang rahasia, maka sebaiknya kita duduk bersama saja." ujar saya kepada tamu tamu terhormat ini.
Andy Hadianto datang membawa surat meminta diadakan Talent scouting diikuti Coaching clinic dengan meminta pelatih nasional dikirimkan PP Pelti disaat turnamen RemajaTenis di Sumbawa Besar berlangsung.
Memang ada rencana Pelti NTB akan persiapkan tim bayangan PON XVIII dengan mengundang pihak ketiga memilih atletnya berdasarkan pantauan pelatih nasional selama RemajaSumbawa Bersaing yang rencana 2-4 April 2010 di Sumbawa Besar.

"Lihat contoh NTB bisa selenggarakan TDP, kenapa Babel tidak setelah Piala Suzanna Anggarkusuma?" ujar saya agar rekan rekan ini bisa termotivasi selenggarakan TDP.
Muncullah keluhan karena Pengprov Pelti Bangka Belitung tidak ada beritanya lagi. Pengkab Pelti Belitung baru selesai Musyawarah Kabupaten sehingga telah terbentuk kepengurusan baru.

"Jangan tergantung dari Pelti Provinsi jika ingin memajukan tenis diwilayah sendiri." itu anjuran saya memberikan semangat mereka.
Pembicaraan hangat berjalan dengan lancar dan masing masing pihak aka menindaklanjuti hasil pembicaraan tersebut.
Saya sendiri hanya bisa menunggu saja, dengan harapan agar turnamen bisa berjalan diseluruh Indonesia.

Terima SMS sedikit ngambek

Jakarta,22 Maret 2010. Hari ini saya menerima SMS dari salah satu rekan Pelti didaerah yang isinya cukup mengagetkan juga. Karena tidak sesuai dengan arahan Pelti selama ini saya kembangkan kedaerah daerah. Isinya adalah mohon Pelti.... dilibatkan karena kalau tidak Pelti... tidak bertanggung jawab bila terjadi sesuatu atau Pelti... anggap saja tidak ada.
Sewaktu menerima SMS ini dalam perjalanan dari Ragunan ke Rasuna untuk melihat teman teman bermain tenis.
Saya langsung forward SMS ini ke Ketua Pelti tersebut dimana saya kenal karena yang mengirim SMS ini adalah Sekretaris Pelti tersebut. Dan juga ke Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti Johannes Susanto untuk sekedar tahu permasalahannya.
Sayapun langsung jawab dengan menyampaikan kalau dengan senang hati jika mau sebagai sponsor atau pelaksana RemajaTenis yang konsepnya jelas. "Kami membuka pintu" kira kira begitu, tetapi tidak mendapatkan jawaban lagi.
Saya pun berpikir pikir kembali , maksud dan tujuan maupun alasan sampai muncul SMS tersebut. Selama ini jika saya selenggarakan RemajaTenis selalu saya kirimkan surat pemberitahuan ke Pelti setempat adanya kegiatan tersebut. Saat pertama kali selenggarakan RemajaTenis dikota tersebut saya mengirimkan surat pemberitahuan dan juga menanyakan jika diperkenankan meminjam ruangan di kantor Pelti tersebut sebagai tempat penyelenggara bekerja. Tetapi surat itu sampai sekarang tidak dibalas juga, tetapi RemajaTenis tetap jalan terus.

Karena tidak dijawab, sayapun bisa saja berpikir yang negatip maksud dari turnamen tersebut, tetapi agar lebih jelas sayapun cari informasi keteman teman dikota tersebut siapa tahu ada info jelas tentang hal tersebut. Memang rekan ini saya pernah kenal tetapi tidak terlalu dekat sekali.

Tetapi lebih baik saya berpikir positip saja supaya saya tidak pusing kepala, karena kalau pikiran negatip maka saya akan pusing sendiri sedangkan masyarakat tenis sangat mengharapkan keberadaan turnamen tersebut. Kalau sudah pusing tentunya otak akan jadi buntu sendiri sehingga way out saya paling gampang tidak usah buat turnamen dikota tersebut. Nah, pasti beres sudah. Tetapi apakah ini memecahkan persoalannya, tentunya tidak.

Saya sendiri sering bertukar pikiran dengan orangtua petenis dimana saya ingin menyatukan visi maupun persepsi mereka tentang turnamen tenis adalah kebutuhan atlet tenis. Karena mereka ini belum mengenal permasalahan tenis di Indonesia dimana unsur ego masing masing pihak sangat menonjol sekali. Ini yang menimbulkan polemik jika selalu dipermasalahkan.

Sabtu, 20 Maret 2010

Berikan yang terbaik ke Petenis

Jakarta, 20 Maret 2010. Saat muncul pemikiran selenggarakan turnamen tenis adalah untuk memenuhi kebutuhan atlet tenis, maka dicari berbagai cara sehingga segala macam kendala disuatu penyelenggara mulai dibedah satu persatu sehingga keinginan ada turnamen bisa terwujud.
Muncul pertama adalah sewaktu program Persami yang merupakan pertandigan sabtu minggu dijalankan sejak tahun 1996 di Jakarta. Keberhasilan selenggarakan Persami secara rutin, membuat suatu kebanggaan saya sendiri karena bisa mewujudkan dengan lancar secara rutin dan sulit diikuti oleh rekan rekan lainnya.

Kemudian ditingkatkan menjadi suatu keinginan selengaraan Turnamen Diakui Pelti (TDP), walaupun beberapa puluh tahun silam pernah selenggarakan sendiri secara pribadi 1 Turnamen Nasional (TDP)kelompok umum (Bintaro Jaya Open) di Bintaro dan 1 TDP Internasional (Women's Challenger US$ 25,000) dengan label Volvo Women's Open di Senayan. Kedua turnamen ini nasibnya sama yaitu hanya sekali saja karena ketergantungan dengan sponsor begitu besar.

Sejak tahun 2009 kemudian dilanjutkan ditahun 2010, saya perkenalkan konsep RemajaTenis yang tidak disangka mendapatkan sambutan cukup besar dari masyarakat yang terlihat jelas haus akan turnamen. Bisa dibayangkan disaat kesibukan akan ujian maupun ulangan , turnamen masih bisa berjalan. Artinya masyarakat menyadari sekolah penting tetapi tenis juga penting. Keduanya bisa digabungkan asalkan bisa mengatur waktunya. Tentunya saya tidak mau paksakan agar ikut turnamen sedangkan besok ujian. Karena sepengetahuan saya sejak otonomi daerah, maka jadwal liburan atau ulangan sekolah bisa berbeda disatu provinsi dengan provini lainnya. Jadi masih ada saja petenis yang tidak ulangan/ujian sehingga bisa ikuti turnamen.

Setelah saya buat program RemajaTenis tidak saya sangka semester pertama 2010 akan dan bisa terwujud 12 TDP RemajaTenis. Ini berarti sumbangan RemajaTenis untuk Pelti sebesar Rp. 6 juta sebagai bentuk sanction fee sesuai ketentuan TDP Nasional.

Setelah saya pelajari kedepan, ada satu masalah yang harus saya perhatikan yaitu cara servis terbaik diberikan kepada peserta. Sayapun akui kalau selenggarakan turnamen yunior itu lebih sulit dibandingkan kedua Turnamen nasional maupun internasional kelompok umum. Tingkat kesulitan lebih besar. Tetapi sebenarnya jika pelaksana menyadari semuanya maka masalah ini saya pikir bisa diatasi. Saya sebaiknya hanya sebagai penasehat saja dan serahkan kepada yang muda muda menjalankan. Dan saya sudah mulai merintis untuk dkerjakan anak muda.
Tetapi tidak semua pelaku pelaku pelaksana turnamen ini menyadarinya, karena sudah terpaku dengan kebiasaan kebiasaan lama mereka. Merubah itu lebih sulit dibandingkan membuat, itu saya sadari sehingga saya pikir butuh waktu. Dalam pelaksanaan sering kali saya melihat keteldoran mereka ini. Jika ditanya tentunya akan dapat jawaban membela diri saja. Saya akan coba membimbing mereka ini.
Tetapi mulai RemajaTenis di Solo dan Palu ada sedikit tambahan yang saya berikan kepada juara RemajaTenis, yaitu suatu bentuk hadiah yang diluar dugaan peserta lainnya karena saya tidak suka memberikan iming iming tersebut.

Tetapi ada satu keinginan saya, agar rekan rekan lainnya juga bisa ikuti seperti apa yang saya sudah lakukan dengan label RemajaTenis Begitu mendengar di Semarang, rekan rekan Pengkot Pelti Semarang ingin selenggarakan turnamen yunior tanggal 2-4 April 2010 yang bertepatan dengan rencana RemajaTenis di Solo, sayapun menganjurkan mereka tingkatkan jadi TDP Nasional dan saya batalkan RemajaTenis di Solo.

Saya cukup gembira sekali setelah terbentuk kepengursan baru Pengkot Pelti Semarang, sudah muncul keinginan selenggarakan TDP Tugu Muda dibulan Juli. Memang keputusan ini ada yang kecewa, tetapi intinya saya lebih baik mengalah karena jangan sampai atlet bingung mau memilih turnamen disatu provinsi karena ada 2 turnamen. Kota Semarang sebenarnya cukup potensial karena memiliki sarana lapangan memadai sekali dengan Stadion tenis MUGAS atau Tri Lomba Juang yang terletak ditengah tengah kota Semarang. Begitu juga memiliki atlet tenis cukup banyak. Jadi apa lagi yang ditunggu? Jadi muncul keinginan sebagai pemanasan penyelenggara TDP Tugu Muda (selama ini pelaksana selalu Pengd/Pengprov Pelti Jawa Tengah) dilakukan penyelenggaraan turnamen yunir yang saya anjurkan jadi TDP Nasional.

Jumat, 19 Maret 2010

TDP Kelompok Umum Perlu ditertibkan

Jakarta,18 Maret 2010. Bwberapa hari lalu saya bertemu dengan rekan dari daerah yang ke Jakarta untuk keperluan dengan bidang Pertandingan PP Pelti, dan saya tidak sempat ikut dalam pertemuan mereka. Tapi satu hal sempat saya sampaikan kepadanya tentang kesalahan yang dilakukan oleh panitia. Yang saya maksud kesalahan ini karena merupakan kebiasaan lama yang tidak pernah dikoreksi.Ternyata baru hari ini saya tahu kalau dia itu adalah Direktur Turnamen TDP Kelompok Umum yang akan berlangsung minggu depan.

Kemudian saya coba menginventariser beberapa kesalahan dilakukan penyelenggara. Mulailah saya mencoba melihat factsheet TDP tersebut, yang isinya adalah bentuk informasi turnamen tersebut yang mencakup tentang judul turnamen, waktu pelaksanaan (babak kualifikasi dan babak utama), jadwal sign-in, entry deadline, prize money, besarnya draw (size of draw), official hotel dan tempat pendaftaran dll.
Ternyata kesalahan pertama adalah entry deadline hanya 2-3 hari sebelum hari H turnamen, begitu juga size of draw tidak dicantumkan. Kedua hal ini sangatlah penting. Hari ini sayapun mendengar keluhan dari Referee Slamet Widodo, karena sampai hari ini masih ada tawar menawar tentang besarnya draw (size of draw) apakah 32 atau 48 ataupun 64. Kok bisa begitu, seharusnya jauh jauh hari sudah ditentukan. Karena ada keterkaitan dengan prize money yag akan diterima dibabak utama. Begitu juga peserta akan melihat kemungkinanya masuk babak utama atau kualifikasi sehingga peserta bisa mengatur jadwal kedatangannya.

Akhirnya saya sempat berbicara dengan rekan pengurus Pelti setempat dan sampaikan masalah aturan TDP. "Janganlah aturan yang dibuat oleh PP Pelti justru dilanggar sendiri oleh Pengprov Pelti ataupun jajarannya." kata saya kepadanya Yang lucunya saya dapat jawaban kalau ini kebiasaan didaerah seperti tahun tahun sebelumnya beberapa hari sebelum turnamen mulai. Ini jawaban yang konyol. "Kalau mau ikuti kebiasaan daerah , biarkanlah turnamen tersebut jadi turnamen daerah, tidak perlu jadi TDP. Kalau mau TDP maka ikutilah aturan TDP." Sayapun sampaikan kalau sampai Referee tidak jalankan aturan PP Pelti maka Referee tersebut bisa dipecat.

Akhirnya sayapun berbincang bincang dengan salah satu administrator PP Pelti yang baru dan ternyata diapun tidak tahu masalah ini. " Ini kebiasaan didaerah. Kasihan peserta datang jauh jauh belum daftar." Ini terus terang menurut saya jawaban konyol. Kenapa demikian. Ketidak tahuan membuat mereka berbuat seperti kebiasaan lama yang jelas jelas salah. " Ketentuan ini sudah lama ada, dan setiap Pengprov Pelti telah menerimanya, tetapi ketentuan itu disimpan sendiri sih." ujar saya sangat kesal. "Mulailah atlet dididik disiplin diturnamn." Akhirnya saya berikan contoh bersama Slamet Widodo kepada rekan satu ini yang pernah jadi Referee dikampungnya sebelum pindah ke Jakarta.

Jika Anda punya PNP No. 1 tetapi lupa mendaftar, sedangkan dia ingin ikut ke turnamen dan dengan resiko sendiri datang untuk onsite sign-in. Dan size of draw sudah ditentukan sebagai contoh babak utama 32, babak kualifikasi 64. Pada saat sign in yang datang ada 70 peserta untuk sign in kualifikasi. Anda dengan PNP N. 1 tidak bisa masuk babak utama walaupun peserta yang terdaftar dibabak utama [peringkatnya lebih rendah dari dia. Apakah dia otomatis bisa diterima dibabak kualifikasi ? Jawabannya tidak juga tergantung kalau tempatnya masih ada atau tidak. Andaikan yang sudah terdaftar hadir semua maka petenis walaupun punya PNP no. 1 , tetap tidak bisa diterima masuk, kecuali diberikan fasilitas wild card

Kamis, 18 Maret 2010

Rencana RemajaTenis di Solo dibatalkan

Jakarta, 18 Maret 2010. Mendengar di Semarang akan ada kegiatan turnamen tenis yunior maka sayapun langsung berupaya kirimkan SMS kepada rekan rekan di Semarang meminta kepastian karena waktu yang sama saya menggelar RemajaTenis di Solo. Kenapa saya harus mengalah, karena saya lebih berlapang dada agar niat yang sudah ada di daerah tidak harus ditampung sebaik mungkin sehingga pertenisan didaerah bisa berkembang. Sepengetahuan saya, Jawa Tengah memiliki potensi cukup besar sehingga alangkah mulusnya jika dalam satu provinsi tidak ada turnamen yang berbarengan waktunya, sehingga petenis yunior bisa mendapatkan kesempatan bertanding sebagai salah satu kebutuhannya.
Johanes Susanto Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti mengharapkan agar RemajaTenis jalan terus, tetapi saya berpikiran lain , yaitu beri kesempatan pihak lainnya bisa bekerja selenggarakan Turnamen Nasional

Saya langsung coba telpon ke Semarang ke Benny Siswanto salah satu pelatih tenis di Semarang yang juga duduk sebagai Direktur Turnamen TDP Tugu Muda 2010 yang diselenggarakan oleh Pengkot Pelti Semarang.
Sayapun menganjurkan kepadanya agar ditingkatkan sebagai TDP karena bisa digunakan sebagai ajang pemanasan pelaksana TDP Tugu Muda. Idea bagus bagi mereka yang sudah mulai bangun dari tidur lama , tidak boleh bagi saya untuk mematikan keinginan mereka. Jadi sayapun beritahu cara caranya karena Beny sendiri tidak tahu bagaimana caranya. Ketidak tahun pelaku pelaku tenis selama ini seperti dialami oleh Benny sendiri yang cukup lama berkecimpung dipertenisan khususnya pelatih tenis.

Kalau ditunda atau dibatalkan tentunya ada yang bertanya atau menyesalkan penundaan apalagi pembatalan, tetapi karena konsep RemajaTenis itu diselenggarakan agar mengurangi waktu bolos sekolah maka dicarilah waktu libur sekolah. Dibulan April sudah tidak ada waktu libur lagi, tetapi ke Mei ada 2 waktu libur. Tetapi yang tanggal 13-16 Mei sudah saya tetapkan RemajaTenis di Bantul D.I.Y dan Banjarmasin. Melihat hal ini saya lagi mencari waktu lainnya.
Liburan sekolah ada dibulan Juli tetapi sudah padat dengan turnamen nasional yunior, mulai dari 28 Juni - 4 Juli 2010 Tegal Open, diikuti Tugu Muda, dilanjutkan dengan Bakrie Pekalongan, dilanjutkan Bakrie Jogjakarta.
Inilah seninya selenggarakan Turnamen nasional yunior, dimana butuh kesabaran maupun legowo sehingga bisa memuaskan semua pihak.

'Terima kasih Tuhan !"

Jakarta, 18 Maret 2010. Puji Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena pertolongannya sehingga malam ini saya terima berita mnggembirakan yang beberapa hari ini membuat kepala pusing akibat dari ego masing masing yang lebih menonjol sehingga membuat situasi menjadi kritis. Kenapa kritis karena saya akan merasa kehilangan dua turnamen nasional yang tentunya akan merugikan petenis yunior yang sedang haus hausnya mencari turnamen tenis.
Saya sendiri sudah berusaha merangkul semua pihak yang telah kecewa kepada induk organisasi tenis, tetapi tidak semudah diperkirakan semua orang.

Tetapi sebagai umat beragama, tentunya masih ada yang lebih kuasa dibandingkan diri sendiri sehingga bisa mengetuk hati yang keras bisa menjadi lunak. Begitulah situasi saat ini sehingga saya sendiri sewaktu terima telpon langsung menyampaikan terima kasih juga kepada rekan tenis.

"Terima kasih ya, malam ini gua bisa tidur nyenyak." ujar saya sambil menyetir kendaraan pulang rumah.
Begitulah berita cukup menarik, karena jika sesuai dengan jadwal maka tentunya akan menguntungkan petenis yunior. Memang saya sendiri berharap setiap pelaku pelaku tenis agar lebih mementingkan petenis yunior daripada diri sendiri maka semuanya akan berjalan lancar.
Perbuatan menyenangkan orang lain tentunya lebih membawa berkat bagi sipelaku tersebut. "Terima Kasih Tuhan ! "

"Bapak Tulis surat ke Kudus ?"

Jakarta, 18 Maret 2010. Hari ini saya terima telpon dari salah satu orangtua petenis yunior diluar Jakarta. Awalnya saya diberitahu kalau ada telpon dari Alif. Berulang ulang saya sampaikan kepada Agus Widagdo yang terima telpon tersebut, siapa gerangan Alif tersebut. Karena sepengetahuan saya, nama Alif yang saya kenal adalah Achmad Maulana yang dipangil dengan nama Alif dari Banjarmasin. Sehingga saya akhirnya menerima saja telpon tersebut.

Ternyata datangnya daro ayahnya petenis dari Kudus, saya kurang kenal suaranya tetapi mengakunya ayah dari salah satu petenis yunior asal Kudus. " Bapak tulis surat ke Kudus ? " ujarnya dimana saya sendiri belum mengerti maksudnya,tetapi saya langsung ingat kalau yang dimaksud adalah Alif salah satu nama petenis putri asal Kudus yang sempat dicurigai umurnya. Sayapun mengaku kalau saya menulis surat ke Kudus. Tetapi belum tahu apakah ke Kantor Catatan Sipil atau Pelti Kudus yang dimaksudnya.

Sayapun diberitahu kalau Alif itu lahir tahun 1997, sesuai akte kelahirannya. Langsung saya minta agar tunjukkan akte kelahiran aslinya. Diapun katakan kalau yang asli tidak ada tetapi copynya saja. Sayapun bingung kenapa tidak ada, dan dikatakan dibawa anaknya sendiri ke Sumatra Barat. Ya begitulah, dan ketika dia minta agar anaknya jangan sampai kena hukuman, sayapun sedikit terkejut. Sayapun katakan agar orangtua jujur saja, apakah putranya itu tidak catut umur. Tetapi sayapun keburu naik darah dan sampaikan petenis yang catut umur itu bisa kena skors tidak boleh bertanding. "Kasihan anaknya." ujarnya, langsung saya tanggapi kalau kita kasihan anaknya dengan mengabaikan petenis lainnya yang telah jadi korban anaknya, maka siap siap saja orangtuanya masuk penjara. Saya juga katakan kalau soal catut umur untuk saya tidak bisa ditoleransikan, itu fatal.

Dan sayapun minta agar copy akte kelahiran anaknya segera di fax ke PP Pelti dan juga buku rapor SD dan SMP anaknya. tetapi saya sedikit ragu juga, kalau benar orangtuanya berani kirimkan data yang saya minta.
Sore iotu juga saya SMS kepelatihnya yang baru di Sumatra Barat tentang permintaan copy akte kelahiran yang saya minta belum dikirimkan juga sesuai dengan permintaan saya sebelum. Padahal pelatih sudah menjanjikan akan dikirim. Nyatanya, tidak dikirim jua.

Selasa, 16 Maret 2010

"Opa ini lagi pusing kepala "

Jakarta, 16 Maret 2010. Setiap merencanakan suatu TDP Nasional yang menyangkut pelaksana TDP tertentu selalu ada saja permasalahannya. Disatu sisi bersikeras dengan keinginannya disisi lainnya saya haru menampung semua keinginan yang muncul. Tentunya semua keinginan belum bisa dipenuhi jikalau tidak berlapang dada didalam menghadapinya ,karena menurut saya seharusnya semua pihak memikirkan pertenisannya dibandingkan keinginan pribadi pribadi.
Kali ini saya sebenarnya sudah mulai merangkul pihak pihak yang merasa dikecewakan oleh PP Pelti yang sebenarnya akibat ulahnya sendiri tidak berkeinginan mengikuti peraturan atau ketentuan yang telah dibuat. Tetapi inilah yang terjadi di pertenisan Indonesia. Sedangkan saya berada disisi induk organisasi yang hendak menegakkan aturan aturan yang sudah dibuat PP Pelti.

Tahun 2010, saya sudah merangkul rekan dari Bakrie Group yang aktip selenggarakan turnamen nasional yunior di beberapa kota di luar Jakarta maupun di Jakarta. Saya sudah berkomitmen akan membantu bukan hanya kepada Bakrie group, tetapi kepada semua pihak yang berkeinginan selenggarakan turnamen nasional. Dan sudah saya buktikan. Tetapi sepertinya tidak mulus berjalan seperti diperkirakan.
Awalnya saya diminta “booking” waktu pelaksanaan Bakrie Group di kota Pekalongan tanggal 5-11 Juni 2010 dan Jogjakarta tanggal 12-18 Juni 2010. Dan saya sudah sampaikan kalau lebih baik atau lebih kuat kalau kirimkan segera Formulir Pendaftaran TDP Nasional ke PP Pelti. Sayapun memasukkan kedalam kalender dengan menggunakan warna biru yang artinya masih menunggu konfirmasi tertulis melalui pengisian Formulir Pendaftaran TDP seperti lazimnya suatu TDP Nasional.
Dalam perjalanan waktu belum juga terima Formulir Pendaftaran TDP Nasional dari mereka dimana dikatakan kalau Pekalongan akan mengirim langsung sendiri. Tunggu punya tunggu belum muncul juga, sehingga terima berita kalau Pelti Pekalongan keberatan sebagai penyelenggara. Inilah masalah yang muncul, karena ternyata Formulir Pendaftaran TDP Nas Bakrie Pekalongan datang juga ditanda tangani oleh Pelti Pekalongan. Sebenarnya beres permasalahannya. Tetapi ini awal permasalahan karena Pelti Kota Semarang sudah mengajukan lebih dulu permintaan melalui Formulir Pendaftaran TDP Nasional yang telah disetujui sendiri oleh Ketua Pengprov Pelti Jawa Tengah. Kenapa bisa terjadi, yang seharusnya Pelti provinsi Jawa Tengah menyadari kalau kedua cabangnya mau selenggarakan diwaktu yang sama. Setelah membaca formulir pendaftaran TDP Tugu Muda disetujui oleh Wakil Ketua Pengprov Pelti Jateng.
Waduh, kenapa tidak ada koordinasi didalam sebelum keluar.
Apa yang saya harus lakukan, karena sebenarnya Pelti membutuhkan sebanyak mungkin turnamen nasional yunior bisa digelar di Tanah Air.
Saya sendiri sewaktu menerima Formulir dari Pekalongan langsung mencoba kontak tilpon dengan Ketua Pelti Pekalongan Ir. Soemarni, tetapi tidak ketemu karena sudah pulang dan saya tilpon ke kantornya.
Hari Sabtu lalu saya terima telpon langsung dari Ir. Soemarni, dan menyampaikan permasalahannya tersebut. Anjurkan agar waktuny diundur saja setelah Tugu Muda dan Bakrie Jogja diundur setelah Pekalongan.
Tetapi solusi ini tidak mulus juga dan membuat pelaksana Bakrie Group kecewa berat, karena sudah merasa di booking jauh jauh hari kepada saya. Karena saya tetap berprinsip harus seusai prosedur melalui surat maka saya hanya mengharapkan kesabarannya dulu. Memang anak muda jika menghadapi masalah ini lebih banyak emosinya, apalagi pernah merasakan kekecewaan karena pernah TDP nya dibatalkan akibat melanggar Ketentuan TDP Nasional. Hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi dan tidak perlu dikait kaitkan dengan masalah pribadi, selama kita berkomitmen ingin memajukan tenis di Tanah Air ini. Apa yang bisa saya lakukan ?
Ada kemungkinan solusi yang akan saya lakukan adalah pendekatan melalui Pengprov Pelti Jawa Tengah karena yang mengijinkan kedua kegiatan diwaktu yang sama.

“ Opa ini lagi pusing kepala.” ujar rekan Johannes Su
santo

Senin, 15 Maret 2010

PNP versi baru segera diterapkan

Jakarta, 14 Maret 2010. Ada tugas baru lagi diserahkan kepada saya oleh Martina Widjaja selaku Ketua Umum PP Pelti bersama Soebronto Laras Sekjen PP Pelti didepan Christian Budiman Wakil Sekjen PP Pelti bersama Humas Amin Pujanto.
Tugas tersebut agar PNP versi baru segera diterapkan mulai tahun 2010. Sayapun diberi waktu 2 minggu, berarti sudah bisa dijalankan mulai April 2010. Sepengetahuan saya, penanggung jawab PNP adalah grace Lumenta yang sudah siap konsepnya dan menunggu pengesahannya, begitu juga kategorisasi TDP segera dibikin sehingga sudah bisa dipublikasikan.
"Serahkan Ferry karena dia banyak tahu masalah PNP," ujar Martina kepada rekan rekan lainnya.

Adapun perubahan model PNP terletak di beberapa bagian dimana sudah dihilangkan bonus bonus seperti bertanding di TDP Internasional yang selama ini tetap diterapkan, begitu pula kategorisasi TDP selama ini tergantung dari jumlah atau kualitas peserta (TDP Kelompok Yunior). Yang akan diterapkan adalah kategori telah ditentukan sebelum turnamen mulai . Seperti yang dilakukan oleh ITF, penyelenggara diberitahukan diakhir tahun turnamen untuk turnamen tahun depan. Hal seperti ini akan segera dilaksanakan sehingga masalah PNP tidak jadi perdebatan kusir lagi.

Saya sendiri manyanggupinya karena sudah terbiasa masalah PNP, dan masalah Ketentuan TDP sudah selesai dan sudah disebar luaskan kepada daerah daerah maupun petugas Referee.

Minggu, 14 Maret 2010

Jalan Jalan Ke Bandung

Bandung, 14 Maret 2010. Keinginan bertamsaya dengan kedua cucu keluar kota baru kali ini bisa terealsier. Bersama dengan kedua cucu Hariette dan Tory maupun mamanya Christina dan Sarah meluncurlah kekota Bandung. Kebetulan kedua cucu ini belum pernah melihat kota Bandung. Jadi bisa dibayangkan didalam perjalanan keduanya mengeluh kenapa belum sampai.
Tetapi ada yang cukup menyenagkna begitu dengar kalau Tory , cucu pertama ini sudah bisa menghitung 1 - 100, maka kesempatan mengajar sambil nyetir langsung dilaksanakan. Karena sepanjang jalan itu ada tanda penunjuk kilometer. "Ini angka berapa." begitulah setelah melihat ilomter tersebut. Saat diatas angka 100, mulai kacau. Contoh 101, dibacanya sepuluh satu. Begitu seterusnya, tetapi langsung diralat atau diberi contoh yang benar. Kadang kadang diingatnya kadang kala lupa, sampai km 125 seterusnya masuk kota Bandung.

Masuk kota Bandung, saya ingin lihat Turnamen tenis yang dibuat oleh Pelti Kota Bandung. Dengan dukungan dari Oneject, cukup ramai dengan spanduk sponsor seperti Walls (ice cream), begitu juga stand promosi didepan pintu masuk lapangan tenis Taman Maluku.
Sayapun ingin ketemu rekan rekan dari Pelti Kota Bandung, sayangnya tidak ketemu ketua Pelti Bandung Dr. Gunadi, katen dengan Bob Gunawan yang sedang asyik bermain kartu dengan rekan rekan lainnya.
Di lapangan tenis Taman Maluku ada 2 kantor yaitu kantor Pelti Provinsi Jawa Barat dan disampingnya kantor baru (dicat) untuk Pelti Kota Bandung.

Sayapun menyampaikan kepada Bob Gunawan, masalah turnamen yang berlangsung mulai 14-16 Maret 2010 ini sebaiknya dijadikan Turnamen Diakui Pelti, karena banya keuntungan bagi atletnya bisa mendapatkan PNP. " Ya biar begini dulu lah, karena masih baru." ujar Bob Gunawan.

Setelah itu saya menonton pertandingan , ketemu rekan rekan orangtua yang saya kenal karena sering bertemu diturnamen Persami Piala FR maupun RemajaTenis. Ketemu David Budiman, langsung disampaikan turnamen ini agar dimasukan jadi TDP Nasional. "Saya sudah sampaikan ke Pelti Bandung masalah ini tetapi mereka masih tetap belum mau.

Setelah itu carilah makan karena kedua cucu sudah mulai lapar. Ketemulah resto Dapurku. Setelah itu jalan jalan ke BIP, karena kedua cucu ingin ke Timezone. Biasalah kalau kedua cucu ini jalan sama Opa dan Oma selalu yang dicari mainan anak anak. Untuk menyenangkan kedua cucu itu diikuti maunya semua. Dompetpun harus berkurang isinya untuk memenuhi permintaan kedua cucu ini.

Setelah mereka puas, carilah factory outlet didepan BIP. Dan tidaklupa ke Kue Soes Merdeka, dan akhirnya setelah capek masih sempat pula ke jalan Dago cari Kartika Sari. Disitupun kena tembak juga oleh kedua cucu yang melihat opanya sedang makan Yoghurt. Minta bagian juga, maklum anak anak.
Kembali ke Jakarta, langsung ke Bintaro dan kedua cucu saking capeknya tidur dimobil selama sejam lebih.

Siapkan 2 program diakhir tahun 2010

Jakarta,14 Maret 2010. Ada dua tugas yang saya sedang persiapkan ditahun 2010. Keduanya sedang disusun programnya untuk diberikan kepada Ketua Umum PP Pelti. salah satunya adalah Liga Tenis Indonesia sebagai antisipasi atau komitmen Pelti terhadap pembatasan umur untuk perispanadaerah ke PON XVIII tahun 2012 di Riau.
Ini sebagai tindak lanjut dari hasil Rapat Kerja Nasional Pelti Februari 2010, diman telah diputuskan pembatasan umur 21 tahun untuk peserta PON XVIII. Ini tantangan bagi daerah, apakah sudah siap mengahadapi. Seharusnya rekan rekan didaerah mulai menyadari kalau telah tiba saatnya pembinaan dilakukan oleh daerah. Start mulai sekarang, karena saya maklumi sendiri selama ini daerah tidak bergairah membina atlet karena maraknya perpindahan atlet ke daerah daerah. " Ini pembinaan instant."

Saya menangkap keinginan Ketua Umum dengan membuat program Liga Tenis ini yang sistemnya beregu dan perorangan. Disamping itu pula saya mengusulkan bersama rekan Aga Soemarno agar ditambah lagi KU 14 tahun dan 16 tahun sehingga lebih semarak.
Saya sudah sampaikan kalau jadwalnya setelah Lebaran (10-11 Sept) yaitu tepatnya tanggal 3 - 13 Oktober 2010 di Kemayoran, karena jenis lapangan ada juga didaerah daerah. Kalau di Senayan gunakan lapangan gravel maka daerah akan kesulitan, dan juga di Riau akan gunakan lapangan keras.
Ada satu pemikiran juga agar perwasitan didaerah juga bisa berkembang, maka saya akan usulkan setiap daerah membawa minimal satu wasit bertugas ke Jakarta di Liga Tenis ini dengan beaya dari daerah sendiri.

Program yang kedua adalah ATF 14 Under circiut series dan telah direstui permintaan agar di Jakarta ada Sirkuit 14 tahun ini. Beberapa tahun silam Indonesia pernah jadi tuan rumah. Kali ini saya coba plot waktunya adalah 1-7 Nopember 2010 di Kemayoran. Mudah mudahan berhasil, karena saya harus bisa meminimize costnya. Ini masalahnya. Bisa ruyem juga kalau terlalu rendah.

Tarakan Bersedia jadi host Men's Futures

Jakarta, 13 Maret 2010. Kedatangan tamu dari jauh merupakan pertemuan yang cukup mengesankan, apalagi sudah lama tidak bertemu kecuali melalui telpon. Rekan Achmad Maulana datang dari Tarakan Kalimantan Timur berkeinginan sekali ada kegiatan turnamen internasional di Tarakan. Tahun lalu sempat dijadwalkan sesuai keinginan mereka adalah turnamen Men's Futures, tapi karena merupakan rangkaian dimana seri berikutnya atau salah satu membatalkan maka seluruh rangkaian ikut batal.

Kali ini setelah berbincang bincang, sayapun mulai menawarkan kemungkinan ikut dalam salah satu Men's Futures yang akan digelar oleh Sportama, karena setahu saya Sportama masih bingung menentukan kota setelah Jakarta. Awalnya diplot kota Palembang tetapi begitu saya kontak Teddy Tanjung maka langsung Teddypun merespons dengan baik. Syukurlah sudah membantu kesulitan rekan tenis dengan menawarkan Tarakan sebagai tuan rumah dan Achmad Maulana menerima dengan senang hati.

Dalam pembicaraan tersebut kami berdua punya pola pikir yang sama dalam memajukan tenis diluar Jakarta. Karena lebih penting juga dampak sosial ekonomi bagi masyarakat Tarakan. Untuk tenis sendiri mulai membangkitkan akan minat bermai tenis bagi masyarakat setempat.
Bulan Mei Tarakan akan menjadi tuan rumah Women's Circuit yang diikuti sebagai kelanjutannya adalah Bulungan Women's Circuit.
Maulana sendiri mengingatkan saya kalau waktu Bulungan bersamaan dengan Pemilihan Bupati setempat. "Waduh saya tidak tahu, tetapi mereka telah mengajukan secara tertulis ke PP Pelti permintaan turnamen tersebut." ujar saya kepadanya.

"Saya ingin juga di Tarakan ada RemajaTenis." ujarnya kepada saya. Dan saya sedang mencari waktu yang tepat untuk pelaksanaannya nanti. Dan juga ada keinginan saya datang ke Tarakan karena selama ini saya hanya dua kali hadir di Tarakan yaitu sewaktu pertama kali pelaksanaan Walikota Tarakan Women's Circuit, ditahun pertama dan kedua.
Saat itu bertemu dengan Ketua Bidang Pertandingan Johannes Susanto. Dan oleh Susanto minta saya hadir dan diapun ingin hadir ke Tarakan. "Ini ketua bidang belum pernah berkunjung ke Tarakan." ujar saya kepadanya didepan Achmad Maulana
.

Kamis, 11 Maret 2010

Mimpi Mimpi Selama Ini

Jakarta, 10 Maret 2010. "Jangan Mimpi deh kamu." demikian ungkapan negatip yang sering dilontarkan masyarakat dan sering kita dengar selama ini. Tetapi sebenarnya kata lima huruf ini yaitu MIMPI atau DREAM suatu ungkapan yang cukup mujizat jika ditelusuri dengan positip. Karena tanpa MIMPI menurut saya sulit untuk berkembang jadi lebih besar. Jika saya hendak berkeiginan berbuat sesuatu maka selalu melalui proses mimpi. Dengan adanya mimpi akan memberikan peluang saya untuk bisa melakukan sesuatu.
Dalam kehidupan saya dipertenisan saya punya beberapa mimpi, seperti keinginan memiliki turnamen Persami dan juga memiliki Turnamen Diakui Pelti yang semuanya sudah berjalan sejak tahun 1993 sampai sekarang. Dulu sewaktu saya sudah keluar dari PB Pelti saya bisa selenggarakan turnamen internasional Women's Challenger memperebutkan prize money US $ 25,000 di Senayan. Saat itu saya berkomunikasi dengan salah satu manajer VOLVO perusahaan otomotif di Bangkok Thailand. Sehingga judulnya adalah VOLVO Women's Circuit. Begitu juga selenggarakan TDP Nasional Kelompok Umum Bintaro Jaya Open di lapangan tenis Bintaro Jakarta.
Setelah itu saya tenggelam dari kegiatan seperti ini karena saya sudah kembali masuk kedalam kepengurusan Pelti Pusat

Tahun 2008, saya sebenarnya punya mimpi lagi yaitu Turnamen Nasional Yunior sebagai TDP (Turnamen Diakui Pelti). Saat itu masih ada keraguraguan dalam diri saya untuk menjalankan suatu TDP Nasional karena kedudukan saya di PP Pelti.
Kemudian mimpi saya ini dijalankan setelah saya mendapatkan tantangan baru dari salah satu rekan baru di pertenisan Indonesia.
Akhirnya saya lemparkan konsep Turnamen Nasional RemajaTenis, yang diawali di Jakarta dengan modal niat, tekad san nekad. Dan berhasil berlangsung di Jakarta, kemudian berkembang ke D.I.Y, dan melambung ke Cianjur dan Medan sebagai penutup tahun 2009. Tetapi gagal di Pekanbaru.
Setelah itu diawal tahun 2010, sayapun berani selenggarakan RemajaTenis NTB Bersaing di Mataram, Nusa Tenggara Barat diikuti di Bandung, Solo , Palu dan Jakarta.

Tetapi ada satu mimpi lagi yang belum saya laksanakan, yaitu ingin mengembangkan situs atau website khusus tenis. Selama ini saya mengimbangi pemberitaan tenis melalui blogger saja yaitu www.afraturandang.blogspot yang sudah berjalan dua tahun, dan muncul lagi www.remajatenis.blogspot.com yang saya khususkan untuk kelompok yunior. Kedua blogger ini saya bersyukur bisa kerjakan seorang diri untuk mengisi waktu saya. Saya punya modal kuat bukannya modal harta tetapi modal pengalaman mengisi website www.inatenis.com selama kurang lebih 4 tahun. Website ini sebagai pengimbang atas pemberitaan negatip tntang Pelti. Saya bisa sebagai wartawan tulis, kemudian sebagai wartawan foto. Dengan modal satu toestel Olympus yang saya beli sendiri ,saya bisa mengisi foto foto dari hasil karya saya kedalam website itu.

Nah, saya punya keinginan memiliki satu situs dimana pemberitaan tenis bukan hanya yunior tetapi seperti lazimnya website lainnya dalam mengisi pemberitaan tenis seluruhnya. Ada keinginan memiliki wartawan sendiri untuk turun kelapangan mengisi berita berita tenis di Indonesia. Mudah mudahan satu waktu saya akan launching situs tersebut. Semua ini tergantung restu dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Senin, 08 Maret 2010

Kebutuhan ofisial pertandingan di TDP meningkat


Jakarta,8 Maret 2010. Setelah mencoba perkenalkan salah satu konsep turnamen nasional RemajaTenis kepada rekan rekan didaerah, sayapun melihat respons cukup besar datang dari rekan rekan didaerah. Menyadari betapa pentingnya turnamen dimana rekan rekan didaerah tidak mengetahui secara jelas masalah turnamen sehingga muncullah respons tersebut. Sebenarnya masalah turnamen sudah disampaikan kepada Pelti didaerah tetapi yang jadi kendala adalah masalah dana. Ini masalah klasik sebenarnya. Yang jadi masalah selama ini didalam merencanakan turnamen, yang membuat masalah adalah budget dibuat terlalu besar sehingga begitu melihat angkanya sehingga bisa menciutkan niat awalnya. Sewaktu saya melihat budget yang dibuat rekan didaerah terhadap suatu kegiatan, sayapun pernah menerima keluhan datang dari rekan lainnya masalah ini, tetapi saya hanya katakan budget dibuat bisa saja setinggi langit dengan tujuan agar pencarian dana tersebut mempunay target. Intinya adalah jika dana sudah didapat maka pelaksanaannya tidak seroyal seperti sudah tercantum dalam anggaran yang dipenuhi. Saya sering lakukan selama ini di Pelti, membuat budget setinggi mungkin, tetapi realisasinya berbeda ditekan sedemikian mungkin sehingga bisa ada dana lebih.
Kedatangan ataupun penawaran yang tepat saya lakukan sehingga bisa mendapatkan respons tersebut.

Melihat konsep saya ini dan begitu besarnya keinginan rekan didaerah, muncullah masalah baru bagi saya. Belum siapnya petugas pertandingan membuat saya juga kewalahan. Saking bersemangat sayapun juga harus persiapkan tenaga Referee yang selama ini belum ada khusus dibuat Referee course. Selama ini oleh bidang pengembangan, diprioritaskan wasit wasit internasional (white badge) yang dimiliki ada 12 sudah dicoba menjadi referee. Ada yang pengamatan saya sudah bisa jalankan tugas tetapi ada yang masih belum siap. Kesiapannya terletak dari keinginan dari masing masing individu terhadap opportunity yang ada didepan mata. Karena kegiatan Turnamen (TDP) yang dibuat PP Pelti cukup meningkat berarti kebutuhan atas tenaga ini sangat dirasakan sekali. Khususnya saya sendiri sebagai penggagas RemajaTenis ( sampai saat ini semester pertama ditahun 2010 sudah terprogram 12 turnamen)sedikit kewalahan memenuhi kebutuhan tersebut karena bisa terjadi dalam minggu yang sama diselenggarakan dibeberapa kota. Kemana harus kita lakukan, tetapi maslah ini sudah harus ada penyelesaiannya. Dan saya yakin bisa terealiser semua gagasan saya ini. Karena niat tulus saya ini demi kebaikan pertenisan kita semua.

Kamis, 04 Maret 2010

Janganlah Terpancing dengan Calo Calo

Jakarta, 4 Maret 2010. Keputusan induk organisasi tenis di Indonesia yaitu Pelti dengan mengusulkan pembatasan umur peserta Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII tahun 2012 di Riau, diperkuat oleh Rakernas Pelti tanggal 20-21 Februari 2010 telah memberikan warna baru bagi pertenisan Indonesia. Dampaknyapun mulai terlihat dengan makin bergairahnya pengurus Pelti didaerah daerah untuk turut dalam kompetisi nasional demi nama daerah.
Harus diakui kalau selama ini PON berlangsung sangat memprihatinkan sekali karena yang terjadi bukannya PON Prestasi tetapi menurut saya adalah PON Prestise. Bisakah kita bayangkan atlet PORDA(PORPROV), PON, SEA GAMES , Asian Games maupun Olimpiade ternyata sama saja. Tidak ada jenjangnya.
Saya pernah menjadi atlet daerah membela daerah NTB sewaktu PON V 1961 di Bandung sangat merasakan sekali jika atlet sudah berlatih keras ternyata yang dipilih adalah atlet dari lain daerah akibat dari main beli atlet. tetapi saya akui ternyata lebih murah beli atlet dibandingkan membina atlet didaerah.

Kalau kita kenal dengan MARKUS (Makelar Kasus), maka jangan pikir di pertenisan tidak ada makelar atlet yang diperjual belikan kepada daerah daerah. Sudah berjalan dari 4 atau lebih PON. Menurut pengamatan saya sejak Jakarta menjadi tuan rumah mulailah terjadi pembelian atlet.

Dalam kepengurusan PB Pelti tahun 2002-2007, ada edaran dari Sekjen agar pengurus tidak dipernkenankan ikut serta dalam pembelian atlet.

Sekarang, dengan ketentuan baru disebutkan pembatasan usia yaitu kelahiran tahun 1991 atau usia 21 tahun disaat PON XVII berlangsung, dengan tujuan agar daerah mulai sekarang membina atlet lebih serius, tetapi sudah ada gejala gejala luka lama mulai dilakukan. Hanya bedanya dulu dijuat atlet atlet tua (istilahnya, karena mempunyai PNP tinggi), sekarang mualilah Markus markus ini melirik atlet yunior potensial.
Bahkan ada satu organisasi mengatas namakan sekelompok orang, mulai dianjurkan atau diusulkan salah satu anggota pengurusnya untuk membantu promosikan atlet atlet yunior kedaerah daerah daerah ini. Inilah dia , berarti tujuan mulia Pelti mulai dibelokkan. Nah untuk itu saya berharap agar rekan rekan didaerah daerah tidak mudah terpancing dengan perbuatan perbuatan seperti markus ini.
Saya lebih cenderung agar daerah daerah lekukan program sentra dengan mengumpulkan 4 atlet usia 14 tahun dengan pelatihnya, dimana Pelti akan membantu dengan programnya. Dan kelihatannya ada daerah sudah mulai tertarik dengan program ini.
Mudah mudahan rekan rekan didaerah tidak terpancing dengan ulah organisasi seperti diatas itu. Biarkanlah daerah berkembang dengan baik, karena jika sportvitas yang diwajibkan kepada atlet tetapi justru pembinanya mengabaikan, maka hancurlah tenis yang kita cintai ini.

Bakrie Group Adakan Turnamen

Jakarta, 3 Maret 2010. Hari ini terima telpon dari rekan tenis Tony Sangitan membicarakan masalah pertenisan di Indonesia. Saya kenal dia itu juga salah satu rekan penyelenggara turnamen tenis yunior dengan menggunakan bendera Bakrie Group yang cukup besar namanya.

Pembicaraan masalah rencananya akan menggelar turnamen nasional Bakrie di Manado, setelah bertemu dengan Gubernur Sulut SH Sarundayang hari ini yang bermain tenis dengan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie.
Minggu lalu adik saya sudah bertemu dengan Gubernur Sulut SH Sarundayang di Manado yang kebetulan masih ada tali persaudaraan. Keinginan saya agar di Manado ada turnamen nasional tenis dengan bendera RemajaTenis telah disampaikan dan mendapatkan responsnya juga. Dan minta segera bikinkan proposalnya.

Saya sampaikan juga kalau adik saya sudah ketemu dan mendapatkan responsnya. Agar tidak tumpang tindih, saya mengalah saja. Berikan kesempatan Bakrie group untuk turun ke Manado. "Minta dong jadwal yang baik untuk di Manado. " ujar Tony pertelpon.
Sayapun berikan waktu yang diinginkan di bulan Juni 2010 yaitu tepatnya tanggal 7-13 Juni 2010.
"Segera kirimkan formulir pendaftaran TDP Kelompok Yunior 2010 ke PP Pelti sehingga bisa diagendakan." ujar saya kepadanya.
Sayapun menyinggung masalah rencananya buat TDP Nas di Pekalongan, yang sudah lama disampaikan tetapi belum satupun surat resmi berupa Formulir Pendaftaran TDP dikirimkannya ke PP Pelti sehingga sulit mau dimasukkan dalam kalender TDP 2010.

"Tolong diklarifikasikan karena informasi yang saya dapatkan kalau mereka tidak mau selenggarakan TDP ini. Begitulah saya bertanya kepadanya agar semakin banyak turnamen tentunya akan bertambah baik bagi petenis yunior Indonesia yang sangat haus akan turnamen nasional.

Tony Sangitanpun menyampaikan keinginan selenggarakan ATP (Ajang Tenis Prestasi) Bakrie yang tahun lalu sudah pernah diselenggarakan. ATP ini mau dikaitkan kerjasama dengan RemajaTenis. Sayapun tidak keberatan atas inisiatip ini.
"Saya akan dukung Anda dalam menjalankan TDP ini." janji saya kepadanya. Prinsip saya semakin banyak penyelenggara TDP makin baik untuk masyarakat tenis bagitu juga bagi induk organisasi tenis. Karena tujuannya sama agar pertenisan Indoneia bisa maju dengan kegiatan kegiatan yang merata di seluruh provinsi di Indonesia. Bisa dibayangkan turnamen tenis selama ini hanya berada atau berputar kurang dari 50 % jumlah provinsi di Indonesia.

Rabu, 03 Maret 2010

Aji Mumpung

Jakarta, 3 Maret 2010. Ada satu kebiasaan yang bisa dianggap buruk jika tetap dilakukan oleh pelatih didalam menjalankan tugasnya sebagai pelatih. Hal ini saya ingin sharing juga agar bisa disadari oleh pelatih maupun rekan yang mendapatkan tugas. Saya baru sadar dan mau mengangkat hal ini setelah sempat saya berbincang bincang dengan salah satu orangtua dari Palu , Rizal Tano ditepi teluk Palu yang cukup indah itu.

Masalah aji mumpung yang lebih populer justru bisa dianggap kurang bertanggung jawab. Harus bisa membedakan antara tugas dan keluarga. Hal ini sekarang sudah mulai diperhatikan oleh orangtua petenis.

Sebagai contoh, jika mendapatkan tugas membawa atlet keluar kota, ikuti turnamen turnamen yunior. Pelatih ditunjuk oleh Klub ataupun sekelompok orangtua yang mempercayakan anaknya dipimpin oleh pelatih keluar kota. Yang kurang mendapatkan simpati jikalau pelatih tersebut membawa keluarganya, seperti istri maupun putra/putrinya sendiri. Bisa saja pelatih mengatakan kalau beayanya ditanggung sendiri tidak membebankan orangtua lainnya. Tetapi yang jadi masalah adalah tanggung jawabnya didalam menjalankan tugasnya tersebut. Bisa saja pelatih mengatakan tahu cara mengaturnya dalam menjalankan tugas. Yang pasti dalam menjalankan tugasnya tidak bisa 100 %, pasti terbagi antara keluarganya dengan atlet lainnya yang dibawanya. Ini yang tidak bisa dihindari oleh pelatih.
Jadi, jika mau kerja optimal anjuran saya sebaiknya tidak membawa keluarga. Aji mumpung sekalian keluar mau berekreasi bersama. Ini yang harus dipisahkan.

Kebiasaan lainnya yang perlu mendapatkan perhatian, adalah kebiasaan merokok. Sepengetahuan saya Rokok didalam tournament site, tidak diperkenankan bagi pelaku pelaku tenis, mulai dari pelatih, orangtua dan petugas pertandingan mulai dari Referee, Direktur Turnamen, Wasit, Linesmen dan Ballboys sekalipun. Saya melihat banyak pelatih yang tidak bisa membuang kebiasaannya merokok. Ini terlihat jelas sewaktu di Palu. Akibatnya puntung rokokpun bisa bertebaran dimana mana. Hal yang sama juga saya perhatikan ofisial pertandingan, masih belum sadar atas perilaku seperti ini. Berbeda dengan Oficial pertandingan orang asing. Jika berkeinginan merokok, so pasti dia akan pergi jauh jauh menghindar didepan publik untuk menyalurkan keinginan merokok yang tidak bisa ditahan tahan. Ini pantagangannya.
Sekarang kembali kepada diri sendiri , apakah mau merubah perilaku seperti ini.
.

Selasa, 02 Maret 2010

Perjalanan Darat Untuk Ikuti TDP RemajaTenis


Jakarta, 1 Maret 2010. Setelah melihat kondisi pertenisan selama di Palu, saya sangat kagum dan bangga dengan semangat yang muncul diera pertenisan modern ini. Bisa dibayangkan, peserta datang dari berbagai kabupaten, kotamadya yang melakukan perjalanan dari kota masing masing.
Sebagai contoh yang paling jauh adalah peserta yang datang dari Tondano Minahasa (Sulawesi Utara). Peserta dari Tondano dipimpin oleh rekan Eddy Baculu didampingi pelatih Eddy Pandelaki dengan 6 petenis yang baru belajar main tenis beberapa bulan ini di Tondano dibawah bendera klub baru asuhan Dr. Joy Rattu.
Mereka naik bus tanpa AC dari Tondano sampai ke Palu dengan dua kali pecah ban. Makan waktu 2 malam perjalanan.
"Masih ada juga dipertenisan kita ini dengan perjalanan jauh makan banyak energi bagi atlet atlet tenis. Untung atlet yunior."

Perjalanan peserta patutlah dipuji, karena bukan makan waktu satu dua jam, bahkan bisa dibayangkan datang dari Balikpapan dengan kapal laut makan waktu 8 jam perjalanan. Ini perjalanan petenis asal Balikpapan yang dikoordiner pelatih ataupun orangtua. Begitu juga dialami petenis asal Toli Toli dengan kendaraan darat 6 jam.
Dari Palopo (Sulawesi Selatan maupun dari Polmas (Sulawesi Barat) muncul juga dengan kisah kisah tersendiri. Kalau dari Manado berangkat dengan pesawat terbang tidak langsung ke Palu tetapi ke selatan Sulawesi yaitu Makassar dan kembali ke utara ke Palu. Dari 6 propinsi di Sulawesi yaitu Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawei Selatan dan Sulawesi Tenggara, hanya satu yang belum terdengar kegiatan tenisnya yaitu Sulawesi Tenggara. Ini yang membuat saya penasaran juga, kenapa Sultra masih tidur.

Dari semangat tanding itulah yang saya lihat selama berada di Palu yang cukup panas dan angin kencang, saya tergugah agar kegiatan turnamen nasional ini bisa diselenggarakan dibelahan Timur Indonesia ini semakin banyak. Tetapi saya hanya bisa katakan agar bersabar karena saya belum mendapatkan respons dari rekan rekan dikota kota tersebut. Tetapi yang cukup menggembirakan bisa bertemu Ketua Pengkot Pelti Palu Aminuddin Atjo yang menyatakan kesediaan sebagai pelaksana TDP RemajaTenis dibulan Juli 2010 dikota Palu.

Kepuasan tersendiri saya dapatkan selama berada di Palu, yaitu masyarakat tenis sangat berterima kasih atas kehadiran dan upaya saya sehingga Palu bisa digelar satu kegiatan nasional yang selama ini sangat didambakan mereka. Penyampaian langsung saya terima dari mereka membuat saya cukup puas walaupun tenaga terkuras cukup banyak selama berada di Palu. "Maklum sudah uzur."

Beda Palu, beda pula di RemajaTenis Solo yang berlangsung di GOR Manahan Solo yang saya tidak sempat hadir karena waktunya bersamaan dengan Palu yaitu 26-28 Februari 2010. Ada yang naik sepeda motor membawa putranya ikuti TDP RemajaTenis Solo. Begitulah liku liku perjuangan petenis yunior diluar kota Jakarta yang dilihat dari luar lebih nyaman hidup di Jakarta.

Senin, 01 Maret 2010

Hampir Tidak Ke Gereja

Palu, 28 Februari 2010. Ada satu keinginan saya selama diluar kota adalah mengikuti Ibadah di Gereja. Termasuk di Palu ternyata keinginan ini bisa terpenuhi. Dari awal sudah memcari lokasi Gereja Protestan. Kebetulan dekat hotel juga ada Gereja Protestan Sulawesi Tengah.

Hari Minggu pagi sebelumnya saya kelapangan tenis dulu karena jadwalnya pukul 09.00 acara Gereja. Dan sayapun sudah minta ke sopir mobil agar ingatkan saya tepat pukul 09.00 ,karena letak lapangan dengan Gereja cukup dekat.

Keasyikan dilapangan bertemu dengan rekan rekan tenis lainnya sampai lupa kalau jam sudah mencapai pukul 09.00.
Saat pukul 09.00, sopirpun ingatin saya kalau ke Gereja, tetapi dengan tenangya saya katakan baru pukul 08.00. Lupa kalau perbedaan waktu antara Jakarta dan Palu itu satu jama. Baru sadar sewaktu angka menunjukkan 09.10.
Langsung angkat kaki berangkat ke Gereja. Untung belum bubar.Masih sempat mendangarkan khotbah dari Pendeta Ibu Joseph Warouw sampai selesai, dan sempat berjabat tangan dengan Pendeta.
Sebenarnya Pendeta mau bertanya sama saya tetapi mengingat jemaat lainnya sudah datang maka tidak jadi. Hal ini disampaikan sewaktu selesainya Turnamen Nasional RemajaTenis, saya bertemu dengan Pendeta Ibu Joseph Warour dilapangan tenis. "Bapak tadi ke Gereja ya?" ujarnya kepada saya. Langsung ingat kalau ini Pendeta yang di Gereja tersebut.

"Saya tadi mau tanya apakah ini Bapak Ferry Raturandang, tapi tidak jadi karena jemaat sudah sampaikan salamnya." Ternyata Pendeta ini mempunyai putri Omega iktu turnamen RemajaTenis.
"Kenapa Bapak pilih Gereja tadi , tidak ke Gereja Maesa." pertanyaannya. Sayapun sampaikan karena yang pertama saya dapati adalah gereja ini bukan Gereja Maesa yang mayoritas Kawanua. Dekat dengan hotel.

Lampu Dimatikan Sengaja

Palu 27 Februari 2010. Terganggunya pertandingan akibat lapanganya dimanfaatkan untuk program Play & Stay in Tennis sehingga pertandingan haris dimainkan malam hari. Tetapi yang jadi masalah kota Palu terganggu dengan kondisi listrik.
Sedangkan Jemmy Hosan menyediakan Genset untuk lapangan GOR Palu ini dimana hanya bisa digunakan untuk satu lapangan saja.

Pertandinganpun berjalan sampai pukul 23.30 dan bisa selesaikan 3 matches saja. Bersyukurlan bisa selesaikan 3 matches, tetapi ada sedikit kejadian yang entah disengaja atau tidak saya sendiri belum bertanya kepada yang bersangkutan.
Disaat pertandingan kedua selesai dimana masih menunggu satau pertandingan lagi ternyata lampu padam. Waduh, saya pikir sudah habis solarnya sehingga padam. Ternyata ada yang iseng. Apakah sengaja atau tidak itu yang belum diketahui.

Informasi yang saya dapat, pelatih Abdul Radjab sewaktu pertandingan kedua selesai mau pulang meleati petugas Genset dan menyampaikan kalau pertandingan sudah selesai. Akibatnya petugas Genset tanpa bertanya kepanitya langsung memadamkan lampunya.

Akhirnya , menyalakan lampu butuh waktunya juga, dan pertandinganpun baru bisa diselesaikan pukul 23.30. Waduh capeknya, mana masuk angin kembali ke hotel.

Masalah lain selama di Palu adalah sulitnya internet connection, saya membawa modem M2 ternyata bisa akses internetnya tetapi disaat mubuka yahoo ataupun blogger tidak bisa. Harus ke Warnet. Sudah malas keluar hotel lagi ditengah malam.

Belum Sepakat atas Program Pelti

Palu, 27 Februari 2010. Untuk memeriahkan TDP Nasional RemajaTenis, saya mempunyai gagasan yang saya sampaikan kepada pelatih Palu, Arifandi agar juga dilaksanakan salah satu program dari Pelti yaitu Play & Stay in Tennis. Dan keinginan ini diterima dan ditampung oleh Pengkot Pelti Palu. Jadi ternyata ada 2 kegiatan dengan host yang berbeda, yaitu Pengprov Pelti Sulteng untuk RemajaTenis Sulteng, sedangkan Pengkot Pelti Palu untuk Play & Stay in Tennis.
Agar memasayarakat sangatlah tepat dilakukan ditempat yang sama dengan RemajaTenis, yaotu di GOR Palu.

Kurang koordinasi antara rekan di Pelti Pusat Hudani Fajri sehingga sewaktu dihari pertama hari ini tersendat karena ada permintaan LCD Projector dari Hudani mau buat presentasi dulu dikelas kemudian dilanjutkan di Lapangan tenis. Kenapa kurang koordinasi, karena permintaan LCD projector baru ketahuan saat akan dimulai. Maka pindahlah ke gedung SMK , sayapun ikut mendukung dengan hadir memberikan sedikit sambutan sebelum dimulainya acara ini. Ternyata listri tidak mendukung, karena kota Palu sedang dilanda mati listrik bergantian. Sayapun memberikan semangat untuk tidak perlu ketergantungan terhadap listrik membuat program terhenti. Dan saya membawa juga rekan Eddy Pandelaki yang datang dari Desa Telap Minahasa bersama anak asuhnya di Tondano. Memberikan dukungan dengan memberikan sepatah dua kata kepada guru guru olahraga yang ikut Play & Stay in Tennis.
Ternyata aula SMK tersebut cukup besar sehingga bisa diperagakan latihan Mini Tenis sesama guru guru olahraga ini. Merekapun bersemangat bermain mini tenis.

Setelah itu dengan mengambil satu lapangan di GOR Palu dimana digunakan untuk RemajaTenis acara Play & Stay in Tennis cukup menarik perhatian masyarakat tenis. Tetapi ternyata ada yang tidak puas atas acara ini.
Dengan banyak mengoceh didepan pelatih lainnya mencemohkan acara Play and Stay in Tennis ini. " Jangan karena tidak suka sama Hudani Fajri sampai menjelekkan program ini." canda saya atas ocehan tersebut. Tetapi hal ini akan membingungkan rekan lainnya. Kenapa ada pengurus Pelti Pusat tidak sepaham dengan program rekan lainnya.

Tetapi hal ini sudah terjadi, dan sayapun tidak perlu panas hati atas ocehan tersebut, karena saya mengikuti dari awal Program Play & Stay in Tennis di Indonesia
.

Angin Kencang di Palu

Palu, 27 Februari 2010. Udara panas sudah bukan asing lagi karena selama 3 hari di Palu tidak turun hujan. Bersyukurlah panas masih bertahan tidak turun hujan. Karena kalau turun hujan tentunya akan mengganggu jalannya pertandingan yang disiapkan di 6 lapangan GOR Palu ini.

Tetapi ada satu hal yang sulit dibendung selain panas tersebut. Yaitu angin yang sangat deras sekali. Timbul kekuatiran saya jika ada petenis yang protes sehingga bisa mengganggu jalannya turnamen.
Angin ini cukup kencang, dan saya belum pernah melihat dan merasakan derasnya angin yang membuat spanduk/backdrop yang saya bawa dari Jakarta bisa terlepas ataupun sobek.

Tetapi keinginan petenis yunior untuk berlaga membuat jalannya turnamen bisa lancar. Memang ada sedikit pernak pernik dilapangan yang dilakukan oleh pelatih dan orangtua atlet. Kelihatannya cukup mengganggu sehingga membuat Direktur Turnamen Jemmy Hosan sedikit grogi, maklum untuk pertama kalinya mengemban tugas sebagai TD suatu TDP Nasional. Seharusnya kita melihat segi positipnya yaitu petenis akan belajar menghadapi situasi seperti ini disetiap pertandingan. Lebih berkreasilah sedikit mengatas permasalahan dilapangan yang tidak boleh diganggu pihak luar selama bertanding.

Ada suatu kejadian menarik saya yaitu ulah pelatih asal Makassar ini. Karena tidak puas atas keputusan Referee, pelatih dan orangtua asal Makassar Djabir lakukan protes dan mengancam untuk menarik mundur dari TDP Nasional RemajaTenis.
Saya sendiri dari agak jauh menyampaikan kepada Eko Supriatna selaku Referee turnamen dengan kata " sebodo teuing ", artinya masa bodoh. Mau tarik anaknya bukan masalah bagi pelaksana turnamen. Yang akan rugi bukannya pelaksana turnamen tetapi petenisnya sendiri. Tetapi himbauan dari rekan Jemmy Hosan adalah janganlah sampai terjadi hal seperti ini. "Turnamen akan cacat kalau sampai terjadi." himbauannya.
Memang disatu sisi melihatnya bisa diterima pernyataan Jemmy Hosan, tetapi saya melihat ini bisa jadi gertakan sambal dari pelatih tersebut, dan saya tidak kuatir karena yang bersangkutan itu berasal dari luar Palu yaitu Makasar. Berarti dia akan rugi sendiri kalau menarik diri. Biasanya mereka meminta Pemda atau Pelti setempat dana untuk pengiriman atletnya. "Bagaimana pertanggung jawabannya kepada pemberi dana tersebut. Apakah ini bentuk ketidak mampuan pelatih tersebut sehingga mengkambinghitamkan pelaksana turnamen?"
Saya sendiri sempat memberikan nasehat kepada pelatih atau orangtua petenis yang ikut dalam turnamen tersebut, bahwa sikap sikap seperti ini bukan contoh teladan yang bisa diandalkan dalam membina atletnya. Bahkan lebih cenderung menghancurkan prestasi anak anak.

Minkmati Sate dan Gulai Domba di Palu

Palu, 26 Februari 2010. Untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di kota Palu Teluk merupakan kenangan yang manis. Disambut udara panas terik maklum dekat garis Khatulistiwa membuat udara bisa mencapai 39 derajat Celcius. Bisa jadi hitam kalau main tenis ditengah hari bolong.

Kemarin tiba dan langsung sore hari kumpul dengan rekan rekan dilapangan tenis Pelti Sulteng yang terletak dalam satu kompleks olahraga. Malamnya telah disiapkan pula acara makan malam dengan menu utamanya adalah Domba guling dan sate dombanya yang cukup lezat. Maklum baru pertama kalinya menikmati panganan domba yang tidak terlalu panas. Hadir bersama untuk santap malam dilapangan tenis Gubernur Sulteng HB Paliudju, Ketua Haria KONI Provinsi Sulteng yang juga sebagai Rebagi Rektor Universitas Negeri di Palu.Rektor ini lebih dikenal dilapangan tenis dengan panggilan Pak Rektor sehingga saya belum tahu nama lengkapnya.

Saya bersama rekan lainnya dengan pakaian tenis sedangkan Gubernur sendiri cukup rapi dengan pakaian batik lengan panjang.
Bergurau sambil bersantap sate dan gulai domba, cukup meriah karena Gubernurnya sendiri cukup punya sense of humour besar. Bahkan berikan joke yang membuat semua yang hadir bisa tertawa.
Kelihatan hadir rekan rekan tenis seperti Jemmy Hosan Wakil Ketua Pengprov Pelti Sulteng bersama Ketua Pelti Sulteng, Anwar Ponulele, Conny Maramis mantan petenis nasional.